Selasa, 21 Oktober 2025 06:59 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA - Gugatan Menteri Pertanian Amran Sulaiman secara perdata terhadap media Tempo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, merupakan bagian kekuasaan memberangus kebebasan pers. Sehingga menjadi preseden buruk bagi demokrasi dan ekosistem pers di Tanah Air.
Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Nany Afrida mengatakan sengketa pemberitaan sudah seharusnya melalui mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Sengketa pers memiliki dua mekanisme, yaitu hak jawab atau koreksi dan penyelesaian di Dewan Pers sebagai mediator, kata dia, pada diskusi publik yang digelar AJI Jakarta di Jakarta pada Senin, (20/10/2025).
Nany mengatakan gugatan Amran dengan nilai Rp200 miliar justru bagian dari membungkam pers karena tak melalui mekanisme pers. “Ini upaya pembungkaman dan pembangkrutan. Ini pengen menutup Tempo,” ujar dia.
Baca Juga:
Perkara gugatan Kementerian Pertanian kepada Tempo telah parkir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 684/Pdt.G/ 2025/PN JKT SEL. Perkara ini muncul setelah Amran mempersoalkan poster berita Tempo berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”.
Judul tersebut mewakili isi artikel yang mengungkap penyerapan gabah oleh Bulog melalui kebijakan any quality dengan harga tetap Rp6.500 per kilogram. Akibat kebijakan ini, petani menyiram gabah yang berkualitas bagus agar bertambah berat. Gabah yang diserap Perum Bulog pun menjadi rusak. Kerusakan gabah juga telah diakui Menteri Pertanian seperti dalam kutipan di artikel berjudul "Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah".
Dalam gugatan ini, Amran mengeklaim, Tempo telah berbuat melawan hukum kepada kementeriannya, sehingga menimbulkan kerugian materil maupun immateril. Menurut penggugat, perbuatan Tempo berdampak pada penurunan kinerja Kementerian Pertanian, mengganggu keberjalanan program dan kegiatan, serta berdampak pada kepercayaan publik terhadap Kementerian Pertanian.
Sementara itu, Nurina Savitri dari Amnesty International Indonesia yang juga mewakili Komite Keselamatan Jurnalis mengatakan, gugatan yang menimpa Tempo merupakan bentuk serangan terhadap jurnalis dan media. Sejak Januari-September 2025, Nurina mengatakan KKJ mencatat jurnalis atau media menjadi korban paling dominan yang mendapat serangan dari aktor negara.
Nurina mengatakan gugatan terhadap media ini juga bukan pertama kali terjadi. Di Makassar, Sulawesi Selatan, sebanyak enam media juga digugat perdata senilai Rp 100 triliun pada Desember 2021. Gugatan ini muncul karena seorang bernama Akbar Amir keberatan karena enam media tersebut menulis dirinya bukan keturunan Raja Tallo. “Ruang sipil untuk mengkritik kebijakan negara sudah sempit, bahkan hilang,” katanya.
Baca Juga:
Pengacara yang juga Kuasa Hukum Tempo dari Lembaga Bantuan Hukum Pers, Wildanu Syahril Guntur, mengatakan Tempo telah memenuhi seluruh rekomendasi Dewan Pers dalam kasus ini. Lima rekomendasi di antaranya mengganti judul di poster yang diunggah di akun Instagram Tempo; menyatakan permintaan maaf; serta melakukan moderasi konten. Sisa poin lainnya berbunyi agar Tempo melaporkan kembali ke Dewan Pers bahwa telah melaksanakan rekomendasi yang diberikan.
Karena itu, Guntur menyayangkan adanya gugatan ini karena telah mengabaikan mekanisme sengketa pers yang diatur dalam UU Pers. Menurut dia, seharusnya semua pihak patuh terhadap Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR) yang dikeluarkan Dewan Pers. “Karena pers sebagai kontrol sosial, perannya penting untuk mengawasi penyalahgunaan kekuasaan. Ketika prosedur ini diabaikan yang harus kita lakukan meluruskan bersama,” katanya.
Di samping itu, Guntur mengajak semua masyarakat untuk mendukung dan mengawal gugatan terhadap Tempo. Menurut Guntur, semua pihak harus mewujudkan cita-cita bersama, yaitu kemerdekaan pers di Indonesia bisa terjaga.(ril)