Cerita Permampu Rayakan Hari Perempuan Sedunia, Soroti Kasus Perkawinan Anak yang Memiskinkan, Simak Penjelasannya

Minggu, 10 Maret 2024 17:05 WIB

Penulis:Nila Ertina

Cerita Permampu Rayakan Hari Perempuan Sedunia, Soroti Kasus Perkawinan Anak yang Memiskinkan, Simak Penjelasannya
Cerita Permampu Rayakan Hari Perempuan Sedunia, Soroti Kasus Perkawinan Anak yang Memiskinkan, Simak Penjelasannya (ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Peringatan Hari Perempuan Sedunia, setiap 8 Maret kini semakin ramai dirayakan masyarakat Indonesia, terutama kelompok perempuan, organisasi sosial kemasyarakatan bahkan lembaga dan perusahaan negara.

Beragam cara dilakukan untuk memeringati International Women's Day dari berbagai pelosok Indonesia, seperti di Jakarta, Aliansi Masyarakat Sipil bersatu berunjukrasa di depan Istana Negara menyampaikan beragam tuntutan terkait isu politik dan normatif terkait perempuan dan anak serta kelompok marginal.

Konsorsium Perempuan Sumatera MAMPU (Permampu) juga merayakan Hari Perempuan Sedunia, dengan melakukan diskusi kritis secara hybrid. Koordinator Konsorsium Perempuan Sumatera MAMPU (Permampu), Dina Lumbantobing mengatakan peringatan kali ini juga membahas persiapan Musyawarah Nasional (Munas) Perempuan 2024.

Baca Juga:

Diskusi melibatkan sebanyak 439 peserta yang terdiri dari perwakilan perempuan akar rumput dampingan anggota Permampu dengan membahas beragam isu terutama fokus pada perkawinan anak, kata dia dalam siaran pers, yang terima pada Jumat (8/3/2024).

Konsorsium Permampu beranggotakan organisasi perempuan dari delapan  provinsi yaitu: Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung.  

Diskusi yang berlangsung selama dua hari, 8-9 Maret 2024 diikuti, sebanyak 64 perempuan muda, 349 perempuan dewasa (5 diantaranya dengan disabilitas), 1 laki-laki serta menghadirkan enam laki-laki dan enam perempuan dari perwakilan pemerintah desa, 1 laki-laki dan 6 perempuan dari perwakilan Dinas PPPA Kabupaten dan 6 perempuan dari jaringan NGO lokal. Kegiatan ini mengusung tema, "Amplifikasi Suara Perempuan Perdesaan & Perempuan Akar Rumput  untuk Pengakhiran Pemiskinan Perempuan khususnya Pencegahan Perkawinan Anak Perempuan & Usia Dini <19 tahun”

Dina menjelaskan Permampu merayakan dengan menunjukan data-data di lapang dan hasil penelitian mengenai identifikasi perubahan tren perkawinan usia kurang dari 19 tahun setelah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 dan di masa COVID-19 di pedesaan, miskin kota dan daerah 3T di Pulau Sumatera.

Penelitian tersebut melibatkan 1.147 narasumber yaitu 161 laki-laki dan 986 perempuan, usia kurang dari 19 tahun sebanyak 312 orang dan usia diantara 19-44 tahun sebanyak 471 orang dan usia 45-49 tahun 245 orang.

Hasil penelitian ini adalah dasar desain program Permampu yang berbasis data lapang. Dina menyebutkan, penelitian bukan hanya sekedar mengumpulkan dan menganalisis angka, tapi melibatkan perempuan secara bermakna melalui cerita hidup 32 perempuan serupa studi kasus yang selama ini luput dari pertimbangan pengambilan keputusan, sehingga para perempuan korban perkawinan  di bawah 19 tahun terpuruk dan mengalami  pemiskinan.

“Selama ini kita menyebut perkawinan usia anak, akil balig, padahal menurut UU. No 16 tahun 2019 perubahan atas UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, kita tidak boleh menikahkan perempuan dan laki-laki di usia 15, 16, 18  bahkan usia 19. Permampu sendiri pada dasarnya meyakini bahwa usia menikah seyogyanya di atas 21 tahun. Kami setuju dengan BKKBN mengenai usia hal ini," ujar dia.

Temuan Permampu pada 26 desa, 26 kabupaten, di 8 Provinsi adalah sebagai berikut:
1. Angka pemohon dispensasi kawin tinggi.
2. Pasangan yang tidak mengajukan permohonan dispensasi kawin juga tinggi dan tidak terdaftar karena mereka kawin siri, kawin adat dan kawin secara kekeluargaan; bahkan hidup bersama atas persetujuan keluarga.
3. Usia menikah dari 11-18 tahun
4. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) adalah penyebab tertinggi permohonan dispensasi kawin.
5. Perempuan yang mengalami perkawinan kurang 19 tahun rentan mengalami KDRT, perceraian,  miskin dan menjadi beban orang tua.
6. Akses ke kontrasepsi rendah.
7. Anak kurang gizi dan stunting.

Permampu telah merancang desain program hingga 2025 dengan tiga tema besar yaitu: Pertama, akses ke layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi/KSR melalui pengembangan OSS&L (Pusat Pelayanan dan Pembelajaran KSR) yang berbasis di Puskesmas yang Peka GEDSI (Kesetaraan Gender, Disabilitas & Inklusi Sosial). Kedua, kemandirian ekonomi perempuan (muda dan dewasa) & kepemimpinan perempuan. Ketiga, perubahan kebijakan di pemerintah dan norma (keluarga)

Isu perkawinan bawag umur 19 tahun di atas merupakan salah satu isu yang akan dibawa ke Munas Perempuan. Isu lainnya akan didiskusikan  di tingkat desa dan kabupaten, yang  dilakukan secara paralel,  partisipatoris, kritis dan berkelanjutan untuk menggali fakta-fakta di lapang, isu-isu lain yang dihadapi, menganalisisnya secara bertingkat mulai dari desa dampingan, kabupaten hingga tingkat Permampu.

Dalam diskusi dan musyawarah tersebut, Permampu akan mengidentifikasi lima agenda yang berkaitan erat dengan visi, misi dan kerja-kerja Permampu dari sembilan rumusan agenda yang telah diakomodir dalam RPJPN.

Baca Juga:

Kelima agenda adalah poin (3): Pencegahan Kawin Anak (yang dipertajam oleh PERMAMPU menjadi usia ≤19 tahun sesuai UU no.16 tahun 2019), (4): Ekonomi Perempuan, (5): Kepemimpinan Perempuan (dalam hubungannya dengan PEMILU dan Demokrasi yang memburuk akhir-akhir ini) , (6): Kesehatan Perempuan terutama HKSR, dan (8): Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (khususnya Anak Perempuan).

Hasil diskusi kritis, analisis dan rekomendasi dari kelima agenda ini akan dibawa oleh perwakilan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) dan Permampu ke Munas Perempuan Nasional online dan offline yang rencananya akan diselenggarakan di 21 April 2024 di Badung, Bali.

Perempuan, disabilitas dan kelompok marginal harus terus membangun kekuatan untuk menyuarakan agenda-agendanya dalam momentum penyusunan dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN 2025-2029), untuk mengawal perspektif GEDSI melalui forum Musyawarah Nasional. Forum yang diinisiasi untuk aksi kolektif mengawal advokasi dokumen perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah yang akan diselenggarakan pada bulan April 2024 tersebut. Kegiatan ini didukung program INKLUSI yang merupakan kemitraan Australia-Indonesia menuju masyarakat Inklusif bersama 11 mitranya, salah satunya adalah Konsorsium Permampu di Pulau Sumatera.(ril)