Dorong Peningkatan Serapan Karet Sumsel

ilustrasi

 

PALEMBANG, WongKito.co - Merosotnya kesejahteraan petani karet di Sumatera Selatan mendesak Pemerintah Provinsi untuk tidak tinggal diam, salah satunya meningkatkan serapan karet dari hilirisasi lokal.

Kabid Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian mengakui, beban petani karet dalam tiga bulan terakhir semakin berat. Puncaknya pada Mei 2020 sampai Minggu pertama Bulan Juni 2020 petani merugi karena biaya produksi tidak sebanding dengan hasil penjualan.

Rudi menjelaskan, rata rata kepemilikan lahan produktif petani karet di Sumsel seluas 1,43 hektar/kepala keluarga. Apabila hasil produksi perhektar 227 kg/bulan dengan harga Rp6.000, maka dengan lahan 1,43 hektar petani dapat berpenghasilan kotor Rp1.947.660. Sementara, upah sadap dan pupuk Rp 1.000.950, maka penghasilan bersih kepala keluarga petani karet sebulan hanya Rp497.660.

“Sangat jauh dari cukup dibandingkan dengan upah minimum Provinsi Sumatera Selatan tahun 2020 Rp3.043.111,” ungkap Rudi, Senin (15/6).

Ia membenarkan, rendahnya harga karet mengakibatkan turunnya pendapatan petani per bulan. Tak hanya itu, dampak lainya yaitu kemampuan investasi petani, daya beli petani, hingga pengalihan sumber penghasilan petani juga menurun signifikan. “Tentu ini menjadi perhatian pemerintah,” tukasnya.

Beberapa wacana sudah disampaikan pemerintah pusat melalui kementerian PUPR terkait perhatian terhadap nasib petani karet. Seperti menyiapkan anggaran sebesar Rp100 miliar untuk membeli 10 ribu ton karet langsung dari petani di sejumlah wilayah produsen karet. Rencananya, sebagai bahan campuran aspal karet.

Adapun Dinas Perkebunan sendiri mencoba melakukan pendekatan melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) bagi para petani. UPPB didorong untuk membuat produk berdaya saing, seperti pembuatan kompon, mangkok sadap, dan solid tire (ban pejal kursi roda). Hasil produknya nanti akan ditampung oleh PT Shima Prima Utama untuk dipakai di dalam negeri dan maupun ekspor ke negara yang membutuhkan.

“Kami harap akhir tahun 2020 UPPB Maju Bersama Kecamatan Sembawa Kabupaten Banyuasin sudah dapat memprodusi solid tire dan mangkok sadap berbahan baku karet," imbuh Rudi.

Seperti diketahui, selama ini mangkok sadap yang beredar di pasaran terbuat dari plastik dan tempurung kelapa yang tentunya mutu dan ketahanannya berbeda. Dinas Perkebunan mencatat, kebutuhan mangkok sadap ini untuk 1 hektar kebun karet minimal 500 mangkok. Sementara luas areal karet Sumsel ada 1,3 juta hektar, belum ditambah kebutuhan provinsi tetangga penghasil karet.

Menurutnya, apabla proyek percontohan ini berhasil, pasti akan tumbuh industri-industri baru di kalangan UPPB. Sehingga bahan baku karet lebih banyak diserap untuk kebutuhan industri dalam negeri. Dengan begitu, Sumsel tidak ketergantungan dengan ekspor karet dan bisa mengurangi impor bahan jadi yang berbahan baku karet dan ke depan harga karet bisa kembali jaya.

Terpisah, salah satu petani karet dari Kabupaten Musirawas, Sugeng Hartadi menuturkan, perkebunan karet tetap harus dijalankan dan disadap walaupun harga tertatih-tatih. Ia meyakinkan, dirinya dan petani karet lain tidak boleh mudah putus asa dengan merusak pohon karet, ditebangi dan diganti dengan komoditas tanaman lain yang belum tentu menjanjikan.

“Untuk mendukung ekonomi rumah tangga dengan usaha sampingan di luar karet. Untuk pupuk mungkin tidak terbeli tapi bisa diusahakan dari organik, bahan bakunya melimpah,” kata Sugeng. (yulia savitri)

 

Bagikan

Related Stories