Simak Penjelasan Prof Quraish Shihab Terkait Malam Lailatul Qadar

Prof Muhammad Quraish Shihab (NU.or.id)

MALAM Lailatul Qadar malam yang lebih baik dari seribu bulan, kalimat ini acap kali diucapkan untuk menunjukkan betapa istimewanya malam yang hanya ada saat bulan Ramadan dan juga bertepatan dengan malam ganjil.

Benarkah pertanda datangnya malam lailatul qadar di antaranya membekunya air, heningnya malam, menunduknya pepohonan, dan sebagainya? Tanda-tanda tersebut harus diimani oleh setiap Muslim berdasarkan pernyataan Al-Qur’an, bahwa “Ada suatu malam yang bernama Lailatul Qadar” (QS Al-Qadr: 1) dan malam itu merupakan “malam yang penuh berkah di mana dijelaskan atau ditetapkan segala urusan besar dengan kebijaksanaan” (QS Ad-Dukhan: 3).

Selain membaca tanda-tanda dan berusaha mendapatkan malam lailatul qadar, hendaknya setiap Muslim juga memahami arti dan makna lailatul qadar itu sendiri.

Baca Juga:

Untuk memperoleh pemahaman yang jernih terkait malam lailatul qadar, Prof Muhammad Quraish Shihab dalam Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (1999) memberikan penjelasan terkait arti dan makna kata qadar, mengutip NU Online, Rabu (27/4/2022).

Penulis Kitab Tafsir Al-Misbah tersebut memaparkan tiga arti pada kata qadar, sebagai berikut: Pertama, qadar berarti penetapan atau pengaturan sehingga lailatul qadar dipahami sebagai malam penetapan Allah bagi perjalanan hidup manusia.

Pendapat ini dikuatkan oleh penganutnya dengan Firman Allah pada QS Ad-Dukhan ayat 3. Ada ulama yang memahami penetapan itu dalam batas setahun.  Al-Qur’an yang turun pada malam lailatul qadar diartikan bahwa pada malam itu Allah SWT mengatur dan menetapkan khittah dan strategi bagi Nabi-Nya, Muhammad SAW guna mengajak manusia kepada agama yang benar yang pada akhirnya akan menetapkan perjalanan sejarah umat manusia, baik sebagai individu maupun kelompok.

Kedua, qadar berarti kemuliaan. Malam tersebut adalah malam mulia yang tiada bandingnya. Ia mulia karena terpilih sebagai malam turunnya Al-Qur’an serta karena ia menjadi titik tolak dari segala kemuliaan yang dapat diraih.

Kata qadar yang berarti mulia ditemukan dalam ayat ke-91 Surat Al-An’am yang berbicara tentang kaum musyrik: ma qadaru Allaha haqqa qadrihi idz qalu ma anzala Allahu ‘ala basyarin min syay’i (mereka itu tidak memuliakan Allah sebagaimana kemuliaan yang semestinya, tatkala mereka berkata bahwa Allah tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia).

Ketiga, qadar berarti sempit. Malam tersebut adalah malam yang sempit, karena banyaknya malaikat yang turun ke bumi, seperti yang ditegaskan dalam Surat Al-Qadar: Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

Kata qadar yang berarti sempit digunakan oleh Al-Qur’an antara lain dalam ayat ke-26 Surat Ar-Ra’du: “Allah yabsuthu al-rizqa liman yasya’ wa yaqdiru” (Allah melapangkan rezeki bagi yang dikehendaki dan mempersempitnya bagi yang dikehendakinya).(*) 

Editor: Nila Ertina

Related Stories