sampah plastik
Rabu, 06 November 2024 07:08 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito
Palembang, Wongkito.co - Mulai tahun 2025 pemerintah Indonesia berencana menyetop impor sampah kertas. Indonesia bakal memaksimalkan penggunaan bahan baku dari produksi pulp di hutan tanaman industri.
Hal itu dikatakan oleh kementerian Lingkungan Hidup. Ini merupakan upaya pemerintahan Prabowo Subianto menekan timbulan sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) di penjuru Indonesia.
Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq, mengatakan Indonesia membutuhkan bahan baku kertas sekitar 14 juta ton pe tahun. Menurut Hanif, sebanyak 7 juta ton di antaranya dapat diambil dari produksi pulp di hutan tanaman industri.
Sementara itu, 3,5 juta ton bahan baku kertas yang lain bisa didapat dari daur ulang sampah domestik. “Sisanya baru dari impor,” ujar Hanif, rabu, 6 November 2024.
Menteri mengatakan pengetatan impor sampah kertas sekaligus mengubah batas toleransi pengotor limbah B3 yang saat ini berlaku sebesar 2%.
Hanif mengaku sudah melaporkan sejumlah rencana tersebut kepada Presiden. “Beliau (Prabowo) pertama minta kami menghentikan impor sampah plastik. Kemudian mengatur kembali rekomendasi-rekomendasi impor kertas untuk didaur ulang,” imbuhnya.
Sebelumnya, Kementerian LH menyatakan bakal menyetop impor sampah plastik mulai 2025. Pemerintah memastikan tidak akan menerbitkan rekomendasi baru untuk impor sampah tersebut. “Tidak ada lagi impor sampah plastik, selesai tahun ini,” ujar Hanif.
Indonesia diketahui menjadi salah satu negara pengimpor sampah plastik terbesar di dunia. Pada 2022, RI tercatat menimbun sampah plastik dari luar negeri mencapai 194 ribu ton. Kondisi ini membuat problem sampah di tempat pemrosesan akhir (TPA) semakin menjadi-jadi.
Menteri menegaskan kebijakan itu diambil untuk menyelesaikan problem TPA di sejumlah wilayah yang melebihi kapasitas. Menurut Hanif, rencana penghentian impor sampah plastik merupakan instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto.
Hanif mengatakan Indonesia tidak perlu menerima impor sampah plastik karena ketersediaan di TPA sebenarnya melimpah ruah. Sampah tersebut, imbuhnya, dapat dipilah dan didaur ulang masyarakat maupun industri.
Tim Koordinasi Nasional Penanganan Sampah Laut mendata volume sampah plastik pada tahun 2023 mencapai 12,87 juta ton. Sampah tersebut didominasi kemasan saset, sampah makanan, pembungkus, alat rumah tangga, perawatan diri, dan perlengkapan merokok.
Informasi yang dihimpun TrenAsia.com, Indonesia selama ini menjadi tujuan ekspor sampah plastik sejumlah negara besar seperti Belanda, Jerman, dan Amerika Serikat. Negara tetangga seperti Singapura dan Australia juga menjadi penyumbang sampah plastik signifikan bagi Indonesia.
1. Belanda: 119,5 ribu ton
2. Jerman: 38,8 ribu ton
3. Belgia: 23,9 ribu ton
4. Amerika Serikat: 19,8 ribu ton
5. Slovenia: 9,3 ribu ton
6. Australia: 8,4 ribu ton
7. Singapura: 6,3 ribu ton
8. Selandia Baru: 5,8 ribu ton
9. Inggris: 5,2 ribu ton
10. Jepang: 4,8 ribu ton
Keterangan: skala per tahun.
Kementerian LH membeberkan selama ini Indonesia menjadi tujuan strategis lantaran lebih ekonomis. Hanif mengatakan negara eksportir sampah plastik harus mengeluarkan biaya mahal untuk membakar sampah di negaranya. “Jadi akhirnya dibuang ke Indonesia. Mereka bayar lebih murah ke orang Indonesia yang mau impor,” ujar Hanif.
Menurut Hanif, sudah saatnya Indonesia dapat mengelola sampahnya sendiri untuk menjadi sumber bahan baku daur ulang. Dalam 100 hari awal pemerintahannya, sang menteri akan fokus menyelesaikan permasalahan di tiga TPA salah satunya TPA Banjarbakula. “Paling tidak tiga TPA dulu yang akan kami selesaikan, nanti kami koreksi,” ujarnya.
Masalahnya, mengelola sampah plastik tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh dana ekstra besar untuk penanganan limbah plastik dari hulu hingga hilir. Organisasi nirlaba berbasis di Singapura, Alliance to End Plastic Waste, pernah menghitung dana yang dibutuhkan untuk menangani sampah plastik di RI mencapai US$2,1 triliun atau sekitar Rp32.331 triliun.
Baca Juga:
Angka itu setara 10 kali lipat belanja negara dalam RAPBN 2025 yakni Rp3.613,1 triliun. Senior Advisor AEPW, Thomas Chhoa, mengatakan kebutuhan pendanaan dapat ditekan dengan memprioritaskan daur ulang dalam manajemen limbah.
“Pemangku kepentingan perlu memastikan ketersediaan pendanaan dalam penanganan sampah plastik,” katanya dalam acara Indonesia Internasional Sustainability Forum 2024 di Jakarta, belum lama ini. Selain pendanaan, kebijakan yang mendorong masyarakat untuk dapat memilah sampah juga penting untuk penanganan limbah plastik.
Di samping itu, swasta juga harus berkontribusi menciptakan model bisnis yang memasukkan limbah plastik kembali masuk ke proses produksi. “Dalam manajemen limbah, proses daur ulang punya jejak karbon paling rendah dibandingkan dengan menyalurkan ke tempat penimbunan akhir atau pembakaran limbah,” ujar Thomas.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 05 Nov 2024