KabarKito
Indef: Vaksinisasi Massal Terancam, Pemerintah Pangkas Anggaran Kesehatan
JAKARTA, WongKito.co – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ariyo Irhamna menilai program vaksinisasi massal COVID-19 terancam gagal karena pemerintah memangkas alokasi anggaran sektor kesehatan.
"Pemangkasan anggaran pun tidak tanggung-tanggung dari sebelumnya dialokasikan Rp87,55 triliun menjadi Rp25,40 triliun," kata dia dalam diskusi virtual yang dilansir dari TrenAsia.com jaringan WongKito.co, Kamis (3/9).
Padahal, berulangkali Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan perihal vaksninasi massal pada Januari 2021, yang akan menyasar puluhan juta jiwa penduduk.
Tercatat, penyerapan dana PEN 2021 di sektor kesehatan akan digunakan untuk pengadaan vaksin COVID-19, sarana dan prasarana kesehatan, laboratorium, penelitian dan pengembangan, serta bantuan iuran BPJS untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Prediksi Pembiayaan
Demi mempermudah analisis, Ariyo mencontohkan hitungan kasar pembiayaan vaksinasi massal COVID-19. Menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), negara harus melakukan vaksinasi kepada 70% dari total penduduk, untuk mencapai herd immunity.
Artinya, Indonesia perlu memvaksin sekitar 70 juta penduduk. Biayanya, sebagaimana telah diumumkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, perkiraan harga vaksin dari Sinovac akan berkisar Rp400 ribu-an.
Dengan begitu, setidaknya pemerintah perlu menyiapkan Rp75 triliun untuk membiayai vaksinasi dari 70% dari total penduduk. Estimasi biaya vaksin tadi setara tiga kali lipat anggaran PEN sektor kesehatan yang disiapkan pemerintah tahun depan.
“Ini masih hitungan kasar karena belum menghitung biaya logistik, tenaga medis, dan sebagainya,” tambah Ariyo.
Alokasi Tidak Tepat Sasaran
Susutnya anggaran kesehatan semakin disayangkan, pasalnya pemerintah justru menaruh dana paling besar pada pos sektoral Kementerian/ Lembaga (KL) dan Pemerintah Daerah (Pemda). Bahkan, sektor tersebut menjadi satu-satunya pos penyerapan PEN yang mengalami kenaikan anggaran.
Tahun ini, sektoral KL dan Pemda mendapat jatah Rp106,11 triliun dan tahun depan naik menjadi Rp136,7 triliun. Pos ini memiliki sejumlah fokus antara lain peningkatan pariwisata, ketahanan pangan dan perikanan, pengembangan ICT, pinjaman ke daerah, padat karya K/L, kawasan industri, serta antisipasi pemulihan ekonomi.
“Tidak tepat ketika pandemi ini pemerintah justru mengalokasikan dana cukup besar ke sektor pariwisata.”
Secara keseluruhan, anggaran PEN 2021 mengalami penurunan 55,7% dari tahun ini senilai Rp695,2 triliun menjadi Rp307,6 triliun. Dari enam pos kebijakan PEN, lima di antaranya mengalami pemotongan alokasi, dengan penurunan terbesar terjadi pada insentif usaha yakni minus 83,47%.
Rinciannya, sektor kesehatan turun menjadi Rp25,40 triliun dari tahun ini sebesar Rp87,55 triliun. Perlidungan sosial turun menjadi Rp110,2 triliun dari Rp203,9 trilun.
Sedangkan insentif usaha turun menjadi Rp20,4 triliun dari Rp123, 46 triliun. Lalu pos pembiayaan korporasi turun menjadi Rp14,9 triliun dari dari Rp53,57 triliun dan UMKM turun menjadi Rp48,8 triliun dari Rp120,61 triliun.