Tiga Perubahan Prilaku Selama Pandemi Menurut Aprindo

Warga mengakses salah satu platform e-commerce untuk berbelanja secara daring melalui gawai dalam rangka Hari Belanja Online Nasional atau ‘Harbolnas 11.11’ di Tangerang, Banten, Rabu, 11 November 2020. ( Foto: Ismail Pohan/TrenAsia)

 JAKARTA, WongKito.co - Setidaknya ada tiga perubahan prilaku selama pandemi COVID-19. Hal yang paling sederhana, kebiasaan berbelanja langsung ke toko mulai digantikan dengan praktisnya berbelanja di rumah lewat situs e-commerce.

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) pun mengakui perubahan perilaku konsumen ini. Asosiasi dengan 350 anggota pengusaha ritel ini mencatat ada tiga perubahan perilaku konsumen yang terjadi akibat pandemi COVID-19.

Pertama, (konsumen) beralih ke kebutuhan dasar dan kesehatan. Ini yang membuat transaksi di ritel tidak produktif. Toko swalayan menjadi minus,” ujar Ketua Umum Aprindo Roy N. Mandey dalam konferensi pers virtual, melansir TrenAsia.com, jejaring WongKito co, Kamis, 22 Juli 2021.

Perubahan ini pun membuat rata-rata transaksi di kasir (basket size) toko swalayan terpuruk. Roy mengungkapkan dari biasanya basket size di minimarket rata-rata Rp100.000 jadi sekitar Rp20.000-30.000. 

“Tidak lagi ada impulse buying. Kalau dulu kita belanja di ritel sebelum ada pandemi, ada diskon buy 1 get 1 pasti kita beli,” ujar Roy yang juga menjabat sebagai Wakil Presiden Komisaris Independen PT Matahari Department Store Tbk (LPPF).

Kedua, Aprindo melihat belanja online semakin diminati. Ini pula yang membuat pasar ritel fisik semakin tergerus dan juga berubahnya strategi beberapa perusahaan ritel yang turut bersaing di pasar digital.

Ketiga, bayar tunai kelihatan semakin jadul. Roy mengatakan transaksi non tunai (cashless) seperti OVO, Gopay, Dana, dan lain-lain semakin populer.

“Kalau sekarang kita keluarkan uang tunai memang jadi jadul kita. Semuanya bayar dari handphone–OVO, Gopay, Dana, dan seterusnya,” jelas Roy.

Lantas, apakah perubahan perilaku konsumen ini berarti berakhirnya nasib pusat perbelanjaan atau mal? Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Alphonzus Widjaja mengatakan tren perilaku konsumen ini akan berubah lagi setelah pandemi.

“Pusat perbelanjaan ini nantinya tidak hanya untuk belanja, tetapi juga untuk bersosialisasi, berinteraksi secara langsung dengan teman, kolega, dan saudara sambil belanja. Jadi, fungsi belanjanya jadi nomor dua,” ujar Alphonzus dalam kesempatan yang sama.

Menurutnya, hal ini yang harus diingat para pengelola pusat perbelanjaan jika ingin terus bertahan setelah pandemi berakhir. Pengusaha-pengusaha harus memberikan fasilitas yang membuat pengunjung mau menghabiskan waktu di mal-mal.

Alphonzus pun menegaskan online bukan suatu ancaman bagi pengusaha ritel di Indonesia. Ini karena DNA pusat perbelanjaan itu memang di fisiknya, sebaliknya marketplace DNA-nya di online.

“Pusat perbelanjaan itu dibangun dan didesain (untuk kegiatan) offline, jelas. Pusat perbelanjaan harus memperkuat DNA offline-nya,” katanya. 

 

Editor: Nila Ertina
Bagikan

Related Stories