Saat Pandemi, Ekspor Udang Masih Dominasi Devisa Produk Perikanan

Ilustrasi

JAKARTA, WongKito.co – Saat pandemi, ekspor dan potensi pasar udang masih mendominasi pendapatan devisa produk perikanan yang mencapai 40 persen.

“Sampai kini udang tetap menjadi primadona permintaan global yang masih sangat tinggi,” kata Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto, melansir TrenAsia.com, jaringan WongKito.co, Senin (26/10).

Ia berpendapat bahwa petambak udang di tengah pandemi COVID-19 ini masih tetap bersemangat dan produktif melakukan proses produksinya, seperti dalam bisnis budidaya udang di Pantura Jawa.

“Pandemi ini bisa menjadi potensi kita untuk memenuhi permintaan global, karena saat ini kita ketahui bersama sejumlah negara pesaing penghasil udang vaname terbesar dunia seperti India tengah lockdown,” ujarnya.

Penyederhanaan Izin

Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo juga menyampaikan semangat UU Cipta Kerja (Omnibus Law) di sektor perikanan budidaya antara lain membuka peluang masuknya investasi di bidang akuakultur.

“Pelaku usaha maupun investor untuk tidak lagi merasa ragu terjun dalam bisnis budidaya udang. Saat ini Pemerintah tengah memfasilitasi penyederhanaan berbagai jenis izin yang tidak diperlukan dan dinilai menghambat investasi masuk di usaha ini,” tegas Edhy.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan, semangat Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang bertujuan untuk memudahkan investasi masuk, sebenarnya sudah berjalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Semangat omnibus law sudah berjalan di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ini dibuktikan dengan lahirnya Sistem Informasi Izin Layanan Cepat (Silat) untuk perizinan kapal tangkap ukuran di atas 30 GT yang berlaku secara online pada akhir 2019,” kata Edhy.

Ia memaparkan, sistem Silat memangkas waktu pengurusan dari yang tadinya 14 hari menjadi satu jam. Hingga 7 Oktober 2020, berdasarkan data dari KKP, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari ribuan izin yang dikeluarkan Silat nilainya mencapai lebih dari Rp470 miliar.

Kemudahan perizinan kini juga berlaku di sektor perikanan budidaya, di mana sekarang prosesnya satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sementara KKP bertindak sebagai pengawas bersama dengan pemerintah daerah. “Tadinya butuh 21 izin untuk bisa memulai usaha budidaya di Indonesia,” ucapnya.

Bagikan

Related Stories