Kisah Vebri Al Lintani, Berjuang Menghidupkan Budaya Palembang

Febri Alintani, Pekerja Seni Palembang (Foto WongKito.co/Magang3/Vitria Isabella)

BERAMBUT gondrong, berjenggot lebat, dan gelang hitam yang melingkar di pergelangan tangan menambah kesan khas pada sosok yang duduk santai di teras Gedung Kesenian Palembang, Sabtu sore (29/12/2024).

Lahir di Palembang pada 14 Februari 1967,  Febri Irwansyah atau dikenal luas dengan nama Vebri Al Lintani adalah anak kedua dari empat bersaudara. Ayahnya berasal dari Kabupaten Empat Lawang, sementara ibunya asli Kota Palembang.

Sejak muda, Vebri telah merasakan kedekatannya dengan dunia seni dan budaya. Baginya, budaya bukan sekadar warisan, melainkan jiwa yang harus dijaga dan dilestarikan.

"Budaya itu jiwa," ujar dia di sela-sela obrolan. Baginya, memahami sejarah merupakan hal yang penting agar tidak terputus dari akar budaya yang ada.

"Kalau kita tidak paham sejarah, lama-lama kita akan jauh dari sejarah. Seperti kata Bung Karno, jangan sekali-kali melupakan sejarah," tambahnya.

Baca  Juga:

Perjalanannya sebagai seorang pekerja seni,  penulis dan pemerhati budaya dimulai sejak masa kuliah, diawali dengan  menulis puisi, cerpen, dan naskah teater. Ia mempelajari karya-karya penyair besar, seperti Sutardji, Khairil Anwar, dan Sapardi Djoko Damono, yang menjadi sumber inspirasi utama bagi karyanya.

Ternyata, semakin dalam ia terjun ke dunia seni, semakin ia merasa terpanggil untuk melestarikan kebudayaan lokal Sumatera Selatan yang semakin terpinggirkan. "Saat melihat kondisi budaya lokal yang semakin terabaikan, saya sadar bahwa jika tidak ada upaya untuk menjaga, warisan ini bisa hilang begitu saja, ditelan waktu," ungkapnya.

Sebagai penulis, Vebri telah menerbitkan lebih dari 13 buku, baik yang ditulis sendiri maupun bersama rekan-rekannya. Buku-bukunya banyak mengulas tentang kebudayaan, kajian tradisi lisan, serta objek-objek kebudayaan yang perlu dilestarikan. Salah satu buku yang paling berkesan baginya adalah Tari Tanggai yang diterbitkan pada tahun 2006 saat usianya 37 tahun.

Keterlibatannya dalam dunia kebudayaan tidak hanya terbatas pada penulisan. Kak Feb sapaan akrabnya juga aktif dalam berbagai kegiatan seni dan budaya, termasuk menggarap peringatan Pertempuran 5 Hari 5 Malam yang saat ini ia jalankan sebagai ketua pelaksana.

Perjuangannya untuk kebudayaan lokal juga tercermin dalam usahanya untuk menyelamatkan Gedung Kesenian Palembang, yang saat itu dalam keadaan terbengkalai.

"Saya ingat, pada 2019, gedung itu hampir diserahkan kepada Basnaz, tapi kami tidak tinggal diam. Kami berjuang keras agar gedung ini difungsikan kembali. Alhamdulillah, sekarang gedung itu menjadi gedung kesenian," kenangnya.

Sebelumnya, Gedung Kesenian Palembang tersebut sempat beberapa kali beralih fungsi dari kantor badan atau dinas di lingkungan Pemkot Palembang  hingga menjadi restoran. Akhirnya Gedung yang dibangun di masa penjajahan Belanda tersebut, kini menjadi fasilitas untuk tempat para pecinta dan pekerja seni berkumpul.

Vebri juga memiliki pengalaman sebagai aktivis sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), khususnya dalam bidang hak anak. Ia pernah beraktivitas di Komnas Perlindungan Anak bersama Kak Seto pada tahun 2008. Kepekaan sosialnya turut mempengaruhi pandangannya terhadap kebudayaan.

"Saat saya menjadi aktivis yang fokus pada isu hak anak, saya melihat banyak anak yang tertindas. Saya berpikir, bagaimana kalau kita melindungi mereka dengan cara mengajarkan mereka tentang budaya dan tradisi lokal yang mulai terancam punah," jelasnya.

Baca Juga:

Meski sempat kuliah pada Jurusan Hukum di Universitas IBA, Vebri akhirnya memilih untuk tidak melanjutkan kuliahnya di semester terakhir.

"Saya selalu merasa lebih hidup ketika berada di tengah dunia seni, karena itu kuliah  saya pun terbengkalai," katanya, sembari mengenang keputusan besar yang ia buat di masa muda.

Baginya, hidup adalah tentang berjuang untuk melestarikan kebudayaan yang telah diwariskan oleh nenek moyang, dan ia merasa bahwa perjuangan ini adalah bagian dari identitas dirinya.

"Warisan budaya itu tanggung jawab kita semua," tuturnya mengakhiri perbincangan.(Magang2/Vitria Isabella)

Editor: Nila Ertina

Related Stories