Bangkrut dan Sulit Mendapatkan Modal Kerja Cerita UMKM saat Pandemi

Ilustrasi Pengunjung mengamati barang-barang hasil UMKM yang dijual dalam Pameran Gallery Banten,Sabtu 3 Maret 2021. (Foto: Panji Asmoro/TrenAsia)

JAKARTA, WongKito.co – Pandemi COVID-19 yang telah memasuki tahun ke-2 bukan hanya berdampak pada sektor kesehatan, tetapi sudah sektor ekonomi juga sangat merasakan termasuk pelaku usaha mikro kecil menengah di Indonesia.

Tak heran jika banyak pelaku usaha yang bangkrut alias menutup kegiatan usahanya akibat berbagai kebijakan pembatasan pemerintah. Di sisi lain, pembatasan dinilai merupakan langkah efektif untuk memutus rantai penyebaran COVID-19.

Belum lama ini, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyebut sebanyak 30 juta UKM bangkrut akibat kebijakan pembatasan sosial.

Berdasarkan catatan Akumindo, hanya tersisa sekitar 34 juta unit usaha wong cilik atau berkurang hampir 50% dari posisi 2019 lalu, yaitu sebanyak 64 juta unit usaha.

“Saat ini sekitar 30 juta UKM bangkrut, terutama usaha mikro saat penerapan PSBB. Lebih dari 7 juta tenaga kerja informal dari UKM juga kehilangan pekerjaannya,” ujar Ikhsan dalam diskusi virtual yang digelar Bank Indonesia (BI), demikian melansir TrenAsia.com, jejaring WongKito.co.

Hal senada diungkapkan, Wakil Ketua Komisi XI DPR Amir Uskara menyebut mayoritas usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Indonesia masih berjuang menghadapi pandemi COVID-19.

Amir membeberkan sebanyak 75,2% dari total UKM di Indonesia masih kesulitan dalam mendapatkan modal kerja.

“Pelaku UMKM masih berusaha bertahan meskipun 90 persen dari UKM mengalami penurunan omzet selama pandemi,” ujar Amir dalam acara Sarasehan Industri Jasa Keuangan, akhir pekan lalu.

Saat ini, 69% UMKM di Indonesia sangat membutuhkan modal usaha. Akan tetapi, akses UMKM kepada perbankan sangat terbatas.

“Jadi, mungkin dibutuhkan dari industri (jasa keuangan) turun untuk memberikan layanan pada UMKM kita yang selama ini, sebagian besar non–bankable. Tapi sebenarnya mereka bisa tingkatkan gerak dan usaha apabila dapatkan suntikan modal usaha,” sebut dia.

Amir mengungkapkan, hanya hanya 13% pelaku UMKM yang bisa memanfaatkan pasar daring sebagai sarana penjualan selama pandemi COVID-19. Pelaku UMKM saat ini mengaku masih membutuhkan keringanan finansial dari pemerintah dalam bentuk relaksasi penundaan pembayaran pinjaman, yaitu sebesar 29,9% dari total UMKM di Indonesia.

Di samping itu, Amir juga menyebut keringanan seperti tagihan listrik yang didiskon oleh pemerintah masih kurang. Pasalnya, para pelaku UMKM ini, tetap harus memakai kapasitas listrik seperti biasanya, tapi produksi mereka turun.

“Sehingga ini memberatkan mereka,” ujarnya.(LRD)

Bagikan

Related Stories