Setara
Kampanye 16 HAKTP: FJPI Sumsel Ajak Jurnalis Pahami KBGO hingga Teknik Penulisan Etis
PALEMBANG, WongKito.co - Sebagai organisasi jurnalis yang fokus pada isu perempuan dan anak, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) cabang Sumatera Selatan aktif mengambil peran dalam upaya mendorong kesetaraan yang inklusif.
Salah satunya, FJPI Sumsel terlibat dalam Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) yang berlangsung 25 November hingga 10 Desember.
Dengan menyelenggarakan Diskusi Publik dengan tema Kekerasan Terhadap Perempuan dan Workshop Penulisan Isu Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Workshop menghadirkan, Jasmine Floretta V.D dari Magdalene.co yang juga tergabung dalam Taskforce KBGO menjelaskan karakteristik unik kekerasan berbasis gender online.
"KBGO difasilitasi oleh teknologi dan terus berevolusi. Semakin canggih teknologi, semakin banyak jenis kekerasan baru yang muncul, seperti deepfake ," ungkap Jasmine saat menyampaikan materi dengan tema Meretas Kekerasan Berbasis Gender Online, di Palembang, Selasa (25/11/2025).
Baca Juga:
- Hoaks: Link Pendaftaran Petugas Haji 2026
- International Food Festival 2025 Hadir Palembang Indah Mall, Sajikan Lebih 100 Hidangan dari 10 Negara, Hanya 4 Hari
- HAKTP 2025: Kerja Layak Bebas Kekerasan Tak Akan Terwujud Tanpa Demokasi
Jasmine mencontohkan berbagai jenis KBGO mulai dari trolling, penyebaran foto atau video intim non-konsensual, doxing atau penyebaran data pribadi tanpa izin, hingga cyber grooming yang menargetkan anak melalui game online.
Ia menyoroti tantangan terbesar dalam penanganan KBGO adalah banyaknya pelaku sekunder, yaitu individu yang ikut menyebarkan konten kekerasan meski bukan pelaku utama.
"Kita semua rentan menjadi pelaku sekunder. Ketika ada video atau foto intim yang tersebar, jangan pernah download atau sebarkan. Tindakan itu justru memperparah kekerasan terhadap korban," tegasnya.
Dalam sesi teknik penulisan, Jasmine menekankan pentingnya melindungi identitas korban dan menghindari bahasa yang menyalahkan korban atau victim blaming.
"Privasi nomor satu. Jangan identifikasi korban dengan detail yang bisa memudahkan orang lain mengenali mereka. Liputan harus berperspektif pada pengalaman korban, bukan sensasi," jelasnya.

Jasmine juga menyoroti dampak serius KBGO terhadap korban, mulai dari trauma psikologis, isolasi sosial, hingga kehilangan peluang ekonomi.
"KBGO berdampak kompleks. Korban tidak hanya mengalami trauma, tapi juga kehilangan kepercayaan pada orang lain dan kesempatan ekonomi. Karena itu, pendampingan hukum dan psikologis sangat penting," katanya.
Sebelumnya, Anggota DPD RI Provinsi Sumsel sekaligus Duta Literasi Sumsel dr Hj Ratu Tenny Leriva MM menekankan pentingnya penguatan regulasi dalam menangani KBGO.
"Harus ada edukasi terlebih dahulu ke publik tentang apa itu KBGO. Belum banyak yang memahami secara detail," ujar dia.
Ia mencontohkan, komentar yang merendahkan sering tidak dianggap masalah padahal itu bentuk pelecehan. Bahkan mengambil video tanpa izin dan memanfaatkan AI untuk kesenangan pribadi sudah termasuk pelecehan.
"Kita dorong agar regulasi ini benar-benar diperkuat," tambahnya.
Sementara data Dinas PPPA Sumsel per November 2025, tercatat 587 kasus kekerasan yang tidak hanya dialami perempuan tetapi juga laki-laki, termasuk kasus KBGO.
Baca Juga:
- Museum Monpera: Simpan Senjata dan Seragam Pahlawan Sumatera Selatan yang Berjuang Melawan Invansi Belanda
- Pekan Seni Palembang: Bedah Lagu Ratu Sinuhun
- Jejak Kolonial Belanda di Palembang, Heritage jadi Pusat Pemerintahan, Kafe hingga Terbengkalai
Perwakilan Dinas PPPA Sumsel, Said, menyampaikan bahwa upaya pencegahan KBGO perlu dilakukan melalui pengawasan dan monitoring dengan pendampingan hukum bagi korban yang melapor.
"Poinnya, korban harus berani bicara dan melapor. Setelah laporan masuk, barulah Dinas PPPA bisa melakukan penjangkauan dan pendampingan hukum," ujarnya.
Kemudian, Pemimpin Redaksi Tribun Sumsel Yudhi Thirzano mengatakan, media harus turut mengantisipasi kerentanan pemberitaan yang dapat memicu terjadinya KBGO.
"Regulasi sangat diperlukan, namun tantangannya adalah banyak korban KBGO takut melapor karena khawatir viral. Tantangan kami adalah bagaimana melindungi korban agar tidak takut menyampaikan kasusnya," ungkap Yudhi.(Mg/M.Ridho Akbar)

