Inilah Tips CEO Ternak Uang Membangun Perusahaan Start Up dari Nol agar Cuan

Kamis, 14 April 2022 05:11 WIB

Penulis:Nila Ertina

ilustrasi
ilustrasi (ist)

JAKARTA – Membangun start up menjadi passion yang paling diminati generasi milenial sebagai langkah agar cuan, CEO dan Co-founder PT Ternak Uang Nusantara Raymond Chin membagikan tips untuk membangun perusahaan start up dari nol sebelum investor masuk (pra-investor). 

Secara istilah, start up merujuk kepada perusahaan rintisan yang belum terlalu lama beroperasi dan sebagian besarnya masih berada dalam fase pengembangan dan penelitian. Istilah itu juga mengacu kepada perusahaan yang menerapkan inovasi teknologi dalam penerapan bisnisnya. 

Sebelum memaparkan, Raymond menyatakan penafian atau disclaimer bahwa tips yang dipaparkannya bukanlah teori pasti. Ia membagikan tips berdasarkan pengalaman dirinya yang pernah gagal membangun start up sebanyak tujuh kali. 

“Pernah bikin start up lalu diakuisisi, sampai sekarang menjadi CEO Ternak Uang yang berhasil diinvestasi nilainya miliaran rupiah,” ujar Raymond dikutip dari video di kanal YouTube-nya, Rabu, 13 April 2022. 

Baca Juga:

Raymond menerangkan, selain didefinisikan sebagai bisnis yang baru dirintis, start up pun bisa dikonotasikan sebagai bisnis yang memiliki scale opportunity.

Scale artinya bisnis ini bisa tumbuh 10 kali lipat atau ratusan kali lipat dari saat dibangun tanpa cost-nya ikut-ikut naik,” kata Raymond. 

Raymond menyebut Instagram sebagai contoh bisnis dengan scale opportunity. Saat diakuisisi Facebook, Instagram hanya memiliki belasan karyawan sementara penggunanya sudah mencapai jutaan. 

Menurut Raymond, pada umumnya start up bisa mengalami peningkatan skalabilitas karena bantuan teknologi. Cukup sulit untuk menumbuhkan skalabilitas hingga berkali-kali lipat tanpa bantuan perkembangan teknologi yang ada sekarang. 

Untuk bisa membangun perusahaan start up dari nol sebelum memulai mencari investor, inilah tips-tips dari Raymond:

1. Ide dan tim

Raymond mengatakan, semua start up itu dibangun dengan ide disrupt the market. Maksud dari disrupt the market adalah mengubah cara orang dalam melakukan bisnis dan cara orang mengonsumsi produk seperti yang dilakukan oleh Google, Facebook, Airbnb, Gojek, dan sebagainya. 

“Kita nggak usah muluk-muluk harus punya ide yang benar-benar gede banget. Tapi yang penting di step 0 ini kita punya hipotesa (hipotesis). Kita ngebayangin dunia ini bisa lebih baik dalam bentuk apa?” papar Raymond. 

Baca Juga:

Dalam membangun start up, konstruksi ide harus disertai juga dengan pembangunan tim. Raymond sangat tidak merekomendasikan untuk mendirikan start up sendirian karena pada faktanya, sebagian besar start up yang sukses itu memiliki beberapa founder

“Karena ngebangun start up, again, saya klarifikasi, ini bukan sesuatu hal yang mudah,” kata Raymond. 

Menurut Raymond, ide start up sebaiknya memiliki keunikan dan bisa mengatasi masalah yang cukup besar di masyarakat. Hipotesis masalah harus dibuat meskipun pada akhirnya tidak akan pernah ada yang bisa memastikan ide itu bisa bekerja dengan baik atau tidak. 

Untuk membangun tim, Raymond menyarankan untuk mencari orang-orang yang satu visi dan memiliki kemampuan-kemampuan yang bisa saling melengkapi. 

“Misalnya sevisi adalah sama-sama punya mimpi yang besar, sama-sama ingin solve sesuatu, dan skill-nya komplementer,” ungkap Raymond. 

2. Validasi

Semua start up dimulai dari hipotesis atau anggapan dasar yang akan divalidasi terlebih dahulu sebelum mencari investor. Validasi itu dilakukan untuk menguji ide yang dirancang untuk start up

“Sebelum kita grow the business, grow the start up, kita harus tes dulu di kolam yang lebih kecil. Kira-kira ide ini works, nggak? Orang butuh atau nggak?” kata Raymond. 

Validasi pada gilirannya akan menjadi pijakan bagi sebuah ide yang membuatnya bisa lebih dilirik oleh para investor. Oleh karena itu, validasi lewat pengujian produk adalah hal yang penting. 

Lantas, bagaimana dengan start up yang menawarkan produk bernilai tinggi sehingga membutuhkan modal banyak? Raymond menyebut Dropbox sebagai contoh.

Dropbox merupakan platform penyimpanan data yang untuk membuat produk awalnya saja membutuhkan biaya yang mahal. Untuk mengatasi masalah tersebut, pengembang Dropbox akhirnya membuat video yang merepresentasikan bagaimana platformnya akan bekerja. 

Dengan kata lain, ide start up tidak harus selalu langsung menawarkan produk yang sudah jadi untuk melakukan validasi, tapi juga bisa dengan membuat simulasi yang dihadirkan lewat beragam media. 

3. Membangun traction 

Menurut Raymond, traction atau pengembangan bisnis akan terlihat dari angka, seperti jumlah customer, pembelian, dan pemasukan. Sangat penting untuk melihat perkembangan bisnis dari keberhasilan closing produk dan omset yang dihasilkan. 

Walaupun start up yang dibangun belum memberikan keuntungan, hal itu tidak menjadi masalah. Pasalnya, yang paling penting dalam membangun dan mengembangkan start up adalah memvalidasi apakah ide yang ditawarkan dapat benar-benar mengatasi masalah atau membantu customer

Apabila ide sudah tervalidasi, pendiri start up bisa fokus untuk melakukan pengembangan dan melakukan berbagai improvisasi yang hasilnya dibuktikan melalui angka-angka yang disebutkan di atas. 

4. Siap-siap untuk pivot

Seperti yang sudah dipaparkan sebelumnya, membangun start up bukanlah hal yang mudah. Bisa saja ide yang sudah dieksekusi pada akhirnya tidak benar-benar bekerja dengan baik. 

Saat hal itu terjadi, Raymond menyarankan kepada pendiri start up untuk mencari titik permasalahan. Apabila ide secara keseluruhan memang kurang memberikan hasil, maka sebaiknya pertimbangkan untuk pivot atau ganti haluan. 

“Kalau misalnya ide 1 nggak works, kita coba ide 2. Jadi kita ulang terus sampai kita ketemu product fit,” ucap Raymond. 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Idham Nur Indrajaya pada 13 Apr 2022