Antisipasi Perkawinan Anak, Pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi jadi Kurikulum Penting sejak Dini

Antisipasi Pernikahan Anak, Pendidikan Kesehatan Seksual dan Reproduksi jadi Kurikulum Penting sejak Dini (Foto WongKito.co/Nila Ertina)

PALEMBANG, WongKito.co - Guna mengantisipasi terjadinya praktik pernikahan anak yang menurut data BPS Sumatera Selatan angkanya mencapai 31,89 persen pada tahun 2022, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi menjadi kurikulum penting diterapkan sejak pendidikan usia dini, seperti di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Hal itu, menjadi salah satu rekomendasi pada lokakarya Diseminasi Hasil Penelitian Feminist Participatory Action Research (FPAR) yang diselenggarakan secara hibrid melibatkan jaringan Permampu pada delapan provinsi di Sumatera, di Palembang acara difasilitasi Women Criris Centre (WCC) Palembang, Kamis (26/4/2024).

Direktur WCC Palembang, Yesi Aryani mengatakan memasukan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi dalam kurikulum pendidikan formal menjadi sangat penting.

"Mengingat hingga kini angka pernikahan anak masih sangat tinggi, termasuk di Sumatera Selatan," kata dia.

Baca Juga:

Ia menjelaskan tim melakukan penelitian pada tiga lokus yaitu di Desa Pulau Harapan Kabupaten Banyuasin, Desa Sebau Kabupaten Muara Enim dan Desa Awal Terusan Kabupatenn Ogan Komering Ilir.

"Tim meneliti dan mengindentifikasi perubahan tren perkawinan anak usia bawah 19 tahun pascadiimplementasikannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perkawinan dan masa COVID-19,"  ujar dia.

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 adanya perubahan dari Undang-Undang Perkawinan tahun 1974 yang mengatur izin pernikahan dilakukan pada usia 19 tahun baik laki-laki maupun perempuan.

Yesi menjelaskan data mengungkapkan pada tahun 2020 jumlah perkawinan anak usia dibawah 19 tahun sebanyak 58.715 pasangan.

Dimana pada tahun 2021 terjadi kenaikan sebanyak 13,44 persen demikian mengutip data Kemenag Sumsel, dan data BPS terbaru juga menunjukan adanya kenaikan, bahkan untuk anak usia di bawah 16 tahun.

"Perkawinan anak ini merupakan fenomena gunung es," tegas Yesi pada lokakarya yang diikuti lintas sektor yaitu dari dinas pendidikan, kemenag dan dinas kesehatan serta lembaga lain terkait.

Pemicu

Banyak faktor yang memicu terjadinya perkawinan dini, dari hasil riset pada tiga lokasi di Sumatera Selatan tersebut terungkap masalah utama adalah karena kemiskinan, dimana mereka kesulitan mendapatkan akses pendidikan, sehingga terpaksa putus sekolah saat menempuh pendidikan sekolah dasar, atau hanya tamat SD.

Selain itu, akibat dari kemiskinan orang tua pun tidak cukup wawasannya untuk memberikan pendidikan yang baik kepada anak, terutama dalam hal menyampaikan pemahaman sejak dini terkait kesehatan reproduksi.

Berbagai faktor lain juga menjadi penyebab dari masih maraknya perkawinan anak, terutama di era penetrasi internet yang sangat luar biasa ini, tetapi kembali lagi karena minimnya bekal ilmu yang diberikan orang tua dampak dari kemiskinan dan kurangnya pendidikan orang tua.

Kepala UPTD Puskesmas Gelumbang Kabupaten Muara Enim, Fitri Sujariah, SST.,MKes dalam kesempatan yang sama mengungkapkan untuk mengantisipasi pernikahan anak penting sekali melibatkan semua sektor 
karena permasalahan sebenarnya tentu dari masih minimnya pengetahuan yang didapatkan anak dan orang tua terkait dengan berumahtangga.

Ia mencontoh Puskesmas selama ini telah melakukan sosialisasi secara berkala terkait dengan upaya pencegahan perkawinan anak. Tetapi sebagai tenaga medis, masyarakat masih hanya mempercayakan untuk pemeriksaan kesehatan.

Di sisi lain, peran penting kaum pendidik, pemuka agama dan lembaga lain yang berkaitan juga sangat strategis untuk menekan angka perkawinan anak, kata dia.

Yesi menambahkan kolaborasi lintas sektor memang menjadi salah satu solusi untuk mendukung program penurunan angka perkawinan anak.

"Kami tentunya, sangat mengharapkan agar pertemuan terus berlanjut sehingga Sumsel bisa bebas dari praktik perkawinan anak," kata dia.

Baca Juga:

Selain itu, dengan berkolaborasi,  ia mengungkapkan kebutuhan akan advokasi dan pencegahan serta penanganan perkawinan anak bisa dilakukan secara intensif dan masif.

Sinergi program  bersama pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil serta lembaga lainnya bisa menjadi solusi secara komprehensif, dari mulai pengentasan kemiskinan, implementasi pendidikan yang  berbasis kesehatan reproduksi dan mencerdaskan generasi muda di Sumatera Selatan.(ert)

Editor: Nila Ertina

Related Stories