Rabu, 26 November 2025 09:00 WIB
Penulis:Nila Ertina

Oleh: Delpen, Muhammad Risky pratama, Ferdinan Ahyudah Pahlevi*
MASJID Ki Muara Ogan di Kecamatan Kertapati, kembali menjadi sorotan setelah kajian terbaru menegaskan pentingnya jejak arsitektur Islam Melayu yang tersimpan dalam bangunan bersejarah tersebut.
Masjid yang didirikan oleh ulama besar Palembang, Kiai Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud akrab dikenal sebagai Ki Marogan pada tahun 1871 M ini, disebut sebagai salah satu ikon perkembangan Islam di Sumatera Selatan.
Berlokasi strategis di pertemuan Sungai Musi dan Sungai Ogan, masjid ini sejak awal menjadi, pusat kegiatan keagamaan sekaligus tempat berkumpul masyarakat setempat.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangunan ini awalnya digunakan untuk salat dan belajar agama bagi keluarga serta masyarakat Kampung Karang Berahi, sebelum akhirnya diwakafkan dan ditetapkan sebagai masjid jami’ pada akhir abad ke-19.
Perpaduan Arsitektur Cina, India, Arab, dan Melayu
Salah satu temuan yang paling menonjol dalam penelitian tersebut adalah karakter arsitektur masjid yang memadukan unsur budaya Melayu dengan pengaruh Cina, India, hingga Arab.
Atap tumpang tiga yang menjadi ciri khas masjid tradisional Palembang melambangkan tiga tingkatan spiritual: Islam, Iman, dan Ihsan.
Struktur utama bangunan ditopang oleh 16 pilar kayu unglen yang terkenal kuat dan tahan lama.
Pengaruh Cina terlihat pada ornamen atap dan detail dekoratif yang menyerupai bentuk naga dan bunga teratai.
Unsur Eropa pun hadir melalui penggunaan kaca patri dan ventilasi bergaya kolonial. Seluruh perpaduan ini menjadikan masjid sebagai bukti nyata asimilasi budaya yang berlangsung harmonis di Palembang sejak masa Sriwijaya hingga era Kesultanan.
Makna Filosofis dalam Setiap Elemen Bangunan
Setiap bagian masjid diperkaya dengan nilai filosofis. Desain yang sederhana tanpa ornament berlebihan menjadi simbol kesederhanaan dan ketundukan kepada Allah.
Atap bertingkat yang mengerucut ke atas menggambarkan konsep tauhid, sementara penggunaan bahan kayu alami
menegaskan kedekatan masyarakat Melayu dengan alam.
Ruang serambi yang luas menunjukkan karakter masyarakat Palembang yang mengedepankan kebersamaan, gotong royong, serta keterbukaan terhadap pendatang nilai yang sejak dulu menjadi identitas penting kota ini.
Warisan Ki Marogan yang Terus Hidup
Masjid Ki Muara Ogan tidak hanya menjadi saksi sejarah perkembangan Islam, tetapi juga pusat penyebaran ilmu agama.
Ki Marogan dikenal memiliki banyak murid, termasuk tokoh
besar seperti Kiai Kemas Haji Abdulrahman Delamat, pendiri Masjid Al-Mahmudiyah Suro 32 Ilir.
Aktivitas pengajian, wakaf, dan dakwah yang diwariskan Ki Marogan masih dirasakan hingga kini.
Dalam konteks masa kini, masjid ini bahkan menjadi rujukan bagi arsitek dan akademisi yang ingin mengembangkan desain masjid modern berbasis budaya lokal dan prinsip keberlanjutan.
Identitas Palembang yang Tak Lekang Zaman
Peneliti menegaskan bahwa Masjid Ki Muara Ogan merupakan salah satu bukti paling kuat bahwa budaya Melayu Palembang mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai spiritual dan kearifan lokal.
Perpaduan identitas budaya dan nilai Islam membuat masjid ini tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga ikon warisan budaya dan destinasi wisata religi yang terus menarik perhatian masyarakat dan peneliti.
Dengan sejarah panjang dan keberlanjutan fungsinya hingga saat ini, Masjid Ki Muara Ogan dipandang sebagai salah satu pilar penting dalam menjaga identitas Islam Melayu di Kota Palembang, sebuah warisan yang perlu terus dijaga untuk generasi mendatang .
*Mahasiswa Prodi Jurnalistik UIN Raden Fatah Palembang, Angkatan 2023