KabarKito
Cagub Debat Pelabuhan Tanjung Carat, Pegiat Lingkungan Sampaikan Sikap
PALEMBANG, WongKito.co - Proyek pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, menjadi sorotan dalam Debat Pertama Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel di Palembang, Senin (28/10/2024) malam.
Panggung debat berisi saling tuding mengenai hambatan pembangunan Tanjung Carat. Masing-masing cagub meyakinkan bahwa pembangunan pelabuhan samudera itu akan terealisasi jika terpilih.
Debat diikuti pasangan calon nomor urut 1 Herman Deru - Cik Ujang, nomor urut 2 Eddy Santana Putra - Riezki Aprilia, dan nomor urut 3 Mawardi Yahya - RA Anita Noeringhati.
Baca Juga:
- Datangi Komnas HAM, Koalisi Advokasi Keadilan dan Keselamatan Jurnalis di Tanah Papua Laporkan Kasus Penyerangan Bom Molotov Kantor Jubi
- Capaian Positif, BRI Perkuat Kinerja dengan Laba Rp45,36 Triliun
- Dewan Pers: Berita Kekerasan Seksual Mayoritar belum Patuh KEJ
Sorotan tentang Tanjung Carat bermula ketika Eddy mengajukan pertanyaan terkait infrastruktur terintegrasi kepada Deru. Kemudian, Eddy menyinggungnya lagi ketika bertanya kepada Mawardi tentang pusat pertumbuhan ekonomi.
Pembahasan semakin memanas ketika Deru balik bertanya kepada Eddy kenapa saat menjadi anggota DPR RI dia tidak mendorong realisasi pembangunan Tanjung Carat ke pusat, mengingat Komisi V adalah mitra kerja Kemenhub.
Di sisi lain, Walhi Sumsel menilai, Pelabuhan Tanjung Carat menjadi contoh pembangunan yang mengorbankan lingkungan serta kehidupan warga pesisir dan nelayan. Pembangunannya akan mengancam keberadaan hutan bakau dan Taman Nasional Sembilang yang kaya biodiversitas, termasuk habitat burung migran dari Siberia dan Rusia yang datang setiap tahun.
“Kami berharap pemerintah, para kandidat gubernur, dan pemangku kepentingan berkomitmen dalam menjaga lingkungan hidup dan keadilan bagi masyarakat pesisir. Karena itu, hentikan reklamasi di kawasan pesisir dan transparan dalam prosesnya,” tegas Kadiv Kampanye Walhi Sumsel, Febrian Putra Sopah dikonfirmasi, Rabu (30/10/2024).
Berikut dampak Ekologis dan Sosial dari Proyek Reklamasi Tanjung Carat menurut Walhi Sumsel:
1. Kerusakan Ekosistem Mangrove Hutan bakau adalah benteng alami pantai terhadap abrasi dan bencana seperti tsunami. Kehadirannya sangat penting untuk ekosistem pesisir dan keanekaragaman hayati. Pembangunan KEK berisiko mengurangi luasan hutan bakau, menurunkan kualitas biofisik wilayah pesisir, dan mempercepat erosi pantai.
2. Dampak Reklamasi Pantai Tanjung Carat Rencana reklamasi di Tanjung Carat akan mengeruk pasir laut untuk pematangan lahan, menyebabkan sedimentasi di sungai sekitar dan perubahan arus laut yang akan mengganggu lalu lintas perikanan. Nelayan lokal, yang sebagian besar mengandalkan jaring, pancing, dan bagan, akan terkena dampak buruk dari perubahan lingkungan laut.
3. Potensi Bencana Ekologis Proyek ini meningkatkan risiko banjir dan rob (banjir akibat genangan air laut) akibat perubahan hidrologi serta aliran sungai di area pesisir. Ekosistem perairan, yang rentan terhadap perubahan, akan mengalami ketidakseimbangan ekologis, membahayakan habitat ikan, burung, dan spesies lainnya.
4. Hilangnya Sumber Mata Pencaharian Nelayan KEK ini akan berdampak pada 12 desa di sekitar proyek, dengan mayoritas masyarakatnya menggantungkan hidup pada hasil laut. Penggerusan dan eksploitasi alam ini secara langsung merugikan mata pencaharian nelayan, merampas hak atas ruang hidup mereka, dan menempatkan komunitas pesisir dalam krisis ekonomi.
5. Krisis Iklim dan Ekosistem Global Proyek reklamasi mengancam wilayah lindung dan mempercepat laju perubahan iklim dengan menghilangkan bakau sebagai penyimpan karbon. Hutan mangrove berfungsi penting dalam penyimpanan karbon jangka panjang yang dapat membantu mencegah pemanasan global.
Baca Juga:
- 3 Rekomendasi IESR Hadapi Besarnya Tantangan Transisi Energi
- Siap Dibayarkan15 November 2024, Saham CNMA Meleset Usai Umumkan Dividen Interim Rp416,7 Miliar
- Mau Nonton, Cek Yuk Prediksi Harga Tiket Timnas Indonesia Vs Jepang di Livin by Mandiri
6. Penyempitan Ruang bagi Masyarakat Adat dan Tradisional Pemberian izin pembangunan di area pesisir juga mengabaikan hak-hak masyarakat adat dan nelayan tradisional. Mereka yang telah lama menjaga ekosistem laut kini terancam oleh proyek yang hanya menguntungkan pihak investor, bukan masyarakat. Pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat bukanlah untuk kemakmuran rakyat, melainkan untuk melayani kepentingan investasi semata.
Data Bappeda Sumsel, Pelabuhan Tanjung Carat ditetapkan sebagai lokasi PSN melalui Keputusan Menhub Tahun 2022. Tercatat ada lahan seluas 60 ha berstatus pelepasan kawasan hutan.
Sebelumnya, Pj Gubernur Sumsel, Elen Setiadi mengatakan, Menteri LHK sudah menandatangani SK pelepasannya pada 19 September 2024 lalu. (yulia savitri)