Bank Indonesia: Saat Rupiah Tinggalkan Kertas dan Memasuki Era Digital

Senin, 06 Oktober 2025 10:58 WIB

Penulis:Nila Ertina

Bank Indonesia: Saat Rupiah Tinggalkan Kertas dan Memasuki Era Digital
Bank Indonesia: Saat Rupiah Tinggalkan Kertas dan Memasuki Era Digital (Dok.WongKito.co)

Oleh:Elkhana A.T. Nainggolan, Mia Audina, Viona Zahra Yustisia*  

Sejak berdirinya pada tahun 1953, Bank Indonesia (BI) telah menjadi pilar utama dalam menjaga stabilitas moneter dan kedaulatan ekonomi bangsa.

Selama bertahun-tahun, wajah BI identik dengan uang kertas rupiah yang beredar luas di masyarakat. Namun, di tengah deras nya arus globalisasi dan perkembangan teknologi finansial, peran BI tidak lagi bisa berhenti pada uang kertas semata.

Dunia berubah, dan BI pun harus ikut bergerak menuju ekonomi digital. Bukan hanya perubahan alat pembayaran, tetapi juga perubahan cara pandang, strategi, hingga arah kebijakan yang menentukan masa depan ekonomi nasional.

Simbol Kedaulatan yang Terbatas

Sejak lama, rupiah kertas menjadi identitas nasional dan simbol kedaulatan yang hadir di setiap genggaman masyarakat. Ia bukan hanya alat transaksi, melainkan juga penanda kepercayaan terhadap negara.

Baca Juga:

Namun, biaya cetak dan distribusi yang tinggi, risiko pemalsuan, serta keterbatasan efisiensi membuatnya tidak lagi sejalan dengan kebutuhan zaman. Realitas ini menjadi pendorong BI untuk menghadirkan alternatif berbasis digital yang lebih aman, praktis, dan efisien.

Sistem Pembayaran Modern

Transformasi digital dimulai dengan BI-RTGS pada awal 2000-an, sebuah sistem yang mempercepat transaksi antarbank skala besar. Pada 2014, lahir Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) sebagai upaya membiasakan masyarakat dengan transaksi modern.

Tahun 2019, QRIS hadir menyatukan berbagai layanan pembayaran digital dalam satu standar kode QR yang sangat membantu UMKM. Transformasi berlanjut lewat BI-FAST pada 2021 yang memungkinkan transfer cepat, murah, dan aman antarbank.

Dengan rupiah digital, BI tetap bisa menjaga kendali penuh atas kebijakan moneter meski masyarakat semakin jarang menggunakan uang tunai. Selain itu, rupiah digital membuka peluang besar bagi efisiensi sistem keuangan nasional, integrasi transaksi lintas negara, dan penguatan posisi Indonesia dalam ekonomi digital global.

Tantangan yang Menyertai Transformasi

Perubahan besar menuju digitalisasi tidak lepas dari sejumlah tantangan. Perlindungan konsumen menjadi hal krusial, sebab tanpa pengawasan yang kuat, kepercayaan publik bisa runtuh akibat potensi penyalahgunaan layanan digital.

Di sisi lain, rendahnya literasi keuangan digital, khususnya di pedesaan, masih menjadi pekerjaan rumah yang mendesak agar tidak tercipta jurang kesenjangan antara masyarakat yang melek teknologi dan yang belum.

Baca Juga:

Tantangan lain yang harus dihadapi adalah menjaga keseimbangan antara inovasi dan stabilitas. Bank Indonesia dituntut adaptif terhadap tren global, namun tetap mempertahankan kendali penuh demi kepentingan nasional. Sinergi dengan OJK, pemerintah, perbankan, serta pelaku industri menjadi kunci sukses transformasi ini.

Untuk menjawab hal tersebut, diperlukan pembangunan infrastruktur digital yang merata, regulasi yang adaptif terhadap perkembangan industri, serta edukasi berkelanjutan bagi masyarakat. Dengan cara ini, digitalisasi tidak hanya menjadi simbol modernisasi, tetapi juga mampu membawa manfaat nyata yang inklusif bagi seluruh lapisan bangsa.

*  Mahasiswa Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Tridinanti  Palembang