digital
Selasa, 24 Desember 2024 07:36 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA - Di tengah disrupsi digital yang semakin pesat, pasar online yang menggunakan market place media sosial dan aplikasi pasar berbasis digital menjadi andalan masyarakat untuk memenuhi beragam kebutuhan, termasuk juga membeli sembako.
Menghubungkan pasar online dan pembeli adalah kurir, karena itu kurir menjadi bagian penting dalam pasar berbasis online tersebut.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda mengungkapkan dalam buku Outlook Ekonomi Digital 2025 bahwa permintaan pengiriman produk elektronik, mainan, hobi, pakaian, makanan, dan barang rumah tangga telah memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan pasar jasa pengiriman.
Baca Juga:
Menurut laporan Mordor Intelligence (2024), nilai pasar jasa pengiriman di Indonesia diperkirakan mencapai US$7,25 miliar pada tahun 2024 dan akan melonjak menjadi US$11,15 miliar pada tahun 2030 dengan laju pertumbuhan tahunan rata-rata 7,45%.
"Laju pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, yakni rata-rata 6,45% per tahun dari 2017 hingga 2030," ujar Nailul Huda dikutip dari buku Outlook Ekonomi Digital 2025, Senin (23/12/2024).
Statista (2023) juga menunjukkan dominasi JNE Express di pasar jasa pengiriman dengan sekitar 71% toko online menggunakan layanan mereka. Posisi kedua ditempati oleh Sicepat, yang digunakan oleh hampir 32% toko daring.
Di tengah besarnya peluang pasar, kondisi kerja kurir di Indonesia menjadi perhatian. Nailul Huda menyoroti sejumlah masalah, mulai dari insentif yang rendah hingga jam kerja yang panjang. Sebagai contoh, mitra pengemudi Shopee Express di wilayah Jabodetabek menerima rata-rata insentif Rp2.213 per paket.
Dengan membawa sekitar 80 paket per hari selama enam hari kerja, pendapatan mereka hanya mencapai sekitar Rp4,2 juta per bulan, masih di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2023 sebesar Rp4,9 juta.
"Selisih pendapatan ini menunjukkan bahwa meskipun insentif Shopee lebih tinggi dibandingkan layanan logistik lain, kurir mereka tetap sulit memenuhi standar minimum hidup di Jakarta," ungkap Huda.
Selain itu, kurir sering menghadapi beban kerja yang berat. Banyak dari mereka harus bekerja lebih dari 13-14 jam per hari, terutama selama puncak permintaan seperti Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas). Tekanan untuk memenuhi target pengiriman hingga 100 paket per hari tidak hanya berdampak pada kualitas hidup, tetapi juga meningkatkan risiko kelelahan fisik dan mental.
Beban target yang tinggi juga berpotensi meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas, karena kurir sering kali harus mengorbankan keselamatan demi memenuhi tenggat waktu.
"Kondisi ini tidak hanya merugikan kurir, tetapi juga dapat memengaruhi kualitas layanan perusahaan logistik secara keseluruhan," tambah Nailul Huda.
Baca Juga:
Perlindungan sosial bagi kurir juga menjadi perhatian serius. Meskipun undang-undang mengharuskan perusahaan untuk mendaftarkan pekerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, kenyataannya banyak kurir belum mendapat akses perlindungan ini. Laporan Kementerian Ketenagakerjaan (2022) menyebutkan bahwa mayoritas perusahaan logistik belum sepenuhnya mematuhi peraturan ini.
Melihat pesatnya pertumbuhan pasar jasa pengiriman, pemerintah dan perusahaan logistik perlu memastikan kesejahteraan kurir sebagai bagian penting dari ekosistem perdagangan daring. Nailul Huda menekankan,
"Perusahaan perlu memperhatikan insentif yang layak, jam kerja yang manusiawi, dan jaminan sosial yang memadai bagi kurir."
Dengan langkah-langkah ini, industri logistik Indonesia tidak hanya dapat terus bertumbuh, tetapi juga memastikan bahwa para pekerja di sektor ini mendapatkan hak dan kesejahteraan yang seharusnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 24 Dec 2024
22 hari yang lalu
2 bulan yang lalu