Guru Berperan Penting dalam Pencegahan Kekerasan Berbasis Gender di Sekolah

(null)

BANDARLAMPUNG,WongKito.co - Murid membutuhkan ruang yang optimal dan sehat untuk tumbuh kembang dan daya berpikirnya.

Oleh karena itu, penting untuk memberikan ruang aman agar terhindar dari segala bentuk kekerasan yang tidak hanya diprioritaskan kepada murid, tetapi seluruh pekerja termasuk guru di dalamnya.

Child’s Rights Advisor Yayasan Plan International Indonesia Hari Sadewo mengatakan, Salah satu ancaman yang dapat mempengaruhi karakter seorang murid adalah munculnya gangguan kekerasan berbasis gender.

Suasana pendidikan di masa pandemi saat ini yang mengharuskan murid belajar dari rumah dan melakukannya secara online rentan terhadap ancaman kekerasan berbasis gender online yang difasilitasi melalui saluran digital.

“Di sinilah, peran seorang guru dituntut untuk dapat mengenali, melakukan pencegahan dan penanggulangan kekerasan berbasis gender di sekolah, ” ujarnya dalam Online Workshop untuk Guru dengan tema “Mengenal Kekerasan Berbasis Gender” yang dilakukan secara virtual melansir KabarSiger.com, jejaring WongKito.co Kamis (22/07/2021). 

Tidak dapat dipungkiri, bahaya kekerasan berbasis gender semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Kekerasan berbasis gender menurut Plan International didefinisikan sebagai kekerasan yang ditujukan kepada perempuan, laki-laki, anak perempuan, dan anak laki-laki yang didasari pada jenis kelamin, identitas gender, atau orientasi seksual mereka.

Kekerasan ini bahkan seringkali menyerang korban dari kalangan perempuan dan anak perempuan. 

Data UNFPA (2020) mengungkapkan bahwa sebanyak 90% korban pemerkosaan adalah perempuan. 

Data UNFPA (2020) mengungkapkan bahwa sebanyak 90% korban kekerasan seksual adalah perempuan. 

Parahnya, data kekerasan terhadap perempuan tidak hanya terjadi di ruang luring, tetapi sering terjadi di ruang daring. 

Sebagaimana data State of the World’s Girls 
Report yang dirilis oleh Yayasan Plan International Indonesia (2020) menyebutkan bahwa lebih dari setengah anak perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan di dunia digital. 

Menyikapi hal tersebut kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan) yang diinisiasi oleh The Body Shop® Indonesia berkolaborasi dengan mitra Yayasan Plan International Indonesia, Magdalene, Yayasan Pulih, dan Makassar International Writers Festival (MIWF) berupaya meningkatkan pemahaman 
kepada publik mengenai edukasi pencegahan kekerasan berbasis gender kepada perempuan dan anak perempuan di Indonesia, terutama di lingkungan sekolah. 

"Fokus utama kelas edukasi ini adalah 
mentransfer edukasi dengan memperkuat peran guru di sekolah sebagai pendidik yang sering berinteraksi dengan murid, " paparnya. 

Definisi anak adalah seseorang yang belum genap 18 tahun, dimana masih memerlukan perlindungan untuk tumbuh kembangnya, serta perlindungan dari kekerasan terutama kekerasan seksual. 

Hingga hari ini kekerasan seksual masih menjadi masalah besar untuk anak perempuan, dimana prevalensi masih tinggi sebesar 4,1% atau dengan kata lain ada 4 dari 100 anak perempuan menjadi korban. Dari laporan data SIMFONI (Kementerian PPPA) mencatat 58,5 % dari 15.000 kasus adalah kekerasan pada anak (data Juni 2020). 

Dengan mengenalkan konsep No! Go! Tell! terhadap para pengejar, diharapkan edukasi ini dapat mereka teruskan kepada generasi muda yang masih duduk di bangku sekolah. Sehingga, para guru dapat menguatkan anak dari berbagai umur, tentang apa itu abuse, bentuknya, juga bisa melakukan tindakan 
pencegahan (prevention). 

Melalui kegiatan ini pula, para guru dapat kemudian mempromosikan kesetaraan gender dalam upaya mencegah peningkatan kekerasan seksual terutama di ruang lingkup sekolah. (*) 
 

Editor: Nila Ertina
Bagikan

Related Stories