Dorong Keterlibatan Akademisi Sumsel dalam Transisi Energi Berkeadilan dan Transformasi Ekonomi

Selasa, 15 April 2025 19:32 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

IMG_20250415_192434.jpg
Seminar Transisi Energi Berkeadilan dan Transformasi Ekonomi di Sumatera Selatan, bertempat di Gedung Doktor Program Pasca Sarjana Unsri, Palembang, Selasa (15/04/2025). (wongkito.co/yulia savitri)

PALEMBANG, WongKito.co - Transisi energi berkeadilan di Sumatera Selatan (Sumsel) telah disepakati untuk diarahkan ke pembangunan transformasi ekonomi berkelanjutan. Guna percepatan implementasinya dibutuhkan keterlibatan semua pihak, termasuk akademisi.

Brilliant Faisal, Fungsional Perencana Ahli Madya dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumsel mengatakan, saat ini Pemerintah Provinsi Sumsel telah membentuk tim Forum Komunikasi Percepatan Transformasi Ekonomi, yang pertemuan pertamanya dilakukan pada 14 April 2025.

Forum Komunikasi ini terdiri dari multi stakeholder di Sumsel, antara lain pemilik dan perusahaan tambang batubara, serikat buruh dan pekerja tambang batubara, pemerintah daerah, pengusaha dan industri non tambang batu bara, pengusaha energi terbarukan, akademisi, NGO, wakil masyarakat sekitar tambang, wakil perempuan, dan generasi muda.

“Meski sudah ada regulasi daerah melalui SK Gubernur terkait transisi energi, seperti keharusan pemakaian kendaraan dinas, tapi itu masih sebatas teknis, belum ke ranah sosial eonomi. Kami akui SDM bidang energi berkeadilan di Bappeda masih kurang,” ungkapnya dalam Seminar Transisi Energi Berkeadilan dan Transformasi Ekonomi di Sumatera Selatan, bertempat di Gedung Doktor Program Pasca Sarjana Unsri, Palembang, Selasa (15/04/2025).

Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau, Doddy Sukadri menilai, keterlibatan akademisi dan NGO di dalam forum tersebut sedapat mungkin adalah keterlibatan aktif yang dapat mendorong percepatan implementasi transformasi ekonomi di Sumsel. Dengan begitu, tujuan untuk pembangunan yang lebih berwawasan lingkungan akan tercapai.

Dari sisi akademisi dan NGO, menurutnya, sangat penting untuk melakukan penyamaan persepsi, peningkatan pengetahuan, dan diskusi rencana kerjasama ke depan di dalam transisi energi berkeadilan dan transformasi ekonomi. Hal ini dimulai dengan melalui pelaksanaan seminar hari ini yang diinisiasi Yayasan Mitra Hijau bersama Program Pascasarjana Unsri.

Dia menjelaskan, Mitra Hijau berkolaborasi dengan lima institusi lainnya telah membuat langkah pengembangann transisi energi di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan. 

“Kenapa Sumsel? Sebab, Sumsel merupakan provinsi kaya sumber daya alam yang menarik banyak industri, terutama industri ekstraktif seperti minyak bumi, gas, sawit, dan batubara. Sumatera Selatan bahkan merupakan penghasil batu bara tertua di Indonesia melalui PT Bukit Asam,” sebutnya.

Namun, lanjutnya, aktivitas ini turut menyumbang emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang memicu perubahan iklim dan pemanasan global, yang menyebabkan peningkatan bencana iklim. Pembakaran batu bara sebagai sumber energi utama memperparah kondisi ini serta memperburuk bauran energi nasional.

Di sisi lain, Sumatera Selatan memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal, padahal hal ini dapat menurunkan emisi GRK dan biaya energi secara signifikan. Untuk itu, transisi energi kemudian menjadi menjadi suatu kemutlakan untuk dilakukan oleh seluruh negara di dunia. Indonesia telah memiliki strategi dan rencana aksi implementasi transisi energi sejak tahun 2022.

Direktur Program Pascasarjana Unsri, Muhammad Said mengatakan, seminar hari ini sangat tepat dan diharapkannya dapat ditindaklanjuti dengan MoU atau PKS. “SDM Unsri siap untuk diajak bekerja sama. Pengembangan energi terbarukan memang butuh banyak pihak,” ucapnya. (yulia savitri)