Saat Isu Omnibus Law Merasuk Sampai ke Generasi Z

Ilustrasi

"AKU ingin ikut demo menolak Omnibus Law!, kata Aisha siswa SMP di Palembang.

Apakah tahu apa itu Omnibus Law?. "iya kami tahu, kami banyak membaca di media mulai dari pengajuan yang ditolak sampai dengan pengesahan, jadi kami tidak asal ngomong," tutur dia.

Sejak digulirkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja penolakan disuarakan hampir dari penjuru nusantara.

Bukan hanya buruh pabrik, perkebunan, petani, mahasiswa dan aktivis lingkungan bahkan sejumlah pekerja dari berbagai perusahaan milik negara atau BUMN juga aktif menyuarakan penolakan.

Namun, Senin, 5 Oktober 2020, tepatnya disore hari DPR RI mengesahkan RUU tersebut menjadi regulasi baru yang pembahasannya dikebut hanya dalam hitungan bulan saja.

Unjukrasa yang berulang kali dari berbagai elemen masyarakat tidak hanya dengan mendatangi kawasan Senayan atau Gedung DPR RI.

Di daerah, penolakan serupa juga dilakukan masyarakat dari berbagai elemen. Bahkan di ruang virtual pun, gaung penolakan RUU Cipta Kerja terus menerus dilakukan dengan diskusi kritis terhadap upaya pemerintah mengajukan regulasi yang tak berpihak kepada rakyaknya.

Namun, gerakan penolakan tersebut tak memengaruhi kegigihan eksekutif yang mengajukan RUU dan legislatif yang membahas lalu mengesahkan.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebutkan rapat pembahasan RUU Cipta Kerja terus telah berlangsung selama 63 kali pertemuan.

Lalu dia sangat bersyukur atas disahkannya menjadi regulasi baru tersebut.

Berdasarkan draft RUU Cipta Kerja yang telah disahkan DPR RI tersebut terdapat 905 halaman dan 186 pasal

Regulasi tersebut dinilai sangat merugikan rakyat karena banyak aturan yang memihak pada kepentingan pengusaha, seperti terkait pengaturan gaji, upah, status kerja dan juga hak normatif lainnya.

Selain itu, untuk memudahkan pemilik modal, pemerintah rela membuat pasal yang dinilai sebagai legitimasi terhadap kerusakan lingkungan.

Karena itu, tidak heran kalau penolakan dari warga yang terdampak tambang batubara terus disuarakan.

Kembali ke generasi Z yang kini ikut menyuarakan penolakan terhadap RUU sapu jagat tersebut. Penyebaran informasi yang masif tentu tidak memilih sasarannya.

Generasi Z yang notabene paling mudah mendapatkan informasi terbaru, apalagi kini mayoritas memegang ponsel pintar akan sangat mudah mengikuti isu kekinian. Termasuk isu penolakan Undang-Undang Cipta Kerja yang baru disahkan.

Beragam argumentasi disampaikan kelompok usia remaja ini, melalui berbagai media sosial yang terbagi lagi dalam kelompok-kelompok.

Seperti diketahui saat ini komunitas K-POP menjadi paling banyak anggotanya yang aktif berselancar di dunia maya.

Kelompok ini, juga aktif mengampanyekan penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja dan mengakui kalau mereka tidak asal omong tetapi mengerti sejumlah isi regulasi yang merugikan rakyat tersebut.

Hal yang sama dilakukan, komunitas selebgram-selebgram cantik nan modis yang menolak Omnibus Law dengan cara berpuisi dan menyampaikan diksi-diksi yang meminta agar pemerintah konsisten berpihak kepada rakyat bukan pada segelintir orang saja.

Protes cara selebgram tersebut mayoritas disampaikan melalui akun instagram dan status whatsApp.

 

Aksi Gagalkan Omnibus Law, Senin (5/10) malam, di Simpang Lima DPRD Sumsel


Aksi Massa Bergulir

Di Palembang, aksi spontan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja telah diawali sejumlah aktivis sejak, Senin (5/10) malam di Simpang Lima DPRD Sumsel.

Aksi tengah malam menuntut pembatalan Omnibus Law tersebut diikuti puluhan aktivis mahasiswa dan petani dengan menyampaikan orasi secara bergilir.

Lalu, pengunjukrasa juga menyanyikan lagu-lagu perjuangan dan membakar ban sebagai simbol perlawanan terhadap tindakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat tetapi justru memihak pemilik modal.

"Aksi kami direpresif dan dipaksa bubar bahkan ada yang dipukuli," kata Sekretaris Serikat Tani Nasional (STN) Sumsel Edi Susilo.

Namun, tindakan represif tersebut tidak akan membuat tuntutan pembatalan Omnibus Law berhenti tetapi akan semakin melipatgandakan jumlah massa aksi, tutur dia.

Seruan aksi menggagalkan Omnibus Law juga digaungkan mahasiswa di Sumatera Selatan, Selasa (7/10) Aliansi Ampera Bergerak yang digawangi mahasiswa dari Universitas Sriwijaya kampus Indralaya akan berunjukrasa ke Simpang Lima DPRD Sumsel.

#Mositidakpercaya #Jegalsampaibatal menjadi isu yang kini disebarkan untuk mengajak sama-sama menggagalkan Omnibus Law.

Sekretaris Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sumsel, Untung mengatakan unjukrasa menuntut gagalkan Omnibus Law akan dipusatkan di Jakarta.

"Kami akan bergabung ke Jakarta, pada Kamis (8/10), karena aksi massa lah yang akan dapat dilakukan untuk menuntut pemerintah mencabut dan membatalkan mengesahkan UU yang pro pemilik modal," kata dia.(Nila Ertina)

 

Bagikan

Related Stories