Aksi Tiananmen hingga Reformasi 1998, Berikut Sederet Demonstrasi Terbesar di Dunia Penanda Perubahan Besar

Sabtu, 06 September 2025 09:13 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

1744083977082.webp
Para demonstran berbaris selama protes “Hands Off!” di seluruh negeri di New York. (Charly Triballeau/AFP)

JAKARTA, WongKito.co - Demonstrasi bukan sekadar kerumunan massa yang memenuhi jalan-jalan kota. Ia adalah wujud nyata dari suara rakyat, ekspresi kolektif yang muncul ketika jalur komunikasi formal dianggap tak lagi mampu menyalurkan aspirasi. 

Dalam banyak kasus, demonstrasi lahir dari kegelisahan masyarakat terhadap ketidakadilan, ketimpangan, atau kebijakan yang dinilai merugikan. Dengan membawa poster, pekikan orasi, hingga aksi damai, massa berusaha mengguncang pusat kekuasaan dan memaksa para pemimpin untuk mendengar. Tak jarang, sebuah protes menjadi titik balik yang menentukan arah sejarah sebuah bangsa.

Dari Asia hingga Eropa, demonstrasi besar kerap menjadi sorotan dunia dan memicu solidaritas lintas negara. Ada yang digerakkan oleh isu politik, menuntut kejatuhan rezim otoriter, ada pula yang didorong oleh persoalan sosial, ekonomi, hingga lingkungan hidup.

 Meskipun tidak semua protes berujung pada perubahan kebijakan, jejaknya kerap meninggalkan inspirasi bagi generasi berikutnya. Sejarah mencatat, sepuluh demonstrasi terbesar di dunia telah menjadi bukti bahwa suara rakyat, ketika bersatu, memiliki daya yang mampu melampaui batas waktu dan wilayah.

Dilansir dari berbagai sumber, berikut Sederet aksi demonstrasi terbesar di dunia:

Aksi Lapangan Tiananmen (1989)

Beijing menjadi pusat perhatian dunia ketika lebih dari satu juta orang, dipimpin mahasiswa, menuntut reformasi politik dan kebebasan. Demonstrasi ini berlangsung berminggu-minggu dengan suasana penuh harapan. 

Namun, pada 3-4 Juni, militer China dikerahkan untuk menumpas aksi tersebut. Tank dan senjata api menghadapi rakyat tak bersenjata, menewaskan ratusan hingga ribuan orang. Hingga kini, Tiananmen masih menjadi luka sejarah sekaligus simbol perjuangan demokrasi yang dibungkam.

Gerakan George Floyd & Black Lives Matter (2020)

Kematian George Floyd di Minneapolis akibat tindak brutal polisi memicu amarah publik. Ribuan orang turun ke jalan di lebih dari 75 kota Amerika Serikat, meneriakkan seruan "keadilan" dan "akhiri rasisme." 

Gelombang ini meluas ke berbagai negara, dari London hingga Sydney, menjadikan BLM gerakan global melawan diskriminasi rasial. Aksi ini juga memicu perdebatan besar tentang reformasi kepolisian di Amerika.

Pawai Perempuan (2017)

Sehari setelah Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS, jalanan Washington DC dipenuhi lautan manusia, lebih dari setengah juta orang. Mereka menolak pandangan Trump yang dianggap merendahkan perempuan. 

Identitas paling mencolok dari aksi ini adalah "topi rajut merah muda" yang dipakai ribuan peserta, menjadi simbol solidaritas dan kekuatan perempuan di abad ke-21.

Protes Anti-Perang Irak (2003)

Pada 15 Februari 2003, dunia menyaksikan salah satu protes global terbesar sepanjang sejarah. Sekitar tiga juta orang di kota-kota besar, mulai dari London, Roma, hingga New York, menolak rencana invasi Amerika Serikat ke Irak. 

Meski akhirnya invasi tetap dilakukan pada Maret 2003, aksi ini membuktikan bahwa suara rakyat lintas benua mampu bersatu menentang perang.

Pawai Garam India (1930)

Dipimpin Mahatma Gandhi, puluhan ribu orang menempuh perjalanan sejauh 380 kilometer dari Sabarmati ke pantai Dandi untuk memprotes monopoli garam Inggris. Meski tampak sederhana, pawai ini mengobarkan semangat perlawanan rakyat India. 

Aksi tersebut memicu jutaan bentuk pembangkangan sipil, dari boikot produk Inggris hingga protes pajak. Pawai Garam menjadi tonggak penting menuju kemerdekaan India pada 1947.

Protes Petani India (2020–2021)

Sembilan dekade setelah Pawai Garam, India kembali jadi sorotan dengan protes petani terbesar dalam sejarah modern. UU pertanian baru dianggap menguntungkan korporasi dan merugikan petani kecil. 

Mereka bertahan dengan blokade jalan, rel, hingga aksi mogok makan. Dukungan memuncak ketika 250 juta pekerja ikut mogok nasional. Setelah 18 bulan penuh tekanan, pemerintah akhirnya mencabut UU tersebut pada November 2021, kemenangan besar bagi rakyat kecil.

Jalan Baltik (1989)

Sekitar dua juta orang di Latvia, Lituania, dan Estonia bergandengan tangan membentuk rantai manusia sepanjang 640 kilometer. Aksi damai ini dilakukan untuk menolak dominasi Uni Soviet. 

Simbol persatuan rakyat Baltik ini kemudian membuka jalan bagi ketiga negara tersebut meraih kemerdekaan pada awal 1990-an. Hingga kini, Jalan Baltik diperingati sebagai momen bersejarah kebangkitan bangsa.

Protes Rakyat Filipina (1986)

Jutaan orang memenuhi jalan EDSA di Manila, membawa rosario, bunga, dan lagu-lagu perjuangan. Mereka menentang kediktatoran Ferdinand Marcos yang sudah berkuasa selama dua dekade. 

Aksi damai ini dikenal sebagai People Power Revolution dan sukses menumbangkan Marcos, lalu mengantarkan Corazon Aquino sebagai presiden perempuan pertama Filipina.

Hari Bumi Pertama (1970)

Tanggal 22 April 1970, sekitar 20 juta warga Amerika Serikat keluar rumah untuk menentang polusi, pencemaran air, dan kerusakan lingkungan. Demonstrasi ini tak hanya menjadi peringatan satu hari, melainkan melahirkan tradisi Hari Bumi setiap tahun. Dampaknya sangat nyata: lahirnya undang-undang lingkungan dan terbentuknya Badan Perlindungan Lingkungan (EPA).

Protes Mei 1968 di Perancis

Dimulai dari keresahan mahasiswa di Paris, protes ini menjalar ke seluruh negeri hingga melibatkan lebih dari 10 juta pekerja. Pemogokan massal mengguncang ekonomi dan memaksa pemerintah mencari jalan kompromi. Meski gagal menggulingkan Presiden Charles de Gaulle, peristiwa Mei 1968 meninggalkan warisan berupa reformasi sosial dan budaya di Perancis.

Reformasi 1998 di Indonesia

Indonesia juga punya momen monumental dalam sejarah protes rakyat. Krisis moneter 1997–1998 memicu demonstrasi besar-besaran yang berpuncak pada Tragedi Trisakti, ketika empat mahasiswa tewas pada 12 Mei 1998. 

Gelombang aksi kemudian meluas, mahasiswa menduduki DPR/MPR, sementara kerusuhan pecah di Jakarta dan kota lain menewaskan ratusan orang. Tekanan rakyat akhirnya memaksa Presiden Soeharto mundur pada 21 Mei 1998. Sejak saat itu, Indonesia memasuki era Reformasi dengan demokrasi yang lebih terbuka.

Tulisan ini telah tayang di TrenAsia.com oleh Muhammad Imam Hatami pada 6 September 2025.