Palembang
Senin, 16 Desember 2024 12:10 WIB
Penulis:Susilawati
Editor:Nila Ertina
JAKARTA, WongKito.co - Menyambut tahun 2025, PT Titan Infra Sejahtera (TIS) mengumumkan rencana melantai di bursa. PT TIS bersiap melakukan Initial Public Offering (IPO) atau penawaran saham perdana itu pada 2025. Sebagai informasi, TIS adalah perusahaan penyedia jasa infrastruktur yang beroperasi di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Perusahaan ini mempunyai dua anak usaha, yakni PT Servo Lintas Raya (SLR) dan PT Swarnadwipa Dermaga Jaya (SDJ). SLR mengoperasikan 118 KM jalan hauling sedangkan SDJ mengoperasikan pelabuhan di Sungai Musi untuk mengapalkan komoditas yang diangkut.
Presiden Direktur PT SLR/ PT SDJ Victor B. Tanuadji menjelaskan pilihan melantai di bursa berdasarkan pertimbangan bahwa inti bisnis TIS di bidang infrakstruktur lebih bisa “mendekati” kepentingan investor yang peduli dengan isu lingkungan.
"Ini memang infrastruktur saja, tidak ada tambang di dalam TIS," kata Victor, dalam siaran pers yang diterima, Senin (16/12/2024).
Baca Juga:
Ia mengungkapkan optimistis saham TIS akan diterima pasar.
Sebagai gambaran earning before interest, tax, depreciation, and amortization (EBITDA), istilah umum untuk menggambarkan performa keuangan sebuah perusahaan, tahun lalu TIS mencatatkan EBITDA sebesar US 100 juta.
"Tahun ini kami optimis angka itu akan bertambah," timpal Direktur Operasi PT Titan Infra Energy, holding TIS, Suryo Suwignjo.
Lebih jauh Suryo menjelaskan, revenue atau pendapatan TIS berkait langsung dengan seberapa besar komoditi utama yang diangkut yaitu batubara melewati jalan hauling SLR dan yang dikapalkan SDJ.
Tahun ini, misalnya, besaran batu bara yang lewat dan dikapalkan TIS sebanyak 21 juta ton, meningkat sekitar 15 persen dari tahun 2023 yang sebesar 18 juta ton. Dan tahun depan diperkirakan menjadi 27 juta ton.
Yang menarik, Victor menambahkan, sejak tahun ini, PT Bukit Asam Tbk, mulai mengirimkan produksi batu bara mereka melalui jalur dan pelabuhan batu bara TIS. Tentu ini membawa angin segar bagi perusahaan.
Dia meyakini, batu bara Bukit Asam yang melewati jalan TIS dari tahun ke tahun akan terus bertambah. Apalagi di tengah harga batubara yang relatif stabil di harga US 125 dolar per ton.
Bahkan untuk mengantisipasi terjadi bottle neck, penyumbatan di jalur lalu lintas, akibat lonjakan angkut dan pengapalan itu, tahun ini TIS sudah menambah jumlah pelabuhan dari 2 menjadi 3 pelabuhan dengan 5 konveyor. Rencananya, tahun depan akan menambah 1 konveyor lagi.
Victor optimistis masa depan perusahaannya cemerlang di masa depan. Dia menjelaskan, Indonesia sebagai negara produsen dan eksportir utama batubara termal di dunia, saat ini pasokan batu bara didominasi tambang-tambang yang ada di Kalimantan. Masalahnya, biaya stripping atau pengedukan batubara di Kalimantan sudah semakin mahal lantaran usia penambangan yang sudah cukup lama. Dengan biaya pengedukan yang kian mahal, harga menjadi tidak kompetitif.
"Ruang inilah yang menjadi masa depan kami," ujar dia.
Optimisme tersebut tidak berlebihan. Fakta menunjukkan, saat ini Sumatera adalah penghasil batu bara terbesar ke dua di Indonesia. Dan Sumsel, di mana operasi TIS berada, adalah penyumbang terbesar dari produksi batubara di Sumatera.
Baca Juga:
Cadangan batu bara di Sumsel tercatat sebanyak 9,3 miliar ton. Jumlah ini 25 persen dari cadangan batu bara nasional yang mencapai 37,6 miliar ton. Konsentrasi tambang batubara di Sumseln berada di tiga wilayah kabupaten, yakni Muara Enim, Lahat, dan Ogan Komering Ulu. Di Muara Enim saja setidaknya ada 29 izin usaha pertambangan yang keluarkan pemerintah.
Tahun ini, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumsel menargetkan produksi batu bara mencapai 131 juta ton.
Angka-angka itulah masa depan TIS. Ketika lumbung batu bara di Kalimantan mulai menipis dan biaya produksi makin mahal, tak pelak batu bara Sumsel akan dilirik pembeli.
Lantas, berapa besar TIS akan melepas sahamnya ke publik. Dengan diplomatis Suryo mengatakan, “Sesuai aturan bursa minimal kami akan melepas saham sebesar 10 persen”.(*)