Senin, 19 Februari 2024 19:08 WIB
Penulis:Susilawati
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menetapkan target ekspor sektor manufaktur pada tahun ini sebesar US$193,4 miliar atau sekitar Rp302 triliun (kurs Rp15.500).
Target yang ditetapkan tahun lalu berhasil tercapai. “Kami optimistis tahun ini bisa tercapai,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam keterangan tertulis pada Senin, 19 Februari 2024.
Kemenperin mencatat ekspor sektor manufaktur pada 2023 mencapai US$186,98 miliar atau sekitar Rp292 triliun. Ini setara dengan 72,24% dari total nilai ekspor nasional sebesar US$ 58,82 miliar (sekitar Rp404 triliun).
Baca juga:
Realisasi ekspor industri manufaktur sepanjang 2023 melebihi target sebelumnya sekitar US$186,40 miliar (sekitar Rp291 triliun). Oleh karena itu, Kemenperin optimistis target tahun ini juga dapat tercapai.
Kelima sektor utama yang memberikan kontribusi terbesar terhadap ekspor manufaktur termasuk industri logam dasar, industri makanan dan minuman, industri barang logam, teknologi informasi dan komunikasi, elektronik, optik, dan peralatan listrik, industri kimia, farmasi, serta obat tradisional, dan industri alat transportasi.
Saat ini, pemerintah sedang mendorong diversifikasi produk ekspor dengan fokus pada peningkatan daya saing dan nilai tambah yang signifikan.
“Oleh karena itu, kami terus bertekad untuk meningkatkan nilai ekspor produk manufaktur, termasuk menambah diversifikasi produknya, yang tentunya mempunyai daya saing dan nilai tambah tinggi,” ujar Agus melalui keterangan resminya.
Agus menyatakan pemerintah terus mendorong komoditas ekspor yang memiliki tingkat kompleksitas atau nilai tambah tinggi, seperti produk olahan nikel, sebagai bagian dari upaya meningkatkan diversifikasi produk ekspor.
“Sebagian besar berupa logam dasar hasil hilirisasi nikel seperti stainless steel ingot dan CRC (bahan pelumas), serta kendaraan roda dua. Selainnya merupakan produk baru dengan low complexity (kompleksitas rendah) seperti aluminium oksida, dan turunan CPO (minyak kelapa sawit),” papar Agus.
Menurut Kemenperin, tren ekspor industri pengolahan nonmigas di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun 2019 hingga 2022. Pada 2019, nilai ekspor produk manufaktur mencapai US$127,38 miliar (sekitar Rp199 triliun), dan meningkat menjadi US$206,06 miliar (sekitar Rp323 triliun) pada tahun 2022.
Menurut Agus, meningkatnya ekspor produk manufaktur diharapkan akan memperkuat neraca perdagangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk meningkatkan ekspor manufaktur, Agus menyatakan Presiden telah membentuk Satuan Tugas Peningkatan Ekspor sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2023.
Satgas ini terbagi menjadi Tim Pengarah dan Tim Pelaksana, yang bertugas mengembangkan sumber daya dan industri ekspor serta merancang strategi untuk meningkatkan peran ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Tugas tim pelaksana, antara lain adalah melakukan pengembangan sumber daya dan industri ekspor termasuk peningkatan produktivitas dan daya saing, serta menetapkan strategi peningkatan peran ekspor,” tuturnya.
Agus juga menjelaskan, komitmen pemerintah terhadap hilirisasi industri dengan tujuan meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di Indonesia. Hal ini sejalan dengan larangan ekspor bahan mentah yang telah diterapkan.
“Seperti yang Bapak Presiden Jokowi sampaikan bahwa sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju, jika negara-negara lain telah memiliki ketergantungan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh negara maju tersebut,” imbuhnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 19 Feb 2024