Berbagi Ingatan September Hitam dengan Karya Visual

Sabtu, 28 September 2024 15:11 WIB

Penulis:Nila Ertina

Editor:Nila Ertina

IMG-20240928-WA0073.jpg
Seorang pengunjung memerhatikan karya 12 perupa muda pada pameran peringatan September Hitam di Rumah Sintas Palembang, 27 September - 1 Oktober 2024. (Foto WongKito.co/Yulia Savitri)

PALEMBANG, WongKito.co - Sebanyak 12 orang visual artist atau perupa muda mempersembahkan karya-karya terbaiknya dalam pameran peringatan September Hitam di Rumah Sintas Palembang, 27 September - 1 Oktober 2024.

Seperti diketahui, September Hitam menjadi penanda catatan kelam pelanggaran HAM yang tidak kunjung diselesaikan oleh negara secara berkeadilan. Berangkat dari keresahan dan banyak pertanyaan atas rentetan kasus yang terjadi di bulan September tersebut, selusin perupa berbagi ingatan di akhir pekan ini.

Taxlan, misalnya, pekerja grafis ini menampilkan sembilan poster yang mewakili sembilan kejahatan kemanusiaan di bulan September. Seri posternya berisi sembilan visual dari sembilan kejadian besar di bulan sembilan, mulai dari tragedi 1965, 1998, pembunuhan Munir, hingga Reformasi Dikorupsi 2019. Diakuinya, dua karya diantaranya terjadi di bulan Oktober yakni tragedi Kanjuruhan dan tapak baru genosida Israel 2023.

“Yang saya tampilkan bukan seni lukis atau fotografi tapi karya poster, karena menurut saya inilah bentuk komunikasi yang saya kuasai dalam berbagi kegundahan perihal September,” ujar Taxlan dibincangi di Palembang, Sabtu (28/9/2024).

Baca Juga:

Selain Taxlan, para perupa lainnya yang terlibat antara lain Abay, Aditbaiik, DiskKomik, Israx, Ken Sabo, Meizar, Rastofolio.id, Rikho Syach, Roh, Rupa Rusak, dan Sebtian.

Romeo dari Rumah Sintas mengatakan, gerakan September Hitam di Palembang diinisiasi antar kawan. Adapun peringatan kali ini secara kolektif dilaksanakan bersama antara Rumah Sintas, Spektakel Lab, Painting Every Think.

"Pekan September Hitam utamanya pameran karya oleh 12 perupa. Namun digelar juga bedah buku Kronik 1998, pementasan musik, malam puisi, aksi teatrikal, serta lapak buku dan zine,” sebutnya kepada wongkito.co.

Baca Juga:

Karya-karya yang ditampilkan, lanjutnya, yakni tentang tragedi pelanggaran HAM di Indonesia selama bulan September. Seperti catatan kasus 1965, tragedi Tanjung Priok, Semanggi, bahkan tragedi terkini di Rempang sebagai tambahan catatan untuk tahun 2024. Sasaran kegiatan ini untuk umum sebagai pengingat bahwa perjalanan Indonesia tidak lepas dari pelanggaran HAM.

Disinggung kepedulian generasi muda pada isu pelanggaran HAM, Romeo meyakinkan, mereka cukup peduli. Beberapa kawan dekatnya masih mau mencari tahu, membaca sejarah, dan turut memperjuangkan melalui kapasitas masing-masing, termasuk melalui karya visual. “Anak muda masih bersuara, sehingga isu ini tetap hidup di generasi muda, terus menyala,” tambah dia.

Pameran digelar lima hari dari tanggal 27 September hingga  1 Oktober 2024. Menurut Romeo, 1 Oktober juga terjadi terjadi kasus Kanjuruhan sehingga tetap relevan untuk isu pelanggaran HAM di September Hitam. (yulia savitri)