Sabtu, 28 Agustus 2021 07:33 WIB
Penulis:Nila Ertina
JAKARTA, WongKito.co - Sebuah penelitian kecil yang dilakukan di Inggris melaporkan mengenai efek samping dari pemberian efek samping dari vaksin COVID-19 Pfizer pada anak-anak yang berusia 12-15 tahun.
Mengutip dari laman The Independent, anak-anak yang berusia antara 12 hingga 15 tahun mengalami efek samping ringan hingga sedang usai menerima vaksin COVID-19 yang diproduksi oleh Pfizer.
Studi tersebut meneliti 27 anak-anak yang orangtuanya telah mencatat efek samping setelah inokulasi.
Dari penelitian tersebut, ditemukan reaksi baik ringan atau sedang yang dialami pada semua anak-anak, kecuali satu orang yang menderita kelelahan parah dan ketidaknyamanan yang dikombinasikan dengan peningkatan agitasi.
Melansir TrenAsia.com, jejaring WongKito.co saat ini, anak-anak berusia antara 12 dan 15 tahun yang secara klinis rentan terhadap COVID-19 atau tinggal dengan orang dewasa yang berisiko tinggi terkena penyakit serius akibat virus, dapat diberikan suntikan vaksin COVID-19.
Penelitian yang dimuat dalam Archives of Disease in Childhood ini merupakan suatu tanggapan atas kekhawatiran orang tua, atas efek samping yang bisa ditimbulkan vaksin COVID-19 yang tidak diketahui pada anak-anak mereka yang memiliki kondisi medis lebih rentan.
Setiap orang tua kemudian diminta untuk mencatat efek samping yang mereka temukan pada anak-anak mereka tersebut. Semua anak yang diteliti tersebut berusia antara 12 dan 15 tahun, dan telah mendapatkan vaksinasi pada bulan Maret atau April tahun ini.
Anak-anak tersebut juga memiliki berbagai kondisi yang memengaruhi otak atau sistem saraf, termasuk cerbal palsy dan distrofi otot. Mereka juga cenderung memiliki kondisi lain seperti epilepsi, kelainan jantung dan masalah pada sistem kekebalan tubuh.
Gejala yang sering dialami setelah dosis pertama yaitu ruam ringan, sakit kepala, diare, sakit leher, dan kemungkinan sakit tenggorokan, yang semuanya hilang dalam waktu 72 jam.
Setelah diberikan dosis kedua, lima anak mengalami gejala muntah, pembengkakan ketiak, diare, dan lecet di sekitar mulut.
Satu anak dalam penelitian ini juga ada yang mengalami kelelahan dan ketidaknyamanan yang parah, dan menjadi lebih gelisah daripada biasanya. Untuk anak yang menderita epilepsi, dilaporkan terdapat peningkatan frekuensi kejang.
Namun, semua efek samping tersebut telah hilang dalam waktu seminggu, menurut penelitian tersebut.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Justina Nur Landhiani pada 27 Aug 2021