Kalyanamitra: Pemerintah Tegas Tetapkan Regulasi Sunat Perempuan, Terapkan Sanksi terhadap Pelanggarnya

Rabu, 13 Desember 2023 16:06 WIB

Penulis:Nila Ertina

Kalyanamitra: Pemerintah Tegas Tetapkan Regulasi Sunat Perempuan, Terapkan Sanksi terhadap Pelanggarnya
Kalyanamitra: Pemerintah Tegas Tetapkan Regulasi Sunat Perempuan, Terapkan Sanksi terhadap Pelanggarnya (tangkapan layar)

PALEMBANG, WongKito.co - Kalyanamitra menuntut pemerintah tegas menetapkan regulasi terkait sunat perempuan dan menerapkan hukum atau sanksi bagi yang melanggar.

Hal itu, disampaikan Rena Herdiyani dari Kalyanamitra pada Lokakarya dan Diskusi Bersama Jurnalis dengan tema FGM/C di Asia dan Peran Media, yang diselenggarakan Kalyanamitra bersama Sahiyo dan Equality Now, secara virtual, Rabu (13/12/2023).

Rena menjelaskan isu sunat perempuan atau Female Genital Mutilation/Cutting (FGM/C) hingga kini masih minim dipublikasikan media. Padahal, regulasi terkait dengan larangan praktik sunat perempuan telah diterbitkan sejak tahun 2006, dimana Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat edaran larangan sunat perempuan secara medis profesional (Surat Edaran pada Larangan Medikalisasi Sunat Wanita untuk Kesehatan Nomor Petugas HK.00.07.1.3.1047 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Kemasyarakatan Kesehatan, Kementerian Kesehatan).

Baca Juga:

Meskipun dua tahun kemudian (2008) Ulama Indonesia Majelis (Majelis Ulama Indonesia – MUI) mengeluarkan fatwa (perintah agama) yang menentang larangan dengan alasan bahwa perempuan sunat adalah bagian dari Syariah (hukum Islam) dan harus disediakan oleh profesional medis jika diminta oleh keluarga dan masyarakat. Itu fatwa mewajibkan sunat pada perempuan prosedur dilakukan sesuai dengan Syariah dan melarang khitanan berlebihan praktik-praktik yang membahayakan perempuan dan perempuan, baik secara fisik maupun psikologis.

Terjadinya beda pendapatan Kementerian Kesehatan dan MUI akhirnya, terbit  Peraturan Kesehatan baru Peraturan Menteri No. 6/2014, yang menjelaskan tentang FGM/C praktik karena tidak memiliki dasar medis atau kesehatan manfaat, dan memberikan amanah kepada Kemenkes dan Syariah, dengan dikeluarkannya pedoman sunat prosedur sunat yang menjamin kesehatan perempuan kesehatan dan keselamatan, dan menetapkan prosedur itu tidak boleh menyakiti atau merusak alat kelamin perempuan.

Dimana peraturan itu, memungkinkan staf medis untuk melakukan “lebih sedikit prosedur invasif” dengan mencuci vulva dengan 10 persen,  povidon yodium dengan menggunakan kain kasa, kemudian dibersihkan kotoran antara kulit khatan klitoris dan klitoris kelenjar.

Ia mengungkapkan FGM/C telah dipraktikkan dan dilestarikan generasi di beberapa komunitas Indonesia sebagai bagiannya norma budaya, agama, dan sosial, kata dia pada

Dalam konteks lokal Rena menjelaskan sunat perempuan telah menjadi tradisi pada sejumlah daerah di Indonesia, dikenal dengan  beragam sebutan, seperti di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, Dikayeka, Mandi lemon (Gorontalo), suci/murni (Lombok), basunat (Banjar), masunna (Sulbar), capitan (Banten),
selam (Bangka Belitung), P2GP (pemotong dan perlukaan alat kelamin perempuan)

Praktik sunat perempuan dipandang tindakan penting untuk pertebal iman dan bagian dari tradisi. Dengan alasan tindakan tersebut akan memurnikan gadis-gadis, membantu mereka mengendalikan nafsu seksual, dan mencegah beragam permasalahan saat usia perempuan dewasa.

Data Survei Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Tahun 2013, yang dilakukan di 33 provinsi dan 497
kabupaten/kota pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013. Survei menyasar 300 ribu rumah tangga, ternyata pascasunat, 51,2 persen anak perempuan usia 0-11 tahun menginap penyakit akibat pemotongan alat genital tersebut.

Sejumlah dampak akibat sunat perempuan, diantaranya terganggunya kesehatan mental dan kesehatan jasmani, pendidikan, ekonomi peluang, hak seksual dan reproduksi untuk anak perempuan, perempuan, dan non-biner yang terkena dampak individu.

Rena menambahkan dengan alasan tersebut pihaknya menilai penting sekali  untuk menyosialisasikan larangan praktik sunat perempuan,

Iklan

Apalagi berdasarkan survei Kalyanamitra, yang  berlangsung pada Februari-Oktober 2021 kini 100 orang tua menyunatkan anak perempuan di klinik/rumah sakit, puskesmas, bidan tradisional.

Anak perempuan usia, bayi baru lahir hingga usia 5 tahun dengan prosedur: digosok, tergores, terpotong, dengan koin; alat: gunting, kapas, pinset dan jarum setta alat lainnya..

Bahkan praktik FGM diiklankan secara publik melalui web, media sosial (Facebook, Twitter, Instagram), brosur, WhatsApp, spanduk

Peraturan Menkes menjadi legitimasi praktik sunat perempuan, Peraturan Menteri Kesehatan 2010 dan 2014, Fatwa Majelis Ulama Indonesia.

Berkat tekanan domestik dan internasional dari LSM, lembaga internasional dan United Bangsa, dicabut pemerintah Indonesia, 2010 peraturan tersebut dicabut dengan diterbitkannya Status peraturan perundang-undangan tentang FGM/C di Indonesia

Lalu, dirilislah Road Map dan Rencana Aksi 2020-2030 tentang Pencegahan FGM/C dengan dua prioritas utama dalam Peta Jalan dan Aksi ini:

Rencana : (1) Meningkatkan kesadaran masyarakat luas, termasuk penyelenggara negara dan tenaga kesehatan, tentang bahaya FGM/C melalui berbagai edukasi, baik formal dan nonformal; (2) Munculnya FGM/C pencegahan sebagai indikator kinerja pemerintah capaian dalam Pembangunan Jangka Menengah Nasional Rencana 2030-2034

Hal itu, berkaitan dengan Peraturan Pemerintah No. 59/2017 tentang Implementasi Pencapaian Berkelanjutan Tujuan Pembangunan (TPB), khususnya target 5.3 mengenai penghapusan segala bentuk bahaya praktik-praktik termasuk pernikahan anak dan FGM/C Komitmen Internasional Indonesia

Baca Juga:

Kemudian Indonesia telah terikat dengan beberapa hal komitmen di tingkat nasional dan internasional
tingkatan, seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, dan internasional
komitmen seperti CEDAW, Platform Beijing for Action (BPFA), CRC, ICCPR, SDGs.

Karena itu, Rena menambahkan pemerintah Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menghilangkan segala bentuk FGM/C praktik yang merupakan tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Hadir juga pada kesempatan tersebut, sejumlah perwakilan tiga organisasi tersebut, seperti Priya Goswami dari Eguality Now mewakili India.(ert)