Mayoritas Investor di Indonesia Makin Lirik Reksa Dana, Dampak Meningkatnya Inflasi dan Suku Bunga

Senin, 12 Desember 2022 19:21 WIB

Penulis:Susilawati

IHSG Ditutup Melemah.jpg
Karyawan melintas di depan layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI) Jakarta, Senin, 9 Mei 2022. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia (trenasia.com)

JAKARTA - Sebagai dampak dari meningkatnya inflasi dan suku bunga, mayoritas investor di Indonesia melirik reksa dana. Hal tersebut terungkap dalam studi Schroders Global Investor bertajuk The Call For Expert Guidance In Unsettling Times.

Dalam studi tersebut, terungkap 78% orang-orang di Indonesia mengubah strategi investasi mereka sehubungan dengan meningkatnya inflasi.

Selain itu, mengingat bahwa kinerja investasi terkait dengan kesejahteraan mental, risikonya sangat tinggi bagi orang-orang di Indonesia. 72%  masyarakat Indonesia percaya bahwa kinerja investasi mereka terdampak langsung pada kesejahteraan mental mereka.

Baca Juga :

“Bahkan investor paling berpengetahuan di Indonesia beralih ke penasihat keuangan untuk membantu mereka menghadapi ketidakpastian. Orang-orang yang lebih cenderung berbicara dengan penasihat keuangan ketika suku bunga naik, dengan persentase: 55% (ahli/mahir), 51% (menengah), dan 39% rudimenter/pemula),” tulis studi tersebut, dikutip Senin, 12 Desember 2022.

Studi Investor Global Schroders 2022 menyurvei lebih dari 23.000 orang yang berinvestasi dari 33 lokasi di seluruh dunia, untuk mengetahui bagaimana orang-orang menghadapi kondisi yang sulit ini. Studi ini berlangsung antara 18 Februari dan 7 April 2022, ketika prospek ekonomi dipandang kurang jelas.

Temuan lainnya,  keahlian manajer investasi semakin banyak dicari oleh orang-orang. 61% mengangap investasi/Reksa Dana yang dikelola oleh manajer investasi lebih menarik daripada enam bulan yang lalu. 

Sementara 45% menganggap investasi/Reksa Dana yang dikelola secara pasif oleh manajer investasi lebih menarik daripada enam bulan yang lalu. Pada akhirnya, kondisi yang tidak menentu ini menekankan perlunya masyarakat di Indonesia untuk mencari panduan para ahli ketika menyangkut investasi mereka.

Adapun secara global, beberapa temuan yang terungkap diantaranya orang-orang mengharapkan tingkat pertumbuhan investasi mereka melambat, tetapi mereka berharap untuk mengalahkan kinerja tahun sebelumnya. Pertumbuhan ekspektasi pengembalian turun menjadi 0,06 poin , dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 0,23 poin % antara tahun 2017 hingga saat ini.

Lalu juga orang yang lebih berpengetahuan bertindak cepat untuk mengubah strategi investasi mereka sehubungan dengan inflasi. 

Sementara 55% orang telah mengubah strategi investasi mereka untuk menanggapi kenaikan inflasi, ini mencapai 80% bagi mereka yang menggambarkan tingkat pengetahuan investasi mereka sebagai ahli atau expert.

Selain itu, orang-orang menghindari kelas aset yang memiliki resistensi rendah terhadap kenaikan suku bunga, tetapi pendapat beragam. Ketika obligasi dan kas agak kurang menarik bagi orang-orang, sejumlah besar orang melaporkan tidak ada perubahan dalam hal seberapa tertariknya mereka pada aset semacam itu, menunjukkan bahwa konsensus belum tercapai.

Orang-orang juga beralih ke keahlian profesional untuk memandu mereka melalui kondisi ekonomi yang tidak pasti. 39% orang cenderung menghubungi penasihat keuangan, dan dana investasi yang dikelola secara aktif menjadi lebih populer, dengan jumlah terbesar (48%) lebih tertarik terhadapnya. Orang-orang dengan pengetahuan investasi ahli (expert) atau mahir (advanced) adalah yang paling tertarik dengan opsi ini.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Yosi Winosa pada 12 Dec 2022