Hari Tani 2025, Sumsel Butuh Perda dan Badan Pelaksana Reforma Agraria

Rabu, 24 September 2025 15:07 WIB

Penulis:Redaksi Wongkito

Editor:Redaksi Wongkito

IMG20250924105542.jpg
Tuntutan petani asal Desa Sidomulyo Kabupaten Muba dalam Hari Tani 2025 di kantor gubernur Sumsel, Rabu (24/09/2025). (wongkito.co/yulia savitri)

PALEMBANG, WongKito.co - Novita atau Ita (40), perempuan petani asal Desa Sidomulyo Kabupaten Musi Banyuasin, terisak saat menyampaikan keluhannya di depan Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Selatan, Rabu (24/09/2025). Dia tidak sendiri, Ita berdiri berorasi bersama 300 petani dari empat kabupaten di Sumsel dalam rangka Hari Tani Nasional 2025.

Bukan tanpa sebab Ita menangis. Saat dikonfirmasi, ia bercerita bahwa dalam tujuh bulan terakhir lahan pertanian masyarakat seluas 121 ha direbut oknum mafia tanah. Padahal, tanah tersebut adalah sumber kehidupan.

“Kami butuh keadilan dan tidak ingin ada benturan. Namun, dalam beberapa bulan ini kami justru ketakutan karena mereka membawa preman di sana. Bahkan kami dilarang panen di lahan sendiri dan hasil menanam sendiri,” ujarnya.

Ita mengaku beruntung, ia dan 53 KK Desa Sidomulyo lainnya sudah didampingi pihak Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam persoalan ini. Hal ini dibenarkan Koordinator KPA Sumsel Untung Saputra. Dia menjelaskan, konflik agraria di Desa Sidomulyo adalah konflik terbaru untuk tahun ini. 

"Sidomulyo itu baru dan cukup panas konfliknya karena rakyat berhadapan dengan oknum dan premanisme,” ulasnya dibincangi wongkito.co usai aksi di halaman kantor gubernur.

Di Sumsel sendiri, KPA mencatat ada sejumlah konflik agraria lainnya yang masih menjadi perjuangan para petani. Diantaranya Desa Bumi Makmur, Muaralakit 2.200 ha, Desa Lubuk Paus 1.300 ha, Desa Harapan Makmur 200 ha, Desa Sidomulyp 121 ha, Lebung Hitam 4.135 ha.

Karena itu, di Hari Tani Nasional 2025 ini diharapkan Gubernur Sumsel segera membuat kebijakan mempercepat dalam penyelesaian konflik agraria dan redistribusi tanah. Tuntutan dan dokumen dari masing-masing desa yang berkonflik telah disampaikan langsung kepada Gubernur Sumsel hari itu juga.

“Kami menuntut perlunya payung hukum berupa Perda dan dibentuk Badan Pelaksana Reforma Agraria yang fokus menyelesaikan masalah konflik agraria. Tinggal kita tunggu komitmen gubernur." (yulia savitri)