Jumat, 14 Agustus 2020 00:08 WIB
Penulis:Nila Ertina
PALEMBANG, WongKito.co - Guna mempermudah petani dalam budidaya tanaman dan mengantisipasi kekeringan di tengah musim kemarau yang berkepanjangan baik di sawah maupun kebun sayuran, empat mahasiswa Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang menciptakan perangkat Internet of Thing (IoT) adalah Plane Care System Monitoring.
Dengan menerapkan konsep transfer data melalui jaringan, Plane Care System Monitoring bermanfaat memantau kelembapan dan suhu secara otomatis, sehingga saat pengaliran air ke tanaman, petani tidak perlu melakukan penyiraman secara manual, kata Darma Sandi mahasiswa Teknik Elektro Universitas Sriwijaya (Unsri), di Palembang, Rabu (12/8).
Menurut dia, dirinya bersama tiga orang kawannya yaitu M Yusup semester 7, Eca Desriana semester 7 dan Eric Sean Kesuma semester 9 menciptakan alat tersebut untuk memudahkan petani.
Ia menjelaskan, ide awal merancang perangkat tersebut karena melihat petani di Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan (Sumsel) yang setiap pagi dan sorenya harus ke lahan untuk menyiram tanaman di musim kemarau.
Mahasiswa Unsri membuat perangkat untuk membantu menyiram tanaman saat kemarau
Ketua Tim Perancang IoT, Darma Sandi mengatakan, Plane Care System Monitoring perangkat perkebunan berbasis IoT ini, memakai sistem baterai dengan arus listrik Direct Current (DC) atau jenis arus yang mengalir secara searah. Sehingga tidak membahayakan aliran listrik meski terkena air atau basah.
"Pemantauan sistem tersebut diuji coba dalam satu kotak berukuran sekitar 50 cm yang terisi tanah, kemudian diantara lapisan tanah ada pipa putih yang berfungsi sebagai aliran air saat tanaman membutuhkan penyiraman," ujarnya.
IoT Plane Care System, bekerja sebagaimana pipa dalam kotak menyambung terpisah dengan pompa air. Bila waktunya penyiraman, air secara otomatis mengalir karena telah tersambung dengan pompa air yang sudah hidup. sehingga aliran air keluar dari lobang-lobang pipa antara tanah dan tanaman. Airan air keluar dari lobang-lobang pipa antara tanah dan tanaman.
Untuk merancang alat tersebut, Darma dan timnya mengajukan dana ke Dikti sebesar Rp 12 juta, akan tetapi timnya hanya mendapatkan dana sebesar Rp 5 juta. Karena pemerintah mengalihkan untuk dana Covid-19, sehingga dengan dana tidak terlalu banyak ia berusaha memaksimalkan kemampuan.
Lanjutnya, dari awal merancang perangkat estimasi penyelesaian selama empat bulan. Namun, karena faktor Covid-19, timnya dikejar target untuk menyelesaikan selama dua bulan termasuk penyempurnaan monitoring yang nantinya dapat terpantau melalui jaringan internet.
"Belum selesai perangkatnya, jadi nanti ada website untuk memantau otomatis kelembapan dan suhu, diatur. Misal ketika tanaman membutuhkan kadar air 70 persen, perangkat mendeteksi dan otomatis dari pipa mengalir," terangnya.
Dalam proses penyempurnaan Plane Care System Monitoring, sempat mengalami kegagalan lantaran sensor rusak akibat terkena air. Akibatnya, harus mengulang mengatur dan merangkai kembali sambungan arus listrik.
"Kalau pompa air listriknya Alternating Current (AC) tapi kalau perangkat Plane Care System Monitoring pakai DC atau baterai karena ada sensornya, kalau kena air bisa terganggu. Aman, karena dilapisi anti air," jelasnya lagi.
Sementara itu, rekan satu timnya Muhammad Yusup menambahkan, setelah perangkat selesai, petani yang ingin mengecek tanaman tidak perlu melihat ke lahan. Cukup mengecek di rumah atau bisa jarak jauh melalui Handphone.
"Karena perangkatnya berbasis IoT, sistem ini cocok untuk tanaman yang memang tumbuh di lahan yang tidak banyak memerlukan air terlalu banyak, seperti sawi, tomat, cabai, selada dan sayur-sayuran," kata dia.
Optimistis perangkat selesai dengan tingkat keberhasilan 90 persen. Harapan mereka ke depan, agar perangkat karya PKM Teknik Elektro Unsri dapat dimanfaatkan dan tenar secara internasional atau bahkan bisa membantu kemudahan pekerjaan petani di daerah.
"Jadi fungsinya lebih membaca sensor dari sistem tersebut. Mudah-mudahan berkembang kerjasama dengan pemerintah," tandasnya. (Cha)