Memahami Risiko, Bahaya dan Penanggulangan Penggunaan Styrofoam di 26 ilir Kota Palembang

Tempat sampah yang dibuat dari bahan bekas ( (dokumentasi tim penulis))

Oleh : Aldinda Rapris, Anas Shalih Mahdi Al-Banna, Anisa Heppyta Oktarini, Carolina Elizabeth, Gusman Malik Nusantara, Nosita Rahmadanis, Muhammad Karoni*

TAHUKAH Kamu terbuat dari apakah styrofoam itu? Wadah styrofoam tersusun dari polimer-polimer yang berasal dari bahan kimia adiktif. Zat adiktif dari wadah tersebut dapat berpindah ke dalam makanan yang terkemas, yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena memiliki sifat karsinogenik.

Styrofoam atau busa plastik lazim digunakan sebagai pelindung bahan mudah pecah atau disebut juga fragile. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sebelumnya dikenal sebagai Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), disimpulkan bahwa antara tahun 2018, sejumlah 0,27 juta hingga 0,59 juta ton sampah telah masuk ke laut dari 18 kota utama di Indonesia. Sampah styrofoam mencatat sebagai jenis sampah yang paling banyak ditemui dalam penelitian tersebut.

Selain itu, styrofoam dapat merugikan makhluk hidup dan mengganggu ekosistem, karena styrofoam merupakan bahan yang sulit terurai. Styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500 – 1 juta tahun untuk dapat terurai, oleh karena itu sebaiknya kita dapat menghindari penggunaan styrofoam, dengan cara menggunakan bahan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti seperti kertas atau karton yang dapat diuraikan lebih mudah. Penggunaan bahan-bahan ini membantu mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan membantu dalam upaya pengelolahan limbah yang lebih berkelanjutan.

Berikut ini hasil dokumentasi yang dilakukan tim penulis pada kegiatan English Camp 2024 di daerah  26 Ilir yang berkaitan dengan observasi yang sudah tim penulis tentukan.

Ketidakpedulian terhadap pengolahan sampah styrofoam bisa mengakibatkan dampak negatif pada lingkungan sekitarnya. Misalnya, bisa terjadi penyumbatan selokan seperti yang terlihat dalam gambar yang pastinya membuat tumpukan sampah pada selokan yang membuat menjadi kotor yang bisa menimbulkan tumbuh biaknya penyakit.

Warung atau rumah makan cenderung menggunakan styrofoam sebagai pengemas makanan daripada memilih kertas,besek atau menggunakan wadah makan pribadi.Hal ini dikarenakan styrofoam mudah  diperoleh, harganya murah, serta kurangnya pengetahuan mengenai bahaya dari styrofoam. Oleh sebab itu,warung atau rumah makan menjadi salah satu penyumbang utama limbah styrofoam.

Ini merupakan contoh kesadaran masyarakat di daerah 26 Ilir terkait dengan kebersihan lingkungan. Dengan adanya fasilitas tempat pembuangan sampah yang menggunakan barang-barang bekas yang didaur ulang, kreativitas penduduk sekitar dapat menjadi inspirasi atau inovasi bagi tempat-tempat lain untuk lebih memperhatikan lingkungan. Daur ulang sampah dapat memberikan kontribusi pada sektor ekonomi dan dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Jangan dianggap sepele.

Seluruh pihak perlu bersinergi guna mengatasi permasalahan lingkungan. Berikut ini hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi penggunaan styrofoam adalah dengan membawa wadah makanan sendiri, menggunakan wadah makanan yang ramah lingkungan seperti daun pisang, daun jati, besek bambu, boks karton dan kertas foodgrade.

Sebagai peneliti epidemiologi, kami akan menyelidiki upaya untuk mengatasi dampak penggunaan styrofoam melalui studi cross sectional yang telah direncanakan. Melakukan observasi langsung ke lingkungan yang tercemar yang disebabkan oleh limbah styrofoam, dan kami akan melakukan observasi dengan mencari informasi mengenai styrofoam ini kepada kepada beberapa kelompok masyarakat yang ada di lingkungan sekitar tempat penelitian.

Variabel yang akan kami fokuskan yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya penggunaan styrofoam,dan mendorong penggunaan alternatif yang ramah lingkungan melalui kampanye penyuluhan dan program komunikasi yang efektif. Dari penelitian ini outcome yang ingin diperoleh yaitu pengetahuan mengenai bahaya styrofoam bisa diketahui oleh masyarakat sehingga bisa mengubah prilaku masyarakat agar bisa mengurangi penggunaan styrofoam.

Beberapa alasan mengapa kami menggunakan metode ini untuk penelitian dampak penggunaan styrofoam antara lain:

1. Metode ini memungkinkan pengumpulan data dari berbagai kelompok dalam satu periode waktu, sehingga lebih efisien dalam hal waktu dan biaya.

2. Dengan mengumpulkan data dari berbagai kelompok dalam satu waktu, peneliti dapat memperoleh gambaran yang lebih luas tentang dampak penggunaan styrofoam.

3. Metode ini memungkinkan peneliti untuk membandingkan dampak penggunaan styrofoam di berbagai kelompok, seperti berbeda usia, jenis kelamin, atau pendidikan. 

4. Metode ini tidak memerlukan follow-up data, sehingga lebih praktis untuk dilakukan dalam penelitian dampak penggunaan styrofoam.

Daur Ulang

Kesadaran akan penggunaan styrofoam sangat penting karena dampaknya tidak hanya terbatas pada pencemaran lingkungan, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia. Seperti yang diketahui, wadah styrofoam terbuat dari polimer-polimer yang mengandung bahan kimia adiktif. Zat-zat adiktif ini dapat berpindah ke dalam makanan yang dikemas, sehingga berpotensi membahayakan kesehatan manusia karena bersifat karsinogenik yang dapat meningkatkan risiko kanker. Oleh karena itu, edukasi tentang pengurangan penggunaan styrofoam sangat penting, terutama di sektor rumah makan karena sebagian besar menjadi sumber utama sampah styrofoam.

Salah satu upaya edukasi untuk mengurangi penggunaan styrofoam di daerah 26 Ilir kota Palembang adalah dengan mengajak masyarakat setempat untuk mendaur ulang sampah styrofoam agar dapat dijadikan barang yang lebih bermanfaat. Selain itu, juga penting untuk mendorong masyarakat 26 Ilir agar mengurangi penggunaan styrofoam dengan mengganti wadahnya dengan alternatif yang lebih ramah lingkungan, seperti daun pisang, daun talas, dan food paper pail.

Mengurangi penggunaan styrofoam tentu memiliki dampak positif yang signifikan misalnya dapat Mengurangi produksi sampah, hiegenitas yang lebih baik, dan dapat mengurangi dampak lingkungan, karena dengan mengurangi penggunaan styrofoam dapat membantu kita untuk mengurangi beban terhadap ekosistem, membantu melindungi keanekaragaman hayati, serta dapat berkontribusi pada kesehatan planet untuk generasi sekarang dan yang akan datang.

Oleh karena itu, hasil dari observasi ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan bagi kami sebagai pengamat, dan diharapkan temuan dari observasi kami dapat digunakan sebagai materi edukasi bagi masyarakat, untuk mendorong pengurangan penggunaan styrofoam baik dalam lingkup rumah tangga maupun industri, dengan dukungan penuh dari pemerintah.

*(Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya)

Editor: Najmah, Rudi Harsam, Oca Tresia
 

Editor: Nila Ertina

Related Stories