Bersama Kita Hentikan Bullying, tak Lagi Menjadi Takut

Selasa, 26 November 2024 06:26 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Bersama Kita Hentikan Bullying,  tak Lagi Menjadi Takut
Bersama Kita Hentikan Bullying, tak Lagi Menjadi Takut (Ist)

Oleh : Khistian Damayanti, Liona Ayu Permata Kusuma, Muhammad Faaiz Aqiilah, Muhammad Zidane Az-Zikro, Naurah Salsabila Lukita, Khumairoh, Meylani

BULLYING atau Perundungan  adalah perilaku tidak menyenangkan yang dilakukan secara sengaja dan berulang sehingga seseorang menjadi trauma dan tidak berdaya dengan memuat tiga unsur yaitu ada niat, dilakukan berulang dan dilakukan oleh orang yang memiliki status lebih tinggi (Tirmidziani dkk., 2018).

Bullying merupakan perilaku agresif yang melibatkan ketidakseimbangan kekuatan dan dilakukan secara berulang, baik oleh individu maupun kelompok, dengan tujuan mendominasi, menyakiti, atau mengasingkan pihak lain. Perilaku ini bisa dilakukan secara fisik (seperti menonjok atau menendang), verbal (menghina atau mengolok-olok), maupun sosial (mengucilkan atau menyebarkan cerita bohong) (Tirmidziani dkk., 2018).

Baca Juga:

Ruang bermain dan interaksi sehari-hari anak-anak sering kali menjadi cerminan nyata dari dinamika sosial mereka. Dari konflik sederhana hingga perundungan serius, anak-anak menghadapi berbagai tantangan yang membentuk pengalaman emosional dan sosial mereka. 

Di Rumah Lanal Pintar Palembang ini mengungkapkan bagaimana bullying terjadi dalam berbagai bentuk, seperti ejekan verbal dalam permainan online hingga konflik fisik di tempat bermain. Selain dampak negatifnya, ini juga menunjukkan peran signifikan dari komunitas dan individu dalam membantu anak-anak mengatasi konflik, menghindari bullying, dan membangun solidaritas sosial.

Berdasarkan apa yang terjadi di rumah lanal pintar, bullying sering terjadi di ruang-ruang tempat anak-anak berkumpul, seperti area bermain atau selama aktivitas game online. Bentuk bullying yang sering disebutkan meliputi ejekan verbal seperti “tolol” atau “bodoh”, dan tindakan fisik seperti dorongan hingga menyebabkan luka. Salah satu responden berbagi, “Kalau di sini tempat kami sering jajan kumpul, dan sering juga ada yang saling ejek atau berantem”.  Ini menunjukkan bahwa bullying tidak hanya muncul di lingkungan formal seperti sekolah tetapi juga di lokasi informal.

Konflik sering kali terjadi akibat perebutan ruang atau ketidaksepahaman dalam kelompok sebaya. Dampak fisik seperti luka menjadi salah satu hasil dari konflik ini. Namun, lingkungan kerap menunjukkan upaya langsung untuk menyelesaikan masalah. “Langsung dipisahkan kak”, ungkap seorang anak saat menjelaskan bagaimana orang dewasa menengahi konflik. Respons ini penting untuk menciptakan rasa aman di kalangan anak-anak sekaligus memberikan pembelajaran tentang penyelesaian masalah.

Baca Juga:

Nasihat dari orang tua atau guru menjadi salah satu cara efektif dalam mencegah bullying. Seorang pewawancara memberikan pesan kepada anak, “Kerja bagus, untuk ke depannya selalu tolong ya, dan adek juga jangan sampai ikut berantem. Dukungan semacam ini membantu anak-anak mengembangkan rasa empati dan tanggung jawab terhadap teman-temannya. Dengan kolaborasi yang baik, lingkungan dapat menjadi tempat yang lebih harmonis bagi anak-anak.

*Mahasiswa FKM Unsri