KatoKito
Nyamuk Aedes: Kecil-Kecil Mematikan
Penulis: Afiza Indah Nurhidayah, Shafa Az-Zahra, Najma Hoirunnisa,
Jessica Grace Silitonga, Annisa Fitri
Mahasiswa S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat
FKM Universitas Sriwijaya
Editor : Annisa Fitri
NYAMUK Aedes Penyebab DBD
Nyamuk aedes merupakan jenis nyamuk yang cukup terkenal dikalangan masyarakat karena menjadi vektor penyebab dari penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).
DBD merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang berasal dari genus flavivirus dan famili flaviviridae yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus betina.
Terdapat 4 stereotipe DBD yaitu Dengue 1,2,3, dan 4, dimana stereotipe 3 yang paling dominan menyebabkan kasus yang berat. Masa inkubasi virus dengue adalah sekitar 8-10 hari sebelum memunculkan gejala.
DBD merupakan salah satu penyakit yang berbahaya dan dapat mengancam nyawa jika tidak segera ditangani. Untuk demam berdarah ringan, maka akan menyebabkan demam tinggi dan gejala seperti flu. Untuk demam berdarah yang parah, bisa menyebabkan pendarahan serius, penurunan tekanan darah secara tiba-tiba, bahkan kematian.
Para peneliti masih mengupayakan untuk membuat vaksin demam berdarah, sehingga untuk saat ini kita harus mencegah infeksi dengan menghindari gigitan nyamuk dan mengambil langkah yang perlu dilakukan untuk meminimalisir DBD.
Munculnya DBD tentunya dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat, ketinggian wilayah tidak sampai 1.000 meter di atas permukaan laut, daerah yang kepadatan penduduknya tinggi dan kepadatan populasi nyamuk penular karena banyaknya tempat perindukan nyamuk seperti genangan dan tempat penampungan air yang biasanya terjadi pada musim penghujan serta tingkat pengetahuan dan perilaku masyarakatnya yang belum optimal dalam usaha pemberantasan sarang vektor.
Bagaimana Penyebaran DBD?
Penyakit DBD pertama kali terdeteksi di Filipina pada 1953, beberapa tahun kemudian penyakit DBD menyebar di Kamboja, Cina, Indonesia, Laos, Malaysia, Maldives, Myanmar, Singapura, Sri Lanka, Vietnam, dan beberapa wilayah di kepulauan Pasifik (Laporan WHO).
Penyakit DBD kini telah menjadi endemik di lebih dari 100 negara di Afrika, Amerika, Mediterania Timur, Asia Tenggara serta Pasifik Barat. Demam berdarah pertama kali dikenali di Indonesia pada tahun 1968 di kota Surabaya, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (angka kematian (AK): 41,3%).
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang, setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian setiap tahun. Diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus dengue melalui gigitan nyamuk setempat.
Kementerian Kesehatan mencatat di tahun 2022, jumlah kumulatif kasus Dengue di Indonesia sampai dengan minggu ke-22 dilaporkan 45.387 kasus. Sementara jumlah kematian akibat DBD mencapai 432 kasus.
Kasus dengue sudah tersebar di 449 kabupaten/kota di 34 provinsi dengan kematian tersebar di 162 kabupaten/kota di 31 provinsi. Jumlah kasus DBD tertinggi terjadi di 10 provinsi diantaranya Bali, Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat dan DI Yogyakarta. Provinsi yang terbanyak melaporkan yaitu provinsi Lampung Jawa Barat, dan DI.Yogyakarta.
Mengapa Isu DBD Penting untuk Dibahas?
Isu DBD merupakan isu yang serius karena penyakit ini berkaitan dengan nyawa manusia. Demam berdarah di Indonesia sulit untuk di kendalikan hingga saat ini karena beberapa faktor yang memengaruhi populasi nyamuk pembawa virus DBD di Indonesia.
Prevalensi kematian akibat DBD sangat tinggi, hal itu dikarenakan rendahnya tingkat pengetahuan dan fasilitas kesehatan terkait kasus DBD. Isu DBD sangat penting untuk menjadi pembahasan utama dan perlu dibahas lebih lanjut di Indonesia karena Indonesia merupakan negara kedua terbesar di dunia yang memiliki angka kasus lebih dari 120.000 orang. Hal itu terjadi karena Indonesia merupakan negara tropis dan daerah-daerah di dalamnya merupakan daerah endemis dangue.
Sebuah masalah kesehatan dianggap darurat dan harus diangkat dalam penentuan agenda kebijakan untuk diatasi jika isu tersebut telah melampaui proporsi suatu krisis dan menyangkut nyawa manusia sehingga mendapat perhatian masyarakat luas.
Di Indonesia, DBD mengalami peningkatan kasus signifikan terutama saat pergantian musim, sehingga harus ada penanggulangan dan program untuk menekan angka kasus itu.
Namun, pada kenyataannya program dan upaya penanggulangan yang sudah ada saat ini belum cukup optimal karena belum berhasil menekan angka kasus DBD di Indonesia. Oleh karena itu, perlu adanya peranan multisektor di Indonesia untuk mendukung serta menginovasi program dan upaya penanggulangan kasus DBD.
Tindak Penanggulangan dan Pencegahan DBD
Upaya yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi risiko demam berdarah antara lain mengurangi habitat nyamuk dengan menutup genangan air, membersihkan tempat untuk menampung air minimal seminggu sekali, mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah, mempraktekkan 3M (menguras, menutup, mendaur ulang), dan mengonsumsi asupan vitamin C secara teratur.
Strategi tambahan dapat diterapkan dengan menabur larvasida, menggunakan kelambu pada waktu tidur, memasang kain kasa, menyemprot dengan insektisida, memasang obat nyamuk, dan memeriksa jentik berkala.
Tindak pengendalian nyamuk penyebab DBD juga dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, mengubur barang bekas yang dapat menampung air seperti ban bekas, kaleng bekas, dan sampah plastik, memelihara ikan pemakan jentik, melakukan pengasapan atau fogging, dan memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat- tempat penampungan air seperti, gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
Peran Mahasiswa Kesehatan Masyarakat sebagai Generasi Muda dalam Penanggulangan Penyakit DBD
Pencegahan DBD bukan hanya kewajiban bagi pemerintah atau pihak berwenang saja. Masyarakat terutama para generasi muda tentu punya peran penting untuk mencegah penyakit DBD.
Sayangnya, peran generasi muda dalam kegiatan pencegahan demam berdarah sejauh ini masih kurang terwakili. Hal ini terbukti dari minimnya partisipasi pemuda dalam kegiatan seperti gotong royong dan kerja bakti.
Oleh karena itu, para generasi muda harus menyadari bahwa mereka memiliki tugas dan tanggung jawab dalam masyarakat untuk menanggulangi penyakit DBD. Generasi muda harus berperan aktif dalam upaya mencegah penyakit DBD. Ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan para pemuda untuk mencegah DBD di lingkungan sekitar.
Beberapa hal yang dapat dilakukan para generasi muda untuk mencegah penyakit ini diantaranya dengan mengajak masyarakat untuk melakukan 3M Plus (menguras, menutup, mendaur ulang), Gerakan PSN (Pemberantas Sarang Nyamuk) dan menyelenggarakan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J). Kegiatan ini dapat diterapkan mulai dari lingkungan sekitar terlebih dahulu.
Sebagai mahasiswa kesehatan masyarakat, ikut serta kita dalam menanggulangi penyakit DBD sangat diperlukan. Para mahasiswa kesehatan masyarakat dapat menjadi contoh bagi masyarakat disekitar lingkungan mereka untuk menerapkan upaya pencegahan penyakit DBD.
Selain itu, kita bisa mengedukasi masyarakat sekitar tentang bahaya demam berdarah, mulai dari gejala hingga komplikasi yang timbul dari penyakit DBD. Ada banyak kegiatan yang dapat diterapkan di lingkungan sekitar guna membasmi nyamuk Aedes penyebab penyakit DBD.
Salah satunya adalah dengan membuat Ovoposition Trap (ovitrap) disetiap rumah warga, Ovitrap merupakan suatu perangkap untuk tempat bertelur nyamuk Aedes.
Ovitrap ini bisa warga buat sendiri dengan menggunakan barang sederhana dengan memanfaatkan botol plastik bekas. Selain itu, mahasiswa masyarakat juga bisa melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang kegunaan ovitrap sebagai perangkap nyamuk.
Kita juga bisa mensosialisasikan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) kepada masyarakat agar dapat terhindar dari bahaya penyakit DBD.
REFERENSI
Rokom. 2022. Kasus DBD Meningkat, Kemenkes Galakkan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik. (https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20220615/0240172/kasus-dbd- meningkat-kemenkes-galakkan-gerakan-1-rumah-1-jumantik-g1r1j/ ) diakses pada 19 November 2022.
Candra, Aryu. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko Penularan. Vol. 2 No. 2 Hal 113-114.
Rokom.(2022, September 23). Masuk Peralihan Musim, Kemenkes Minta dinkes Waspadai Lonjakan DBD. SehatNegeriku. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20220923/3741130/masuk-peralihan-musim-kemenkes-minta-dinkes-waspadai-lonjakan-dbd/
“Kemenkes RI.” https://d3v.kemkes.go.id/publikasi/page/buletin/demam-berdarah
Yasir., Zulfikar., Izzati Ulfa., & Zain Hadifah. (2021). Pemetaan Kasus Demam Berdarah Dengue dan Kepadatan Nyamuk Berdasarkan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Wilayah Kerja Puskesmas Lhoknga Kabupaten Aceh Besar. SEL Jurnal Penelitian Kesehatan, 8 (1), 37-38.
“Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan.” https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/10/tanda-dan-gejala-demam-berdarah-dengue (accessed Nov. 18, 2022).