Upaya Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Menjadi Positif di Tengah Kondisi Ekonomi yang Buruk

ilustrasi

SURVEI Saiful Mujani Research and Consulting atau SMRC menyimpulkan sampai awal Agustus 2020, mayoritas warga menyebutkan kondisi ekonomi rumah tangga saat ini lebih buruk pascareformasi.

Bahkan pandemi COVID-19 ini, mendorong perekonomian rumah tangga jauh lebih buruk dari sebelum terjadinya wabah, hal ini diungkapkan dalam rilis SMRC, Minggu (9/8).

Kalau sudah bicara ekonomi rumah tangga, tentu tak jauh dari peran perempuan atau kaum ibu yang merasakan dampak langsung dari memburuknya kondisi ekonomi.

Bagaimana kondisi sesungguhnya ekonomi masyarakat khususnya di Sumatera Selatan?. Saya berupaya mencari informasi terkait dengan menemui sejumlah narasumber dan mengutip dari publikasi berita baik langsung didengar dari siaran langsung televisi nasional maupun tulisan di laman www.wongkito.co.

Musiana (46) pedagang makanan di salah satu sekolah dasar di kawasan Karanganyar Palembang mengaku sejak diliburkannya kegiatan belajar mengajar di sekolah saat itu juga pendapatanya dari hasil berjualan terhenti.

Biasanya, dari hasil berjualan beragam makanan kecil dapat sekitar Rp50 ribu per hari, kata dia.

Namun, sekarang sudah tidak ada penghasilan lagi. "Saya hanya mengandalkan pendapatan suami yang bekerja sebagai buruh panggul barang di kawasan Pasar 16 Ilir," katanya.

Sebelum COVID-19 saja, uang dari suami kurang bu, apalagi kini setelah saya tidak berjualan lagi.

"Inginnya bisa kembali mendapatkan penghasilan sendiri, cari-cari tetangga yang mau memberi upahan cuci pakaian sampai sekarang belum ada," ungkap dia lirih.

Siti (58) yang selama ini hanya mengandalkan uang pensiun almarhum suaminya mengaku sungguh berat memenuhi kebutuhan hidup akhir-akhir ini.

Meskipun mendapat gaji bulanan dari kantor almarhum suaminya yang pensiunan PNS golongan II, uangnya hanya cukup membayar listrik dan air PDAM serta memberi beras.

Padahal kebutuhan lainnya juga mesti dipenuhi, mengingat dia mengatakan tidak hanya tinggal sendiri tetapi juga bersama anak dan cucu-cucunya.

Berbeda dengan Dwi (34) yang mengaku usahanya sama sekali tidak terpengaruh pandemi, karena usaha yang digelutinya menjual barang elektronik dan furniture kini pemasarannya mengoptimalkan media sosial.

"Alhamdulillah, usaha saya berjalan normal dan cenderung tidak ada pengaruh meskipun dalam kondisi pandemi COVID-19," kata perempuan ramah ini dibincangi melalui Whatsaap, Selasa (11/8).

Ia mengakui, mengoptimalkan penjualan online membuat usaha yang digelutinya tersebut bisa bertahan meskipun kini banyak yang banting harga karena minimnya pembeli.

"Memanfaatkan peluang pasar online jadi kunci untuk tetap bertahan bahkan memperluas jaringan pemasaran," ujar dia.

"Setiap hari transaksi tetap ada, contohnya hari ini ada penjualan barang elektronik dan furniture," ungkap Dwi.

Dia menjelaskan, untuk memudahkan pembeli, penjualan produk juga bisa dilakukan dengan pembayaran di tempat ketika barang tiba.

Selain itu, bagi yang ingin membeli dengan cara mencicil pihaknya juga menyiapkan fasilitas itu, tambah dia.

Lalu Bagaimana Kondisi Ekonomi Sumsel?

Setelah diumumkannya kondisi pertumbuhan ekonomi nasional yang minus 5,32. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumsel menyampaikan, angka pertumbuhan ekonomi di kuartal II tahun 2020 terkontraksi sebesar -1,37 persen secara year on year. Bahkan dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, tercatat kontraksi -2,30 persen.

Kepala BPS Provinsi Sumsel, Endang Tri Wahyuningsih melalui Kabid Neraca Wilayah dan Analisis Statistik BPS Provinsi Sumsel Tri Ratna Dewi membenarkan, pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan selama semester I-2020 mencapai 1,75 persen (c-to-c).

Ia menguraikan, ekonomi Sumsel pada triwulan II-2020 terhadap triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 2,30 persen (q-to-q). Dari sisi produksi, penurunan terbesar disebabkan oleh kontraksi pada lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 22,19 persen. Sementara itu dari sisi pengeluaran disebabkan oleh komponen ekspor yang mengalami kontraksi sebesar 13,34 persen.

“Sumsel masih tertolong di sumber daya alam yang ada. Pertanian Sumsel masih bagus, pertanian itu ada panen raya jadi itu benar-benar menolong pertumbuhan Sumsel. Semuanya terkontraksi untuk wilayah Sumatera untuk Yoy-nya,” ungkapnya.

Masih beruntungnya kondisi perekonomian Sumsel pada triwulan I dan II ini tentu sangat berkaitan dengan masa panen sejumlah komoditi unggul di daerah tersebut.

Salah satunya, panen kopi yang berlangsung pada sejumlah kabupaten/kota, seperti Muaraenim dan Lahat serta Pagaralam. Di Sumsel terdapat sekitar 300 ribu hektare lahan perkebunan kopi rakyat.

Harus diakui, panen kopi yang sampai kini masih merupakan buah tahunan tersebut membuat petani komoditi itu cenderung tidak terpengaruh pandemi.

Petani masih bisa menjual biji kopi dengan harga yang cenderung stabil yaitu Rp18.000 per kilogram, dengan perolehan yang cukup tinggi karena hasil buah tahunan kali ini lebih banyak dibandingkan sebelumnya.

Sejauh ini, masyarakat pedesaan yang mengantungkan hidup dari menanam kopi memang tampak tak terpengaruh pertumbuhan ekonomi yang minus.
Tentunya berbeda dengan petani yang selama ini berkebun karet atau sawit. Setelah bertahun-tahun menjadi tanaman primadona karena bisa dipanen setiap hari, kini kondisi sebaliknya terjadi mengikuti harga pasaran dunia yang sejak beberapa tahun ini tidak berpihak kepada petani karet dan sawit.

Hari ini, Selasa (11/8) Presiden Joko widodo menegaskan penurunan pertumbuhan ekonomi nasional yang minus hingga 5,32 itu tidaklah seberapa.

Bandingkan dengan Italia minus 17,3 persen, Jerman dan Prancis pun mengalami hal serupa, kata presiden dalam kesempatan menyaksikan langsung uji coba vaksi COVID-19 di Bandung.

Dia juga meminta pemerintah daerah untuk tidak menahan belanja karena saat ini tercatat dana APBD masih tersimpah Rp170 triliun di bank.

Belanja anggaran hendaknya segera dilakukan agar pertumbuhan ekonomi menjadi positif, tutur dia.

Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan Provinsi Sumsel Taukhid dalam kesempatan diskusi secara online, Senin (10/8) sore menyebutkan realisasi penggunaan anggaran sudah mencapai 39 persen dari pagu Rp12 triliun lebih. Dengan alokasi dana untuk belanja pegawai, barang, modal dan bantuan sosial.

"Sejauh ini pandemi belum secara signifikan berpengaruh terhadap realisasi belanja pada semester pertama tahun 2020," kata dia.

Apalagi jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, Taukhid menambahkan justru tahun ini realisasinya lebih tinggi karena tahun lalu hanya 35 persen.

Dia menyebutkan pihaknya juga mendorong agar masyarakat juga terlibat aktif menjadi pelaksana proyek-proyek pemerintah karena dampaknya dipastikan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi positif, ujar dia.

Sementara Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru pekan lalu mengatakan akan berupaya menjaga semangat pelaku usaha untuk terus beraktivitas guna membangkitakan perekonomian daerah.

Namun, tentunya harus tetap menerapkan protokol kesehatan sebagai upaya tetap mengantisipasi terpaparnya COVID-19,kata dia.

Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada Triwulan III, ia mengaku telah menyiapkan beberapa strategi. Salah satunya menggandeng instansi yang ada di pemda maupun yang vertikal untuk membelanjakan uang sebanyak-banyaknya.

“Proyek tidak ada yang boleh stop, tetap jalan terus. Bantuan langsung, seperti kredit usaha rakyat (KUR) terus didorong, dimana telah terjadi peningkatan semula 30% sekarang sudah mendekati 40% tersalurkan,” terangnya.

Berbagai strategi yang siap dilaksanakan tersebut, gubernur mengaku optimis pertumbuhan ekonomi daerah tersebut akan terus membaik.

"Apalagi stimulasi dari berbagai pihak terus dilakukan dalam rangka mendorong laju pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi," sebut dia.

Sementara jumlah penduduk Sumsel berdasarkan data BPS mencapai 8,5 juta jiwa lebih dengan jumlah penduduk miskin sekitar 12 persen.

Bagikan

Related Stories