Permampu: Peringati Hari Anak Perempuan Internasional, 1 dari 5 Perkawinan Libatkan Pengantin Anak

Permampu: Peringati Hari Anak Perempuan Internasional, 1 dari 5 Perkawinan Libatkan Pengantin Anak (ist)

PALEMBANG, WongKito.co - Perempuan Sumatera Mampu atau Permampu mengungkapkan sejak 2012, setiap tanggal 11 Oktober diperingati sebagai Hari Anak Perempuan Internasional dengan fokus isu pada penghapusan pernikahan anak.

Namun, data dari Dana Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) meskipun kampanye telah berlangsung selama 11 tahun tetapi satu dari lima pernikahan diketahui masih melibatkan anak perempuan.

Koordinator Konsorsium Permampu, Dina Lumbantobing mengatakan anak perempuan mempunyai risiko lebih besar untuk dipaksa  atau terpaksa melakukan pernikahan.

"Pemaksaan tersebut sebenarnya merupakan salah satu bentuk perbudakan modern," kata dia dalam siaran pers yang diterima redaksi WongKito.co, Rabu (11/10/2023).

Baca Juga:

Ia menjelaskan masa pandemi COVID-19 telah membuat anak perempuan dan perempuan muda semakin rentan dipaksa menikah dengan berbagai alasan.

Karena itu, kampanye penghapusan pernikahan anak sangat penting untuk terus dimasifkan, ujar dia.

Sebelumnya, Direktur Women Crisis Centre atau WCC Palembang, Yesi Aryani mengatakan pemerintah harus lebih gencar dalam menyosialisasikan terkait dengan kesehatan reproduksi (Kespro).

"Bukan hanya sekedar pendidikan seks sejak dini yang harus dimasifkan tetapi kespro juga penting," kata dia, Jumat (6/10/2023).

Ia mengungkapan perkawinan anak tentunya dampaknya sangat kompleks bagi anak-anak perempuan.

Dari sisi kesiapan alat reproduksi belum siap, apalagi dari mental mereka pun sangat belum tepat waktunya menikah, ungkap dia.

Sementara Permampu sebagai konsorsium beranggotakan delapan lembaga penguatan perempuan di pulau Sumatera telah sejak tahun 2013 mengedukasi basis pendampingannya untuk tidak melakukan pernikahan di bawah usia 21 tahun, sesuai dengan anjuran BKKBN.

Tetapi masyarakat masih melakukan pernikahan di usia anak dan di usia dini, bahkan meski UU no 16 tahun 2019 yang merupakan amandemen UU Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 telah mengatur bahwa usia perkawinan adalah minimum 19 tahun; perkawinan anak dan di bawah 19 masih tetap tinggi.

Dalam target RPJM Indonesia tahun 2020-2024, angka perkawinan kurang 19 tahun harus turun menjadi 8,74%.

Sementara menurut data KPPPA, angka perkawinan anak di Indonesia mencapai 11,21% di tahun 2017 dan turun ke angka 10,82% tahun 2019. Tetapi seperti tersebut di atas,  di masa COVID-19 angka perkawinan usia kurang dari 19 tahun  justru meningkat tajam, seperti yang ditemukan oleh Komnas Perempuan tahun 2019, di mana terdapat 23.126 kasus pernikahan di bawah 19 tahun, dan di tahun 2020 jumlahnya naik tajam menjadi 64.211 .

Data perkawinan anak dari lokasi anggota Permampu juga menunjukkan pola yang sama. Mahkamah Syariyah Aceh menunjukkan data perkawinan anak yang meningkat sangat tajam (lebih dari 300%) sebelum dan sesudah COVID-19. Tahun 2019 ada 198 orang yang mengajukan dispensasi perkawinan anak, tahun 2020 melonjak menjadi 640 orang. Dispensasi perkawinan anak tahun 2020 di Pengadilan Agama Stabat Kabupaten Langkat-SUMUT menunjukkan angka 172 kasus dan meningkat di tahun 2021 menjadi 230 kasus.

Susenas 2019 di provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa sekitar 8 % perempuan melakukan perkawinan pertama di usia 16 tahun atau kurang. Susenas Maret 2021 menunjukkan bahwa data perkawinan pertama usia <19 tahun meningkat 3 kali lipat menjadi 24,49%.  

BPS SUMBAR 2021 juga  menemukan tingkat pendidikan perempuan yang kawin pada usia <19 tahun didominasi oleh tidak tamat dan tamat SD sebesar 75,79 persen. Data dispensasi perkawinan anak dari Pengadilan Agama propinsi Bengkulu menunjukkan trend kenaikan; Tahun 2018 ada 13.489 kasus, tahun 2019 melonjak menjadi 23.145, tahun 2020 semakin melonjak ke 63.382 dan tahun 2021 mengalami sedikit penurunan menjadi 61.449 kasus.

Data Pengadilan Tinggi Agama wilayah Bandar Lampung 2017- 2019 menunjukkan data perkawinan anak 233 kasus, tahun 2020 naik 3 kali lipat menjadi 714 pemohon dispensasi kawin dan tahun 2021 menurun sedikit ke angka 708 kasus.

Angka-angka di atas menunjukkan betapa seriusnya angka perkawinan anak dan dini di Sumatera, sehingga PERMAMPU merasa perlu melakukan Penelitian Kualitatip untuk mengetahui fenomena terkait dengan perkawinan anak yang dilakukan serentak di 8 propinsi yaitu: Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung sejak awal Oktober 2023, tepat di bulan perayaan Hari Anak Perempuan Internasional.

Hasil peneltian akan menjadi bahan penyadaran kritis masyarakat dan advokasi kebijakan untuk mendukung perbaikan implementasi kebijakan pencegahan perkawinan usia di bawah 19 tahun yang ada dan mendorong berkembangnya kebijakan tersebut sampai ke pedesaan  di 26  kabupaten yang berada di delapan provinsi tersebut di atas.

Catatan ini diharapkan menjadi pengingat bagi masyarakat, keluarga, para tokoh masyarakat dan Pemerintah untuk menyadari adanya fakta mengenai masih maraknya perkawinan usia anak dan di bawah 19 tahun, yang dilakukan atas dasar kurangnya pengetahuan dan kesadaran mengenai akibat buruknya bagi kesehatan reproduksi, pendidikan  dan mental mereka, dan kerentanan terhadap kekerasan, pemiskinan dan berbagai bentuk diskriminasi.(ril)


Related Stories