IPO Start Up, Hadapi Tantangan Model Bisnis Kekinian

Rabu, 11 Desember 2019 18:43 WIB

Penulis:Redaksi

Ilustrasi IPO
Ilustrasi IPO

Jakarta, 9 Desember 2019 – Model bisnis kekinian yang kebanyakan menjadi fokus perusahaan rintisan (startup) merupakan suatu kebutuhan dalam era milenial. Peluang yang menjanjikan namun memiliki tantangan yang sangat besar dalam industri ini, initial public offering (IPO) menjadi sangat menarik dikalangan perusahaan rintisan.

Memperoleh modal usaha dari pasar modal tentunya menjadi dambaan banyak perusahaan startup. Hanya saja, tidak setiap perusahaan rintisan memiliki peluang yang sama untuk mendapatkan kepercayaan investor dan mengantongi dana segar melalui IPO.

Direktur Anugrah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, saat ini otoritas bursa membuka pintu selebar-lebarnya untuk berbagai perusahaan, termasuk perusahaan start up, dalam mendapatkan dana segar melalui IPO di bursa efek. Namun perusahaan tersebut tentu harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh otoritas bursa. Dan untuk memenuhi persyaratan tersebut tentu membutuhkan biaya.

”Biasanya jika go public maka laporan keuangan harus diaudit, menunjuk notaris, lalu konsultan hukum, dan menyiapkan dokumen tentang prosedur pendaftaran hingga underwriter. Ini tentu jadi masalah bagi perusahaan tertentu, karena biayanya yang lumayan tinggi untuk melakukan go public,” katanya.

Hans mencontohkan bagi perusahaan yang ukurannya start up kecil dengan nilai Rp10 miliar dan start up yang ukurannya relatif besar dengan nilai Rp300 miliar, kerjanya sama namun pendanaan yang didapatkan bisa berbeda. “Ini adalah challenge. Dan kita harus memahami banyaknya aturan yang ada akan menghalangi start up kecil untuk go public,” katanya.

Meski demikian, Hans melihat perusahaan start up kecil kedepannya dapat sukses dilihat dari bisnis yang dijalankannya. Contohnya saja start up bidang properti co-living seperti PT Hoppor International (Kamar Keluarga) yang trennya mengalami perkembangan yang pesat. Dimana kaum milenial lebih senang berwisata atau menggali pengalaman sehingga membutuhkan tempat tinggal sementara. Begitu juga saat mereka memilih rumah yang kecil dan efisien hanya untuk sekedar kebutuhan tempat tinggal keluarga kecilnya.

“Inovasi perusahaan start up ini bagus artinya harus kita cerna dan lihat sustainability-nya dan juga demand-nya. Masih sangat rasional kalau perusahaan start up sektor ini listing dan melantai di bursa karena demand dan tren hunian menuju ke arah sana,” terang Hans.

Hal senada juga disampaikan Senior Advisor CSA Research Institute Reza Priyambada. Ia menegaskan perusahaan yang hendak IPO tidak perlu khawatir. Selama perusahaan tersebut merespon kebutuhan dari pasar, maka potensi untuk menjadi besar sangat terbuka lebar.

“Perusahaan start up co-living harus melihat potensi dari target pasar yang mereka bidik dan seberapa lama tren ini bisa bertahan. Antisipasinya adalah dengan punya banyak model bisnis yang menyasar milenial awal, kemudian menyasar level eksekutif muda, akan lebih variatif dan stabil,” jelasnya.

Menurutnya perusahaan start up bidang properti seperti ini sangat memungkinkan melantai di bursa. Dengan menyasar berbagai kalangan mulai dari milenial yang cukup sewa, bisa diakomodir saat ingin punya rumah sendiri sehingga bisnisnya bersifat berkepanjangan.

Masuknya PT Hoppor International dalam daftar 17 perusahaan yang akan menggelar IPO di Bursa Efek Indonesia memberikan warna baru bagi para investor.

CEO Kamar Keluarga Charles Kwok menerangkan saat ini pihaknya memiliki lima pilar bisnis yang menjangkau kebutuhan investor. Pertama yaitu pilar bisnis KK Operator, yang focus pada bisnis penyewaan tempat tinggal bagi kaum pekerja milenial. Lalu yang kedua yaitu pilar bisnis KK Development, yang menyasar kaum milenial yang ingin memiliki hunian sendiri dengan harga terjangkau.

“Kami juga memiliki tiga pilar bisnis lain yang dapat memenuhi kebutuhan pasar yang ingin berinvestasi dengan menjadi mitra kami yakni KK BOT (build operate transfer), KK Aset, dan KK Vertikal yang dapat membantu para mitra untuk mencari, membangun dan mengelola properti yang dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar,” tutup Charles.