Kamis, 02 November 2023 22:18 WIB
Penulis:Nila Ertina
JOGJA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Yogyakarta bersama mendampingi kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak 12 jurnalis akurat.co Biro Yogyakarta atau “Akurat Jogja”.
Karena mediasi macet, perselisihan hubungan industrial yang terjadi di PT Akurat Sentra Media itu berlanjut ke pengadian. Tercatat ada 12 jurnalis “Akurat Jogja” yang diberhentikan tanpa pesangon serta surat PHK resmi dari kantor.
Tujuh dari 12 jurnalis tersebut akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Yogyakarta. Sidang perdana sedianya digelar, Rabu, 1 November 2023. Namun pihak tergugat maupun kuasa hukum tergugat tidak menghadiri sidang tersebut.
“Nanti aka nada pemanggilan kedua,” ujar salah satu kuasa hukum penggugat dari LBH Pers Victor Mahrizal dalam keterangan resmi, dikutip Kamis, 2 November 2023. Perselisihan hubungan industrial tersebut sebelumnya telah melewati proses mediasi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY.
Baca Juga:
Disnakertrans telah mengeluarkan Surat Risalah Penyelesaian Hubungan Industrial tertanggal 13 April 2023 dan Surat Anjuran tertanggal 09 Mei 2023. Namun upaya mediasi deadlock kaarena tidak ada iktikad baik dari PT Akurat Sentra Media. “Kami memperjuangkan hak para eks jurnalis Akurat,” tegas Victor.
Pihaknya menyayangkan tergugat maupun kuasa hukum tergugat mangkir dari sidang perdana. Menurut dia, manajemen PT Akurat Sentra Media tidak mematuhi panggilan pengadilan.
“Ini menjadi catatan, Apakah pihak Akurat mau kooperatif atau tidak. Kalau memang tidak bisa menghadiri sidang, harapannya pihak tergugat atau kuasa hukumnya segera menghubungi kami untuk bertemu. Kalau tidak ya proses ini tetap berlanjut,” ujarnya.
Salah seorang eks jurnalis Akurat Ahada Ramadana mengungkapkan kasus PHK sepihak bermula pada 20 Desember 2022. Saat itu, manajemen Akurat dari Jakarta melakukan kunjungan ke Yogyakarta. Manajemen memberi target produksi 200 berita/artikel per hari bagi tim “Akurat Jogja” yang terdiri delapan penulis dan empat asisten redaktur.
Seluruhnya berstatus karyawan kontrak (PWKT), hanya kepala biro yang karyawan tetap (PKWTT). “Bayangkan, dalam sehari, reporter berkewajiban membuat kurang lebih 25 artikel dan asisten redaktur mengedit 50 artikel/berita per hari. Ini sangat tidak masuk akal,” ujar Ahada.
Dia menerangkan, bila rata-rata waktu produksi meliputi mencari bahan, menulis, mengunggah content management system (CMS) 1 jam untuk 1 berita, maka penulis akan bekerja selama 25 jam sehari tanpa istirahat.
“Tuntutan target ini tentu saja berimbas terhadap kualitas artikel. Maka dari itu, kami menegosiasi jumlah artikel yang harus ditulis. Dalam proses negosiasi, kami justru mendapat kabar pemecatan melalui Kepala Biro Jogja pada 3 Januari 2023,” ujar Ahada.
Eks jurnalis Akurat yang lain Dian Dwi Anisa mengatakan kabar pemecatan terhadap 12 personel Akurat Jogja tersebut disampaikan oleh Kabiro Jogja. Baru pada 11 Januari 2023, pihak Akurat Jakarta menyampaikan pemecatan secara daring melalui Zoom.
Dalam pertemuan Zoom tersebut, lanjut Dian, karyawan Akurat Jogja meminta surat PHK. "Ketika saya minta langsung surat PHK ke manajemen Jakarta, mereka memang tidak berkenan memberikannya. Kami di-PHK tanpa surat PHK, cuma paklaring,” tuturnya.
Dian menyebut alasan pemecatan mereka juga tidak jelas. “Kontribusi 4,5 tahun ditawari pesangon hanya 1 x gaji dengan pertimbangan ‘sesuai kemampuan perusahaan’. Tentu saja kami menolak,” katanya.
Lebih lanjut, terdapat satu poin dalam surat kontrak kerja yang dinilai merugikan karyawan. Hal itu yakni Pasal 12 Ayat 7, yang memuat bahwa karyawan tidak berhak mengajukan tuntutan, klaim, gugatan atau permintaan ganti rugi/kompensasi dalam bentuk apapun kepada perusahaan.
“Kami mengecek di kontrak kerja ada poin bahwa karyawan dilarang menuntut perusahaan. Setelah kami konsultasikan ke Disnaker, poin itu batal demi hukum,” katanya.
Selain tidak diberikan pesangon, hak lain yakni Tunjangan Hari Raya Keagamaan pada 2020 baru dibayar setengah upah kepada delapan pekerja. Mereka menjanjikan pelunasan pada akhir 2020. Namun hingga sekarang belum ada pelunasan THR.
Baca Juga:
Koordinator Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas AJI Yogyakarta Nur Hidayah Perwitasari mengatakan kasus PHK sepihak yang menimpa 12 wartawan di PT Akurat Sentra Media ini menjadi preseden buruk bagi dunia pers di Indonesia.
“Target produksi berita yang tidak masuk akal itu tentu saja merusak kualitas jurnalistik. Industri media harus fair, tidak boleh ada eksploitasi pekerja media di balik ruang redaksi,” tegasnya. Pihaknya menyebut PHK bisa saja dilakukan oleh perusahaan.
Namun proses PHK tersebut harus sesuai dengan aturan yang ditetapkan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan. “LBH Pers Yogyakarta bersama AJI Yogyakarta memperjuangkan hak para jurnalis. Hak-hak pekerja harus diberikan. Para pekerja media ini menjadi korban media yang tidak profesional,” katanya.
Lebih lanjut, Wita mengingatkan perusahaan media agar taat hukum. Apabila perusahaan tidak memenuhi kewajibannya membayarkan hak pekerja seperti upah, pesangon maupun Tunjangan Hari Raya (THR), tentu ada konsekuensi sanksi.
“Ini menjadi catatan yang akan kami teruskan ke Kementerian Tenaga Kerja maupun ke Dewan Pers. Kami mendesak agar ada sanksi berat bagi perusahaan media yang melakukan pelanggaran ketenagakerjaan dan tidak taat hukum. Mulai dari teguran, pencabutan izin hingga sanksi penutupan perusahaan,” tegasnya.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Chrisna Chanis Cara pada 02 Nov 2023