Pemerintah kembali Usulkan Kebijakan tak Populis, Tambahan Dana Pensiun

Jumat, 13 September 2024 17:58 WIB

Penulis:Nila Ertina

Pemerintah kembali Usulkan Kebijakan tak Populis,  Tambahan Dana Pensiun
Pemerintah kembali Usulkan Kebijakan tak Populis, Tambahan Dana Pensiun (ist)

JAKARTA - Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat mengaku prihatin dengan rencana penambahan dana pensiun untuk pekerja. 

Ia menyebut tambahan dana pensiun belum tepat diberlakukan untuk kondisi saat ini. "Kondisi ekonomi buruh saat ini sedang tidak baik-baik saja," ujarnya, Jumat (13/9/2024).

Mirah menyoroti, sejak tahun 2020-2024 telah terjadi beberapa peristiwa seperti COVID-19, pemberlakuan UU omnibus law cipta kerja, dan pemberlakuan politik upah murah. Hal ini mengakibatkan PHK massal di hampir sebagian besar sektor industri. 

Ketiga peristiwa tersebut merupakan penyumbang terbesar kondisi ekonomi pekerja atau buruh Indonesia memburuk. Saat terjadi  COVID-19, banyak perusahaan  kecil, menengah, dan besar yang mengalami kerugian, salah satunya di sebabkan keputusan Pemerintah saat itu memberlakukan PPKM ( Pembatasan Pergerakan Manusia ). 

Baca Juga:

Sebagian besar perusahaan mengurangi produksi hingga pada akhirnya merugi karena tidak ada konsumen yang membeli. Pada perusahaan yang berbasis ekspor, banyak pihak buyer ( pembeli)  dari luar negeri tidak lagi memesan produksi dari Indonesia. Ini karena di luar negeri juga sedang mengalami guncangan ekonomi disebabkan COVID19.

Penerapan UU Omnibus Law juga membuka peluang untuk perusahaan  melakukan PHK dengan mudah dan murah. Beberapa kasus yang ditemukan ada perusahaan yang mem-PHK pekerja atau buruhnya tidak memberikan uang pesangon karena alasan merugi. 

Belum lagi pasal -pasal yang terkait dengan status buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourching di semua jenis pekerjaan. Penerapan politik upah murah menyebabkan daya beli konsumen menurun. Sehingga hasil produksi berupa barang dan jasa menjadi tidak laku pada akhirnya menumpuk di gudang perusahaan. 

Penumpukan barang menyebabkan perusahaan rugi dan akhirnya tidak sanggup untuk membayar upah buruh dan ujung-ujungnya adalah PHK. “Di sisi lain harga pangan dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi cenderung tidak terkendali,” ujar Mirah. 

Ketika kenaikan Upah Minimum Provinsi ( UMP ) rata-rata naik 3% secara nasional, hal ini tidak diimbangi dengan nilai inflasi yang diatas 3%. Ditambah lagi dengan kenaikan harga pangan dan kebutuhan pokok yang naik rata-rata 20%. Akibatnya, daya beli rakyat rendah sehingga ekonomi bergerak lambat dan melemah.

Lebih lanjut Mirah Sumirat menyampaikan bahwa kelas menengah telah hidup dari tabungannya sejak tahun 2020 dan saat ini tabungan mereka telah habis. Jumlah kelas menengah semakin berkurang karena PHK massal dan untuk mendapatkan pekerjaan baru tidak mudah.

"Jika benar pemerintah jadi melaksanakan rencana untuk memotong upah buruh lewat program dana pensiun, maka dipastikan kelas menengah masuk ke dalam jurang kemiskinan yang semakin dalam," tandasnya 

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Debrinata Rizky pada 13 Sep 2024