Wacana PPKM Darurat Diperpanjang 6 Minggu, Ini Penjelasannya

Selasa, 13 Juli 2021 06:04 WIB

Penulis:Redaksi

Editor:Nila Ertina

Badut-Kampanye-Pakai-Masker-4.jpg
Kampanye pakai masker di Jakarta

JAKARTA WongKito.co – Pemerintah mewacanakan akan memperpanjang PPKM darurat hingga enam bulan pascapenerapan pertama, hal itu menjadi salah satu upaya menekan kasus COVID-19  sejak bulan Juni perlu diwaspadai. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam agenda Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR dengan Menkeu dan Gubernur Bank Indonesia mengatakan rencana tersebut harus dijalankan untuk menekan penyebaran kasus penyebaran COVID-19.

 “PPKM Darurat selama empat hingga enam minggu dijalankan untuk menahan penyebaran kasus,” katanya, melansir TrenAsia.com, jejaring WongKito.co, kemarin. 

Terkait hal ini, Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Econmics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menyebut, dampaknya akan berbuntut pada penurunan ekonomi, salah satunya kinerja industri.

“Sektor-sektor yang paling menjadi sasaran pembatasan akan mengalami penurunan pendapatan sangat signifikan,” ujarnya melalui pesan singkat.

Ia menyebut, transportasi, restoran, dan ritel, menjadi sektor utama yang terdampak. Bahkan, kemungkinan terburuk perusahaan akan mengalami penurunan jumlah tenaga kerja atau merumahkan sebagian karyawan.

Hal ini juga sesuai dengan prediksi dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Jawa Barat. Diperkirakan, pusat perbelanjaan atau mal yang ada di Kota Bandung secara total mengalami kerugian sebesar Rp27,5 miliar per hari.

“Dampak per hari itu Rp27,5 miliar, itu hitungan 22 mal. Satu mal itu merugi sekitar Rp1,2 miliar rata-ratanya,” Sekjen APPBI Jawa Barat Satriawan Natsir dalam diskusi daring bersama Pemkot Bandung, Jawa Barat, dilansir Antara.

Kemudian, pemutusan hubungan kerja (PHK) rata-rata menimpa nasib dari penjaga toko, petugas keamanan, petugas kebersihan, dan pegawai lainnya.

Antisipasi Lewat Bansos

Senada dengan Faisal, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Menurutnya, keputusan ini akan berdampak terhadap bisnis perusahaan.

“Banyak perusahaan yang tidak sanggup bertahan, gelombang PHK menjadi nyata. Tingkat pengangguran akan meningkat signifikan,” ujarnya.

Kemungkinan terburuk ini, katanya, perlu diantisipasi oleh pemerintah, terutama terkait perlindungan sosial.

Pemerintah sendiri telah menambah anggaran pos perlindungan sosial (perlinsos) dari Rp148,27 triliun menjadi Rp149,08 triliun. Tambahan anggaran ini diperlukan lantaran terdapat perpanjangan masa penerimaan bantuan sosial tunai (BST) selama dua bulan ke depan.

Kemenkeu harus merogoh kocek tambahan sebesar Rp6,1 triliun untuk BST yang menyasar 9,6 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Selain itu, percepatan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa juga dianggarkan Rp28,8 triliun untuk delapan juta KPM.

Percepatan ini juga dilakukan pada program PKH dan kartu sembako. Realisasi PKH dan kartu sembako hingga kuartal II-2021 tercatat sebesar Rp13,96 triliun dan Rp17,75 triliun. (SKO)