Senin, 26 Juni 2023 05:58 WIB
Penulis:admin
Editor:admin
JAKARTA, Wongkito.co - Masa anak- anak merupakan masa pertumbuhan dimana ia mulai belajar dan memahami sesuatu. Tapi, apabila ada suatu kejadian terhadap anak, pelecehan, kekerasan, cedera parah dll, ini akan menimbulkan trauma pada anak.
Orang tua terkadang menganggap sepele, karena anak akan melupakan kejadian masa lalu yang buruk menimpanya. Kejadian yang buruk dapat membekas pada anak, senin 26 juni 2023.
Trauma masa kecil bisa sangat membekas. Sangking melekatnya, trauma yang dialami oleh anak bisa memengaruhi perilaku hingga mengubah sifat anak.
Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak lebih rentan menderita kerugian akibat trauma dengan risiko konsekuensi jangka panjang yang lebih tinggi. Dampak trauma psikologis pada anak pun bersifat kumulatif.
Artinya, semakin besar jumlah pengalaman masa kanak-kanak yang merugikan emakin lama paparan trauma, hasil kesehatan yang lebih negatif dalam kehidupan dewasa.
Ada banyak hal yang memicu anak mengalami trauma masa kecil. Diantaranya mengalami peristiwa buruk seperti pelecehan, penelantaran fisik maupun emosi, kecelakaan atau cedera parah.
Secara naluriah, saat mengalami trauma, anak akan mengaktifkan respon terhadap trauma. Reaksinya pun beragam. Mulai dari waspada, lari dari masalah, melawan, tak peduli, hingga hancur secara psiskis dan fisik.
Ironisnya, menyembuhkan trauma masa kecil pada anak memerlukan usaha dan waktu sangat panjang. Namun, hal ini bukan tak mungkin untuk dilakukan.
Mengutip laman Parenting for Brain, berikut upaya yang perlu dilakukan orang tua untuk mengatasi trauma masa kecil anak.
Hubungan anak dengan pengasuh memainkan peran penting dalam melindungi anak-anak dari timbulnya kondisi kesehatan mental. Terutama jika terkait dengan trauma.
Setelah peristiwa traumatis, yang harus Anda lakukan adalah membangun kembali kepercayaan dan memastikan keselamatan dan keamanan. Seorang anak yang trauma mungkin takut sendirian dan mencari kehadiran orang dewasa yang penuh kasih sayang.
Karenanya, bersiaplah untuk mereka sebanyak mungkin dan yakinkan mereka rasa aman. Jauhkan sumber trauma dari anak untuk melindungi mereka.
Menurut penelitian, pengasuh yang suportif adalah faktor pelindung, karena anak-anak cenderung tidak mengalami gejala gangguan stres pascatrauma.
Anak-anak dengan trauma yang belum terselesaikan sering menunjukkan kemarahan dan agresi. Tanggapan disiplin yang keras dari orang tua dapat memperkuat persepsi negatif anak terhadap orang lain dan dunia .
Terlepas dari apakah itu dilabeli sebagai pelecehan atau disiplin, penelitian menunjukkan bahwa hukuman fisik menghasilkan gejala traumatis.
Ketika orang tua menggunakan hukuman fisik pada anak yang mengalami trauma, mereka pada dasarnya menambah trauma anak yang sudah ada.
Baca juga
Selain itu, disiplin hukuman tidak berhasil . Ini memunculkan lebih banyak agresi dari anak-anak .
Karena itu, untuk menyembuhkan trauma pada anak, lakukan pendidikan positif pada anak. Metode ini merupakan cara mendidik tanpa teriakan. Dengan begitum hubungan antara anak dan orang tua akan lebih baik.
Meski tak boleh diungkit, biarkan anak bicara mengenai trauma yang dialaminya. Pada dasarnya, anak-anak sangat selaras dengan tanggapan orang tua mereka terhadap peristiwa traumatis dan percakapan tentangnya sesudahnya.
Mereka akan menghindari membahasnya jika mereka menyadari bahwa hal itu membuat orang tua mereka sedih.
Mengizinkan seorang anak untuk mengekspresikan emosinya dan mendiskusikan pengalamannya dapat membantunya memproses peristiwa negatif tersebut.
Hal ini juga memungkinkan orang tua untuk mendengar sudut pandang anak dan mengatasi miskonsepsi, seperti menyalahkan diri sendiri, perasaan umum di antara anak-anak setelah kejadian traumatis.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rizky C. Septania pada 25 Jun 2023