Jumat, 19 Juli 2024 08:08 WIB
Penulis:Susilawati
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) saat ini tengah melakukan penelitian intensif untuk mengembangkan bahan bakar minyak (BBM) baru yang lebih ramah lingkungan.
BBM jenis baru ini diharapkan memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah, sehingga dapat mengurangi emisi polusi udara yang semakin meresahkan.
Kualitas udara yang tercemar menjadi perhatian serius pemerintah, guna menanggulangi masalah tersebut, salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah melalui penggunaan BBM dengan kandungan sulfur rendah. Dengan demikian, diharapkan emisi polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor dapat diminimalisir.
"Kita kan sekarang ini udara kita banyak tercemar, jadi alternatifnya adalah menggunakan BBM dengan kandungan sulfur rendah ini untuk menjaga kesehatan kita," terang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, di Jakarta.
Pada akhir masa jabatannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para pembantunya giat mempromosikan penggantian bertahap BBM fosil, khususnya bensin, dengan bioetanol.
Baca juga:
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, melihat bioetanol mampu menurunkan kadar sulfur dari 500 ppm menjadi 50 ppm.
Menurut Luhut, pengurangan kandungan sulfur ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga dapat memberikan dampak positif bagi sektor kesehatan.
Luhut menambahkan pengurangan kandungan sulfur dalam BBM dapat menghemat beban Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan hingga Rp38 triliun.
"Dengan pengurangan sulfur ini, kita dapat mengurangi dampak penyakit pernapasan (ISPA) dan menghemat hingga Rp 38 triliun untuk pembayaran ekstra BPJS Kesehatan," komentar Luhut di salah satu akun media sosialnya.
Hal ini disebabkan oleh berkurangnya kasus penyakit pernapasan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang sering kali dipicu oleh polusi udara. Diketahui penyakit akibat pernafasan menjadi salah satu penyakit dengan tingkat klaim tertinggi yang ditanggung BPJS.
Sampai pertengahan 2024, industri bioetanol di Indonesia telah berkembang dan memiliki13 produsen yang tersebar di 11 wilayah. Kapasitas produksi total mencapai 365.000 kiloliter per tahun. Namun, perkembangan ini belum sepenuhnya optimal untuk sektor energi nasional.
Dari 13 produsen tersebut, baru 4 yang memiliki teknologi untuk menghasilkan etanol kualitas bahan bakar (fuel grade). Mayoritas produsen, yaitu 9 lainnya, masih fokus memproduksi etanol untuk industri makanan dan farmasi.
pada tahun 2023 PT Pertamina (Persero) meluncurkan Pertamax Green 95. Produk ini merupakan hasil pencampuran 5% etanol ke dalam bahan bakar RON 92 dan 98.
Pertamina menargetkan perluasan distribusi Pertamax Green 95 hingga akhir 2024. Rencana ini mencakup penyediaan bahan bakar ramah lingkungan tersebut di 100 SPBU, terutama di wilayah Jawa dengan fokus utama di kawasan Jabodetabek.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 19 Jul 2024