AJI Indonesia Adukan Tiga Kasus Ketenagakerjaan Jurnalis CNN Indonesia, Pinusi dan VOA ke Dewan Pers

Rabu, 22 Januari 2025 08:54 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

AJI Indonesia Adukan Tiga Kasus Ketenagakerjaan Jurnalis CNN Indonesia, Pinusi dan VOA ke Dewan Pers
AJI Indonesia Adukan Tiga Kasus Ketenagakerjaan Jurnalis CNN Indonesia, Pinusi dan VOA ke Dewan Pers (Ist)

JAKARTA, WongKito.co - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengadukan tiga kasus sengketa ketenagakerjaan pekerja media ke Dewan Pers. Ketiga kasus ketenagakerjaan tersebut  dialami oleh jurnalis CNN Indonesia, Pinusi.com dan VOA.

 Selain itu AJI Indonesia juga menyerahkan dokumen hasil survei pekerja freelance sebagai masukan ke Dewan Pers memantau perusahaan media.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan AJI Indonesia Edi Faisol mengatakan, tiga kasus itu hanya sebagai sampel perlakuan perusahaan media yang lolos sertifikasi dewan pers. Ia menyebut masih banyak perusahaan media yang melanggar hak pekerjanya.  

“Ini hanya sampel, sedangkan hasil survei  kami lampirkan tentang kondisi pekerja freelance secara nasional,” ujar Edi Faisol di kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (21/1/2025).

Baca Juga:

Menurut Edi, banyak perusahaan media nasional dan di daerah yang tak tunduk terhadap standar verifikasi Dewan Pers maupun aturan undang-undang ketenagakerjaan. Tak hanya itu, media asing seperti VOA juga tak tunduk aturan ketenagakerjaan maupun standar verifikasi dewan pers.  Hal itu dibuktikan dengan pemutusan hubungan kerja sepihak dirasakan mantan ketua AJI Indoensia Sasmito. Kondisi itu menjadi alasan AJI Indonesia terus mengawal persoalan ketenagakerjaan yang dialami jurnalis, termasuk yang saat ini sedang diadukan ke Dewan Pers.

AJI mendorong agar Dewan Pers menjalin kerja sama dalam bentuk MoU dengan Kementerian Ketenagakerjaan agar hubungan industrial menjadi lebih terpantau dan lebih berkeadilan.

"Kalau perusahaan-perusahaan yang tidak mampu membayar jurnalisnya mending dicabut saja sertifikasinya. Daripada menimbulkan masalah karena niatan awal bisnis ya jangan memunculkan korban (jurnalis)," jelas Edi.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu mengungkapkan selama ini Dewan Pers dilokasir seakan-akan hanya untuk penyelesaian sengketa konten berita. Padahal, kata Ninik, seharusnya Dewan Pers juga turut menjangkau persoalan ketenagakerjaan yang dialami jurnalis.

Padahal dalam proses verifikasi media yang dilakukan terdapat komponen syarat mengenai kesejahteraan pekerja. “Beberapa di antaranya yang paling standar mengenai pemberian upah layak standar UMR dan asuransi seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujar Ninik.

Meski Ninik juga mengakui masih adanya perusahaan media yang memanipulasi dokumen saat dilakukannya verifikasi administrasi. Misalnya, bukti transfer upah ke pekerja sesuai standar Upah Minimum Provinsi (UMP). “Namun, setelahnya pekerja diminta mentransfer ulang uang tersebut kepada pemilik bisnis,” ujar Ninik menjelaskan.

Ninik meminta agar perusahaan media turut menghormati pekerja media yang mendirikan serikat pekerja. Karena itu, ia menyayangkan tidak adanya proses dialog yang konstruktif antara perusahaan media dengan pekerja yang mendirikan serikat pekerja seperti yang dialami jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Pekerja CNN Indonesia (SPCI).

Pendirian serikat pekerja, kata Ninik, tidak boleh dihalang-halangi atau diberhangus. Sebab, pendirian serikat pekerja sudah dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28 ayat (3) tentang kebebebasan berserikat berkumpul dan menyampaikan pendapat merupakan bagian dari hak asasi manusia (HAM).

"Ini adalah soal hak dasar dia sebagai manusia misalnya untuk berserikat dan berkumpul. Ini contoh yang saya ikuti CNN bagaimana jurnalis mereka berserikat dalam satu wadah organisasi," katanya.

Baca Juga:

Dewan Pers juga mendorong berdirinya serikat pekerja di perusahaan media. Ninik mengatakan, serikat pekerja dijadikan poin plus dalam syarat verifikasi Dewan Pers.

Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri, Dewan Pers Totok Suryanto mengatakan, selama perusahaan media di daerah sebagian besar menggantungkan bisnisnya dari pemerintah daerah. Pergeseran bisnis media tersebut membahayakan idealisme jurnalistik yang dijalankan perusahaan media.

"Banyak yang menggantungkan diri ke pemda. Bahkan kemudian menjadi bagian kekuasaan dan humas bagi pemda," ujarnya.

Dewan Pers akan memproyeksikan membuat regulasi mengenai pengawasan implementasi syarat administrasi perusahaan media yang sebelumnya didaftarkan kepada Dewan Pers sebagai syarat dipenuhinya sertifikasi dari Dewan Pers..(ril)