Ekonomi dan UMKM
Penerapan Pajak Sembako, Dampaknya pada Pedagang dan Konsumen
PALEMBANG, WongKito.co - Kondisi pandemi COVID-19 berdampak langsung pada sektor perekonomian masyarakat. Termasuk pedagang di puluhan pasar tradisional Palembang yang sampai kini sepi pembeli.
Ratmi (53) pedagang di Pasar Kamboja Palembang mengaku sangat menyayangkan jika memang pajak sembako diterapkan.
"Sebelum pandemi saja penjualan menurun, apalagi saat ini semakin sedikit saja omzet dari berdagang sayur mayur," kata dia, Jumat (11/6/2021).
Hal senada diungkapkan Kuyung pedagang sembako mengaku sampai kini bisa bertahan tetap berjualan sudah sangat bersyukur.
"Modal menjual sembako ini cukup besar dek, tapi kami tidak bisa mengambil untung besar," kata dia.
Ia mengungkapkan rencana penerapan pajak untuk sembako pasti akan semakin menghimpit pedagang juga pembeli.
Kenaikan harga sembako tentu akan berpengaruh pada melambungnya harga kebutuhan lain, tambah dia.
Sementara Ekonom dari UIN Raden Fatah Palembang Prof Maya Panorama menjelaskan penerapan pajak sembako akan berdampak pada penambahan biaya produksi bagi produsen maupun penjual barang tersebut.
Akibat kenaikan biaya produksi tentu harga sembako akan naik, kata dia.
Lalu kenaikan harga sembako tambah dia dipastikan akan menurunkan daya beli.
Sehingga lambat laun akan berefek pada kenaikan inflasi, tambah dia.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melakukan manuver dengan menghapus sembilan bahan pokok (sembako) dari pengecualian barang kena Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Rencana ini terkuak lantaran Kemenkeu menghapus produk sembako dalam pasal 4A draf Rancangan Undang-Undang (RUU) nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang melansir Trenasia.com, jejaring WongKito.co.
Dengan kata lain, harga produk sembako berpotensi naik sebagai akibat diterapkannya kebijakan ini pada 2022. Keputusan ini pun menuai kritik tajam dari Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI).
Ketua Umum IKAPPI Abdullah Mansuri mengungkapkan pemerintah tidak seharusnya menarik penerimaan negara dari bahan pokok yang penting bagi hajat hidup masyarakat luas. Selain itu, kebijakan ini dikhawatirkan bisa menurunkan pendapatan pedagang kecil.
“Setelah kebijakan ini digulirkan, apalagi pada masa pandemi COVID-19, perekonomian yang sulit akan semakin sulit,” kata Abdullah dalam keterangan resmi, Rabu, 9 Juni 2021.
IKAPPI mengungkap pemerintah kesulitan menstabilkan harga produk sembako. Bila ditambah kebijakan ini, bukan tidak mungkin daya beli masyarakat semakin sulit terungkit.
“Harga cabai bulan lalu hingga Rp100.000, harga daging sapi belum stabil mau dibebani PPN lagi? kami kesulitan jual karena ekonomi menurun, dan daya beli masyarakat rendah. Ini malah mau ditambah PPN lagi, gimana enggak gulung tikar,” kata Abdullah.
Merespon rencana kebijakan ini, Abdullah bakal menempuh langkah lanjutan untuk mencegah penerapan PPN sembako ini diterapkan.
“Kami memprotes keras upaya-upaya tersebut dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di Indonesia, kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan anggota kami (pedagang pasar),” jelas Abdullah.
PPN memang menjadi komponen pajak yang menjadi tumpuan DJP Kemenkeu untuk memenuhi target penerimaan pajak pada 2022. Seperti diketahui, target penerimaan pajak pada 2022 naik 8,37%-8,42% menjadi Rp1.499,3 triliun-Rp1.528,7 triliun.(*)