Kontroversial Yusril Ihza Mahendra: Pejabat di 6 Presiden, Sebut Kasus 1998 bukan Pelanggaran HAM Berat

Selasa, 22 Oktober 2024 10:35 WIB

Penulis:Nila Ertina

Kontroversi Yusril Ihza Mahendra: Pejabat di 6 Presiden, Sebut Kasus 1998 bukan Pelanggaran HAM Berat
Kontroversi Yusril Ihza Mahendra: Pejabat di 6 Presiden, Sebut Kasus 1998 bukan Pelanggaran HAM Berat (ist)

JAKARTA - Yusril Ihza Mahendra yang merupakan  seorang advokat dan akademisi hukum tata negara, kembali mendapat peran penting dalam pemerintahan. Dia diangkat  sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan oleh Presiden Prabowo Subianto.

Namun ungkapkannya, Senin (21/10/2024) Yusril yang menegaskan  beberapa tahun belakangan ini tidak terjadi kasus pelaggaran HAM berat di Indoeneisa.

"Enggak (kasus 98 bukan termasuk pelanggaran HAM berat," kata dia, mengutip vivanews.

Kalimat yang disampaikannya tersebut, tentunya bertolak belakang dengan perjuangan korban kasus 1998 yang hingga kini masih terus berlanjut, termasuk dengan melaksanakan aksi kamisan.

Baca Juga:

Sebagai Menko Hukum dan HAM, Yusril bertanggung jawab untuk melaksanakan misi Astacita, yang merupakan delapan agenda utama pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Misi ini mencakup memperkokoh ideologi Pancasila, mengembangkan demokrasi, serta menegakkan hak asasi manusia dan kesetaraan gender Yusril juga ditugaskan untuk memberantas korupsi, narkoba, dan melakukan reformasi hukum serta birokrasi.

Namun, tantangan yang dihadapi Yusril tidaklah ringan. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyoroti perlunya menyelesaikan beberapa RUU penting, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) dan RUU Masyarakat Adat. 

Selain itu, revisi UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan ratifikasi Optional Protocol to the Convention Against Torture (OPCAT) menjadi agenda mendesak yang harus ditangani.

Di sektor imigrasi, Yusril dihadapkan pada masalah yang sering terjadi terkait warga negara asing (WNA) di Indonesia, terutama di kawasan wisata seperti Bali. 

Kasus pelanggaran izin tinggal, prostitusi, dan perdagangan narkoba menjadi tantangan yang memerlukan strategi penanganan yang komprehensif dan berkelanjutan. Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya tugas yang diemban Yusril dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Salah satu aspek yang memerlukan perhatian serius adalah kondisi lembaga pemasyarakatan (lapas) di Indonesia, yang saat ini mengalami overcapacity. Tragedi kebakaran di Lapas Tangerang, yang menewaskan 49 warga binaan, menjadi pengingat akan urgensi reformasi sistem pemasyarakatan. 

Yusril harus memastikan bahwa sistem pemasyarakatan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Jejak Panjang Yusril Sejak Zaman Soeharto

Yusril lahir pada 5 Februari 1956 dan memiliki latar belakang pendidikan yang kuat di bidang hukum. Sebelum terjun ke dunia politik, ia adalah Asisten Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) dan diangkat sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara pada tahun 1998. 

Selama masa kuliahnya di Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra menunjukkan ketertarikan yang mendalam terhadap organisasi kemahasiswaan, khususnya melalui keanggotaannya di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). 

Dalam organisasi ini, ia tidak hanya aktif berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang mengembangkan wawasan politik dan sosial, tetapi juga menempati posisi penting sebagai anggota Majelis Pekerja Kongres PB HMI. 

Di bawah kepemimpinan Ketua Umum PB HMI, Abdullah Hehamahua, Yusril terlibat dalam perumusan kebijakan dan strategi organisasi yang bertujuan untuk memberdayakan mahasiswa dan meningkatkan peran serta pemuda dalam pembangunan bangsa. 

Pengalamannya di HMI memperkaya perspektifnya tentang dinamika politik dan sosial di Indonesia, serta menajamkan keterampilan kepemimpinan dan orasinya.

Karier politiknya dimulai sebagai penulis pidato untuk Presiden Soeharto dan B.J. Habibie, serta berkiprah sebagai anggota DPR/MPR. Yusril juga yang menulis pidato pengunduran diri Presiden Soeharto yag fenomenal. Pengalaman ini memberi Yusril wawasan mendalam tentang seluk-beluk pemerintahan dan politik di Indonesia.

“Naskah itu dibacakan oleh Presiden Soeharto di hadapan umum, di Istana Negara, pada tanggal 21 Mei 1998. Saya sendiri ada di situ, sebagai saksi sejarah dari peristiwa ketatanegaraan yang langka terjadi di negara kita,” ujar Yusril dalam blog pribadinya.

Sebagai sosok yang memiliki rekam jejak panjang dalam pemerintahan, Yusril pernah menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM kabinet Gotong Royong di era Presiden Megawati Soekarno Putri, serta Menteri Sekretaris Negara kabinet Indonesia Bersatu era Presiden SBY. 

Ia juga aktif dalam organisasi internasional seperti ASEAN dan Asian-African Legal Consultative Organization (AALCO), serta pernah memimpin delegasi Indonesia di PBB dalam berbagai konvensi internasional. Pengalamannya ini membuatnya memahami pentingnya hubungan internasional dalam penegakan hukum.

Yusril juga dikenal sebagai pendiri Partai Bulan Bintang (PBB), yang diharapkan dapat menjadi platform untuk mewujudkan nilai-nilai politik dan hukum yang lebih adil di Indonesia. Ia terpilih kembali sebagai Ketua Umum PBB dalam periode 2015 dan 2020 secara aklamasi, menunjukkan dukungan yang kuat dari kader partainya.

Baca Juga:

Dengan berbagai tantangan di depan mata, Yusril diharapkan dapat memanfaatkan pengalamannya untuk mencapai tujuan-tujuan nasional yang telah ditetapkan. 

Masyarakat Indonesia menanti langkah-langkah konkret dari Yusril dalam menghadapi isu-isu mendesak, terutama dalam hal hak asasi manusia, imigrasi, dan pemasyarakatan. Keberhasilan Yusril dalam menjalankan tugas barunya akan menjadi tolok ukur efektivitas kabinet Prabowo-Gibran dan harapan bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia.

Dalam perjalanan karier yang telah membawa Yusril ke berbagai posisi penting, kini ia dihadapkan pada tantangan baru yang membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan visi yang jelas. Dengan komitmen dan dedikasinya, Yusril Ihza Mahendra diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan dalam menciptakan sistem hukum yang lebih baik, adil, dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 21 Oct 2024