Pengemis dan Manusia Silver Tanggung Jawab Siapa?

manusia silver

Oleh Nila Ertina

AKHIR-akhir ini petugas Satpol PP bekerja sama dengan Dinas Sosial Pemkot Palembang gencar melakukan penertiban pengemis dan manusia silver yang sejak beberapa bulan ini marak meminta-minta di perempatan lampu merah.

Pengemis, pedagang tisu maupun manusia yang dicat dengan warna perak atau silver makin ramai sejak beberapa bulan pandemi COVID-19 diumumkan Presiden Joko Widodo.

Khusus manusia silver yang paling mencolok karena tubuh mereka hanya bagian celana saja yang tidak dicat, sisanya termasuk kepala juga dicat warna perak.

Awalnya, hanya satu dua remaja tanggung yang berkeliaran di simpang V DPRD Provinsi Sumatera Selatan.

Lalu, makin ramai saja yang rela atau terpaksa mengecat tubuhnya, sebagai modal untuk meminta-minta di jalan-jalan. Bukan hanya anak-anak, remaja tetapi juga orang dewasa pun berdiri seolah menjadi patung.

Salah seorang pengemudi yang melintas di Jalan Radial Palembang, beberapa waktu lalu mengaku terpaksa memberikan uang untuk manusia silver karena kasian.

"Mereka tentunya, telah menyiapkan diri dan mengorbankan tubuhnya untuk mendapatkan uang walaupun hanya recehan karena itu apa salahnya memberikan sedikit rejeki," kata Rani sebut saja demikian.

Namun tindakan dermawan yang memberi receh tersebut, dinilai tidak tepat, karena akan menjadi pemicu semakin banyak yang akan meminta-minta dan menganggu ketertiban lalu lintas di kawasan publik itu.

Kepala Dinas Sosial Kota Palembang Heri Aprian menyebutkan pihaknya bekerja sama dengan Satpol PP dan instansi terkait telah melakukan penertiban anak jalanan, pengemis dan manusia silver.

Penertiban itu sesuai dengan ketentuan peraturan daerah yang mengatur larangan menganggu ketertiban, dimana aktivitas meminta-minta atau mengemis jadi salah satu yang diatur, sebut dia, Rabu (9/9).

Dia juga mengungkapkan, bukan hanya menertibkan peminta-minta tersebut tetapi petugas juga akan menertibkan dan memberikan sanksi bagi pemberi uang kepada mereka.

"Maraknya aktivitas manusia silver dan pedagang di jalanan tersebut karena memang mereka mendapatkan simpati dari warga yang memberi," imbuhnya.

Tidak main-main, Heri menambahkan bagi warga yang memberi pengemis di jalanan diancam kurungan tiga bulan atau denda Rp50 juta.

Karena itu, dia kembali mengingatkan agar jangan memberi pengemis di jalana, kalau memang ingin berdonasi silakan di tempat yang telah disediakan, tambah dia.

Namun, meskipun mengungkapkan sanksi bagi pemberi dan menertibkan bagi peminta-minta, dirinya tidak menyebutkan solusi apa bagi pengemis dan pengais rejeki di jalanan tersebut agar tidak lagi kembali beraktivitas di area publik itu.

Tampaknya, tanggung jawab pemerintah apalagi dinas sosial hanya sebatas itu membersihkan penganggu ketertiban lalu lintas bukan mendata lalu membuat program yang sesuai untuk mereka agar bisa berdikari.

Tanggung Jawab Pemerintah

Munculnya manusia silver, sempat menjadi bahasan paling ramai di laman media sosial oleh warga Palembang.

Bukan hanya masyarakat awam, tetapi sejumlah politikus juga menyampaikan pendapatnya terkait dengan kehadiran peminta-minta berwarna perak.

Sebagian besar status di facebook maupun instagram menyebutkan, pemerintahlah dalam hal ini pemkot yang bertanggung jawab atas kehadiran peminta-minta tersebut.

Kondisi pandemi COVID-19 yang berdampak luar biasa terhadap perekonomian masyarakat miskin, mengharuskan mereka memutar otak untuk bisa mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan hidup yang semakin sulit, sebut salah seorang pemimpin organisasi berbasis politik.

Senada dengan ungkapan tersebut, salah seorang manusia silver berusia sekitar 18 tahun mengaku dulu dirinya bekerja di salah satu toko di pusat perbelanjaan modern di kota pempek.

Kondisi berubah, sejak diterapkannya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tidak lagi bisa bekerja sementara sampai kini belum mendapatkan bantuan terdampak COVID-19 baik dari pemerintah pusat maupun pemkot, kata dia.

Lalu, seperti apa sebenarnya peran pemerintah dalam menghadapi kondisi pandemi yang paling banyak terdampak secara ekonomi adala kelompok masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Konstitusi tertinggi negara Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 34 menyebutkan fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara negara. Selanjutnya dalam Pasal 27 juga disebutkan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Kalaulah, konstitusi tersebut diterapkan tentu permasalahan kemiskinan akan langsung ditangani pemerintah mulai dari struktur terendah RT sampai dengan pemerintah pusat.

Faktanya, jauh panggang dari api kini rakyat Indonesia banyak yang miskin dan termiskinkan.

Bagikan

Related Stories