Selasa, 12 Juli 2022 21:42 WIB
Penulis:Susilawati
JAKARTA - Sri Lanka mengumumkan kebangkrutannya lantaran tak mampu membayar utang negara sejumlah US$51 miliar setara Rp764,5 triliun (kurs Rp14.992 perdolar AS).
Sri Lanka berada dalam krisis ekonomi terburuk setelah kehabisan devisa untuk membayar sejumlah impor kebutuhan pokok seperti makanan, bahan bakar, dan obat-obatan.
Nyatanya, bukan hanya Sri Lanka yang mengalami kebangkrutan. Beberapa negara ini Juga dilaporkan berada di ujung tanduk. Berikut daftar sembilan negara yang berada dalam nasib yang sama seperti Sri Lanka.
Baca Juga :
Negara dengan julukan Negeri Seribu Cahaya ini nasibnya juga tidak aman. Pasalnya melonjaknya harga minyak mentah menjadi faktor inflasi hingga lebih dari 21%.
Selain itu nilai mata uang Pakistan, rupee, telah jatuh sekitar 30% terhadap dolar AS pada tahun lalu. Pada akhir Maret lalu, cadangan devisa Pakistan turun menjadi US$13,5 miliar setara Rp202,3 triliun atau setara dengan dua bulan impor saja.
Inflasi yang melambung hingga di atas angka 70% ditambah dengan tingkat pengangguran yang tinggi, membuat Turki terpaksa menggunakan cadangan devisa mereka untuk menangani krisis mata uang yang melanda.
Sementara, utang luar negeri Turki sudah menembus 54% dari PDB negaranya.
Gempuran pandemi COVID-19 serta ketidakstabilan politik menghantam ekonomi Myanmar. Tentara merebut kekuasaan pada Februari 2022 dari pemerintah terpilihnya Aaung San Suu Kyi.
Banyak sanksi yang dijatuhkan pada Myanmar, kini kondisi negara tersebut diperkirakan telah terkontraksi minus 18% pada 2022 dan tidak tumbuh lagi di 2022.
Keruntuhan mata uang, tingkat iflansi tinggi, kekurangan mata uang dan meningkatnya kelaparan membuat Lebanon di hantam nasib yang tidak baik. Lebanon gagal membayar utang mereka senilai US$90 miliar setara Rp1.349,1 triliun. Rasio utangnya pun meningkat hingga mencapai 170% terhadap PDB.
Selain itu perang saudara yang panjang membuat negara ini sulit memulihkan dusfungsi pemerintahan dan serangan teror yang terjadi.
Argentina bangkrut setelah dinyatakan gagal bayar karena tidak bisa melunasi utang ke kreditur. Kebijakan Pemerintah Argentina yang mematok 1 dolar AS sama dengan 1 peso Argentina dinilai menjadi penyebabnya.
Tidak akuratnya nilai mata uang Argentina dengan dolar Amerika Serikat membuat masyarakat panik dan menarik uang merek di bank.
Negara ini pun harus mengumpulkan seluruh kreditur dan me-restrukturisasi utang yang mencapai US$100 miliar atau Rp1.440 triliun pada tahun 2005 dan 2010.
Negeri Seribu Gajah, atau Laos kini sedang menghadapi krisis sejak tahun 2020. Rasio utang pemerintah Laos mencapai 55,6% pada 2020 dan negara tersebut kini memiliki utang senilai US$14,5 miliar setara Rp217,4 triliun kepada krediturnya.
Laos dilaporkan tidak memiliki cukup penerimaan untuk membayar utang. Tak hanya bangkrut, bahkan Laos kini didapuk sebagai negara termiskin di Asia Tenggara.
Dimulai saat Taliban mengambil alih tahun lalu, Afganistan menjadi ikut teseok-seok dari krisis ekonomi. Bantuan asing otomatis terhenti dan melumpuhkan sektor perdagangan. Cadangan mata uang asing senilai US$7 miliar setara Rp104,9 triliun dibekukan.
Hal ini membuat sekira 39 juta penduduk mulai mengalami ancaman kekurangan pangan, dan para pekerja termasuk dokter, guru, perawat tidak dibayarkan selama berbulan-bulan.
Inflasi Mesir melonjak hampir 15% pada April 2022 hal ini menyebabkan kemiskinan hampir sepertiga dari total 103 juta penduduknya.
Akibat program reformasi ambisius pemerintahnya membuat mata uang mereka mengambang dan memangkas subsidi bahan bakar, air, hingga listrik.
Pada 2008, negara ini dilaporkan terlilit utang hingga US$4,5 miliar setara Rp64,8 triliun.
Akibatnya, Tingkat pengangguran di negara ini juga melonjak hingga 80 persen. Tak hanya itu, masyarakat Zimbabwe berhenti membayar pajak dan menggunakan bank. Mereka kini tak lagi menggunakan mata uang nasional sebagai alat transaksi jual beli.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 12 Jul 2022