Jumat, 25 Juni 2021 18:12 WIB
Penulis:Nila Ertina
WongKito.co - Untuk tiba di Kampung Nelayan Sungsang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan kita dapat memilih mau menggunakan moda transportasi darat atau sungai. Khusus pengguna transportasi sungai bisa langsung datang ke pelabuhan di bawah Jembatan Ampera, tersedia speedboat yang biasa melayani angkutan menuju destinasi wisata tersebut.
Jika menggunakan transportasi darat, jarak yang harus ditempuh mencapai 93 kilometer lebih dari Kota Palembang dan membutuhkan waktu hampir 3 jam untuk tiba di lokasi kampung yang dahulunya hanya bisa diakses melalui jalur sungai itu.
Menyusuri jalur darat, awalnya kita dihadapkan dengan kondisi jalan beraspal yang cenderung mulus alias bagus sangat enak berkendara, nyaman dan bisa santai. Namun, setelah sekitar 30 menit kita berkendara jalan berlubang mulai tidak bisa kita hindari.
Perbaikan jalan menuju Pelabuhan Tanjung Api-api dan Kampung Nelayan Sungsang.
Apalagi, saat menuju Kampung Nelayan Sungsang di awal Juni tersebut, sebagian jalan sedang dilakukan peningkatan alias perbaikan dengan cor beton. Oh iya, jalannya memang berada di kawasan rawa yang di kanan dan kirinya terdapat sawah pasang surut dan juga tambak udang.
Semakin mendekati tujuan sepanjang mata memandang terdapat pohon-pohon kelapa yang melambaikan daun-daun hijaunya seolah mengajak kita untuk melihat atraksi dari tanaman yang buahnya menjadi salah satu komoditas ekspor Sumatera Selatan ke sejumlah negara, seperti Thailand.
Saat tiba, dan hendak memarkirkan mobil sejumlah pemuda menyambut dengan mengarahkan kemana parkiran yang pas untuk kendaraan yang kami gunakan. Tak lama, sejumlah becak menawarkan jasa mengantarkan ke tempat-tempat yang menjadi tujuan pelancong datang ke kampung nelayan tersebut.
"Silakan naik becak bu, pak murah bae nanti diantar ke penjual ikan di Kampung IV," kata seorang pengemudi becak.
Sebelum turun, kami sudah bersepakat untuk jalan kaki memasuki kampung agar lebih mudah menyaksikan beragam hal yang tidak bisa ditemui di Kota Palembang.
Saksikan Nelayan Perbaiki Kapal
Menyaksikan kapal nelayan saja mungkin bagi sebagian besar masyarakat perkotaan sangat jarang, apalagi melihat kapal diperbaiki di tepi Sungai Musi yang bermuara langsung ke laut Selat Bangka.
Revitalisasi kapal nelayan
Bapak itu sedang apa?, kenapa kapalnya tidak berjalan? pertanyaan-pertanyaan dari rasa penasaran anak-anak muncul saat menyaksikan langsung dua orang nelayan sedang memperbaiki kapal kayu di tepi sungai.
Perbaikan kapal tersebut, tampaknya tidak hanya sekedar membenarkan kebocoran buritan kapal tetapi mengganti hampir seluruh bagian badan kapal kayu yang sudah mulai terlihat menua alias lapuk.
Satu per satu papan yang telah digergaji dan dihaluskan ditempel dan dipaku secara rapi oleh dua orang nelayan yang tampak kompak kerja sama menyelesaikan perbaikan kapal kayu tersebut.
Berjalan sekitar beberapa langkah, tampak seorang nelayan sedang memperbaiki jaring tangkap ikan. Itu apalagi yang mereka kerjakan? cetus anak-anak. Baru berjalan beberapa meter saja banyak hal baru yang ditemui di kampung nelayan yang kini jadi destinasi wisata andalan Kabupaten Banyuasin.
Warga Tawarkan Terasi sampai Anak Ikan Hiu
Untung kami memilih berjalan kaki daripada naik becak karena detail kegiatan masyarakat kampung dapat disaksikan langsung. Hampir semua rumah di kampung nelayan tersebut menawarkan beragam produk khas dari daerah tersebut.
"Mampirlah bu, ini ada terasi, kerupuk dan kemplang udang silakan dipilih-pilih," kata seorang warga di depan rumahnya yang dipenuhi barang dagangan tersebut.
Suasana perkampungan nelayan
Semakin masuk ke perkampungan nelayan tersebut, keramaian suasana sore itu makin terasa, warga asli juga banyak yang berkumpul. Sementara, silih berganti becak-becak mengangkut penumpang keluar dari kampung tersebut menuju area parkir. Sudah sore, jadi pengunjung mulai meninggalkan Sungsang.
Dalam satu becak tampak dua orang penumpang masing-masing membawa kantung berukuran besar, yang berisi beragam produk dibeli di kampung tersebut.
Karena hari sudah sore dan mengajar waktu agar tidak terlalu malam tiba di Palembang, kami pun balik kanan dan kembali menyusuri jalan kampung yang terbuat dari beton dengan tiang beton pula. Rumah-rumah penduduk yang bertiang tinggi karena memang berada di area muara sungai tampak berjajar. Air payau tampaknya mulai naik, sehingga tanah yang sebelumnya terlihat diawali masuk kampung mulai dipenuhi air.
Elyas salah seorang pelaku usaha yang memroduksi kemplang dan kerupuk udang mengatakan memang saat ini hampir setiap hari terutama diakhir pekan kampung mereka ramai didatangi wisatawan bukan hanya dari Palembang tetapi tak jarang juga dari kota lainnya.
"Saya setiap bulan memroduksi sekitar 300 kilogram kerupuk udang dan biasanya dijual ke Palembang tetapi kini mulai banyak yang datang langsung," kata dia.
Harga kerupuk dan kemplang udang di Sungsang Rp50 ribu per kilogram. Selain itu, warga juga menawarkan pempek, tekwan dan terasi udang yang bisa jadi pilihan untuk oleh-oleh dari kampung nelayan tersebut.
Melanjutkan perjalan keluar kampung, kami melihat lagi dikanan kiri ternyata di depan rumah warga menawarkan beragam hasil laut dan sungai, seperti udang satang yang dijual Rp130 ribu per kilogram dan beragam ikan laut.
Bahkan ada yang menjual anak ikan hiu. Ini ikan apa kak?, anak ikan hiu silakan bu hanya seekor kalau mau?. Kami memilih udang untuk dibawa pulang, mengingat ikan hiu adalah salah satu ikan yang dilindungi jadi lebih aman memilih udang tambak yang kebetulan dibudidayakan tak jauh dari perkampungan tersebut.(Nila Ertina)