Menarik! Ada Gerabah Museum Sriwijaya Berasal dari Dinasti Tang

Pecahan keramik mayoritas berasal dari Tiongkok

PALEMBANG, WongKito.co - Bagi sebagian orang berkunjung ke museum salah satu kegiatan menarik, semakin menarik saat museum menyajikan beragam benda bersejarah di tengah gencarnya perubahan hidup gaya kekinian.

Arkeolog dari Balai Arkeologi Sumatera Selatan, Dr Retno Purwanti mengungkapkan pihaknya kini sedang mengaji benda bersejarah yang sebelumnya tersimpan di gudang penyimpanan museum. Berupa pecahan keramik yang 90 persen berasal dari Tiongkok.

"Sekitar 300 kantong pecahan keramik, gerabah dan manik-manik yang diteliti, diantaranya ditemuka gerabah tertua berasal dari Dinasti Tang atau berkisar abad ke 9-10 masehi," kata Retno mengutip palpres, kemarin.

Ratusan pecahan tersebut, diantaranya terlihat berupa fragmen tepian kendi dengan model gunung kaya.

Ada juga bagian dasar tungku yang memiliki cap tiker, ada juga tungku polos, bagian sudut tungku perahu, bagian sudut tungku perahu dan bagian atas tungku yang digunakan untuk meletakkan wadah atau biasa disebut gigi tungku.

Retno menjelaskan fragmen keramik dan tembikar atau gerabah yang dikaji merupakan hasil penemuan dari beberapa situs, seperti Karang Anyar, Kambang Unglen, Ki Gede Ing Suro dan Tanjung Rawa.

“Dari hasil analisis yang kita lakukan, gerabah mayoritas berasal dari Tiongko,” jelas dia.

Sejumlah ciri yang dapat memastikan asal dari pecahan keramik tersebut, tambah Retno diantaranya material glasir dengan sebagian besar bebatuan. Lalu di bawahnya ada warna merah serta konstruksi masih terdapat gumpalan.

“Gumpalan itu menunjukkan jika pembuatan tempayan dilakukan dengan cara pembakaran secara manual,” ujarnya.

Selain Dinasti Tang tutur Retno, pihaknya juga mengidentifikasikan ada beberapa gerabah dari dinasti lain seperti Dinasti Song (abad 10-13 M), Dinasti Yuan (13-14 M), Dinasti Ming (13-16 M) dan Dinasti Qing (16-19 M).

“Kami juga menemukan ada beberapa keramik dari Eropa berkisar abad ke 19-20 Masehi, kemudian Vietnam abad ke 14-16 dan Thailand sekitar abad ke 14 Masehi,” ungkapnya.

Menurut dia, beberapa keramik dari Eropa ini bukan berasal dari masa Kerajaan Sriwijaya. Untuk itulah, pihaknya meminta pengelola Museum Sriwijaya agar memisahkan peninggalan tersebut hingga tidak tercampur.

“Banyak keramik tidak sesuai dengan masa Kerajaan Sriwijaya, bahkan angkanya bisa mencapai 50 persen dari benda yang kita teliti. Kita juga tidak tahu lokasi penemuan benda di luar Kerajaan Sriwijaya ini,” tukasnya.

Sementara itu, Pejabat Pengadaan Teknis Kegiatan (PPTK) Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik Museum Sriwijaya, Khairul Syahri Penjalang mengatakan pengajian koleksi di Ruang Storage ini merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya. Dari hasil kajian yang dilakukan Balar Sumsel ini nantinya akan diberikan label dan dipamerkan kepada pengunjung museum.

Dia menyebut, kegiatan penelitian ini dilakukan selama empat hari, yakni 2-4 dan 7 Juni 2021. Untuk saat ini, baru ada 378 koleksi yang sudah diberikan label terdiri dari arca, prasasti, gerabah, keramik, manik-manik, kemudi kapal dan lainnya.

“Benda yang saat ini diteliti ada 300 kantong, jika identitas benda ini sudah diketahui akan langsung dipamerkan," kata dia.(*)

Bagikan

Related Stories