PLTU Harus Segera Pensiun, Jadi Titik Berat Transisi Energi. STuEB: Jangan Tambah Lagi!

Rabu, 16 Agustus 2023 20:56 WIB

Penulis:Hafidz Trijatnika

Editor:Hafidz Trijatnika

Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) gabungan 14 lembaga non-pemerintah yang berasal dari 10 provinsi di Pulau Sumatera menyampaikan dokumen masukan kebijakan (policy brief) untuk transisi energi Pulau Sumatera di Sekretariat JETP.
Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) gabungan 14 lembaga non-pemerintah yang berasal dari 10 provinsi di Pulau Sumatera menyampaikan dokumen masukan kebijakan (policy brief) untuk transisi energi Pulau Sumatera di Sekretariat JETP. (Handout/STuEB for WongKito)

PALEMBANG, WongKito.co - Jejaring Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) menyampaikan dokumen masukan kebijakan (policy brief) untuk transisi energi Pulau Sumatera, di Sekretariat Just Energy Transition Partnership (JETP), yang terletak di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Jejaring STuEB merupakan gabungan 14 lembaga non-pemerintah, yang berasal dari 10 provinsi di Pulau Sumatera. Penyampaikan masukan kebijakan itu, disertai aksi puluhan orang di depan Kantor Kementerian ESDM.

Aksi itu dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan masukan kepada Sekretariat JETP, tentang skema pemensiunan PLTU batubara di Sumatera. Sekaligus dimaksudkan untuk mengabarkan, bagaimana dampak dari beroperasinya PLTU batubara di Pulau Sumatera.

Juru bicara STuEB sekaligus Direktur Program dan Juru Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia, Olan Sahayu berujar, dua dokumen yang disampaikan ke Sekretariat JETP yaitu pemensiunan segera PLTU batubara di Sumatera dan demokratisasi energi. Seharusnya menjadi dokumen pandu dalam proses penyusunan skema transisi energi yang sedang disusun oleh Sekretariat JETP.

“Transisi energi harus menitikberatkan pada penutupan PLTU batubara yang terbukti telah menyengsarakan rakyat di tapak. PLTU juga merupakan kontributor emisi karbon yang memperparah krisis iklim,” kata Olan.

Seperti halnya yang terjadi di PLTU Keban Agung, Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan. Anggota STuEB sekaligus Koordinator Sumsel Bersih, Boni Bangun mengatakan,  aktivitas pembuangan limbah B3 berupa abu (fly ash dan bottom ash) hasil dari aktivitas PLTU Keban Agung di areal terbuka, menimbulkan pencemaran udara di sekitar Desa Muara Maung,  Kabupaten Lahat . Dampaknya,  kesehatan masyarakat dipertaruhkan, terutama gangguan pernapasan.

Sementara itu, Sumiati Surbakti dari Yayasan Srikandi Lestari menyampaikan,  dampak kesehatan yang dialami warga di ring satu PLTU batubara sangatlah serius dan harus menjadi perhatian dan pertimbangan mendasar untuk segera memensiunkan PLTU batu bara di Sumatera.

Contohnya, Sumiati mengatakan, operasional PLTU Pangkalan Susu di Sumatera Utara, membuat 333  orang mengalami penyakit kulit, ISPA, hipertensi, paru hitam dan tiroid.

Perwakilan LBH Padang Alfi Syukri berujar,  tidak hanya Jakarta yang mengalami polusi, daerah sekitar PLTU juga mengalaminya. Salah satunya, di Sijantang Koto, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, tempat beroperasinya PLTU Ombilin dari tahun 1996.

PLN dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), melakukan cek kesehatan 53 orang murid SD Sijantang tahun 2017, dengan hasil 33 orang murid mengalami gangguan fungsi paru. Dampak kesehatan ini selaras dengan data kesehatan dengan data BPS, bahwa ISPA selalu masuk penyakit 10 besar di Kecamatan Talawi, dan 3 kecamatan lainnya di Sawahlunto.

“Setelah  peristiwa tersebut telah diberikan sanksi proper hitam pada tahun 2018. Namun tidak ada sikap yang serius memperhatikan, menanggulangi, dan memulihkan kesehatan sampai saat ini, setelah 5 tahun dari sanksi, oleh pihak PLTU maupun Pemkot Sawahlunto,” kata Alfi.

Ditegaskan pula, bahwa PLTU Batubara Tenayan Raya, Pekanbaru, Riau menjadi salah satu pencemar utama Sungai Siak yang mengakibatkan nelayan Okura kehilangan mata pencaharian.

Wira Ananda perwakilan dari LBH Pekanbaru menyatakan,  berdasarkan laporan pelaksanaan, persyaratan, dan kewajiban izin lingkungan PLTU Tenayan Raya periode semester I tahun 2020, hasil pemantauan kualitas air permukaan di perairan sekitar jetty diketahui melebihi baku mutu lingkungan hidup.

Secara keseluruhan, proyek-proyek PLTU batubara telah menghancurkan sumber kehidupan dan ancaman kesehatan serta keselamatan lingkungan yang dipaparkan lebih jelas dalam dokumen masukan kebijakan (policy brief) yang telah disampaikan Jejaring STuEB kepada perwakilan Sekretariat JETP. (*)