Serikat Pekerja Desak Pemerintah Tahun 2022 Naikkan UMP 7-10 Persen

Ribuan buruh mengikuti aksi unjuk rasa di Jalan Daan Mogot, Kota Tangerang, Banten, Rabu, 7 Oktober 2020. Aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan buruh atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja oleh DPR yang dianggap merugikan kaum buruh. Foto: Panji Asmoro/TrenAsia

JAKARTA, WongKito.co, – Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendesak pemerintah pada 2022 untuk menaikkan upah minimum  sebesar 7% - 10%, dengan pertimbangan masih rendahnya daya beli masyarakat. 

Tuntutan kenaikan upah minimum sebesar 7% - 10%, didasarkan pada hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di 24 Provinsi, dengan menggunakan 60 komponen KHL. 

“Hasil survey KHL KSPI menunjukkan bahwa besaran kenaikan upah minimum pada 2022 yang paling layak adalah sebesar 7 persen sampai dengan 10 persen,” kata Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, Sabtu 30 Oktober 2021.

Baca Juga : Pembiayaan BCA Syariah Terdongkrak Expo KPR, Catat Kinerja Positif

Mirah Sumirat juga menekankan bahwa sampai saat ini Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih dalam proses sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi. Sehingga segala peraturan turunannya, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2021 tentang pengupahan seharusnya dikesampingkan dan tidak dipaksakan untuk diberlakukan. 

ASPEK Indonesia meminta pemerintah untuk menetapkan kenaikan upah minimum tahun 2022, dengan tetap menggunakan formula perhitungan kenaikan upah minimum berdasarkan Undang Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kenaikan Upah Minimum, yaitu berdasarkan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL), produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Ia berpendapat, selama pemerintahan Presiden Joko Widodo ada banyak peraturan pengupahan yang semakin rendah dan merugikan pekerja. Juga, lemahnya fungsi pengawasan dari Dinas Ketenagakerjaan dan Kementerian Ketenagakerjaan menjadi permasalahan serius yang selalu gagal dibenahi oleh pemerintah. 

“Akibatnya masih banyak perusahaan yang membayar upah pekerjanya hanya sebatas upah minimum. Padahal seharusnya upah minimum hanya diberikan kepada pekerja lajang dengan masa kerja kurang dari 1  tahun.”

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Ananda Astri Dianka pada 30 Oct 2021 

Bagikan
Redaksi Wongkito

Redaksi Wongkito

Lihat semua artikel

Related Stories