Kamis, 24 April 2025 16:48 WIB
Penulis:Redaksi Wongkito
Editor:Redaksi Wongkito
JAKARTA, WongKito.co - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) membeberkan rangkaian praktik pelanggaran HAM yang dialami oleh para perempuan dan anak-anak yang pernah direkrut oleh Operation Circus Indonesia (OCI) sejak dekade 1980-an.
Laporan analisa pelanggaran HAM tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang diselenggarakan oleh Komisi XIII DPR RI pada Rabu (23/04/2025) di Ruang Rapat Komisi XIII, DPR RI.
Rapat ini turut dihadiri oleh Ketua Komnas HAM, Dirjen Pelayanan dan Kepatuhan HAM Kementerian Hukum dan HAM, serta kuasa hukum yang mewakili para mantan karyawan Operation Circus Indonesia (OCI) yang menjadi korban dugaan pelanggaran berat hak asasi manusia.
Ketua Transisi Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor menekankan, kasus ini mencerminkan kekerasan sistemik yang terjadi sejak usia dini dan menciptakan efek berlapis serta lintas generasi bagi perempuan korban.
"Pada saat kejadian, mereka mengalami kekerasan fisik, kekerasan psikis, kehilangan identitas, dan kehilangan hak atas pendidikan. Dampaknya tidak berhenti di sana. Dalam jangka panjang, para korban menghadapi trauma berkepanjangan, ketimpangan gender, kemiskinan struktural, kehilangan martabat, kesulitan mengakses pekerjaan, sistem hukum yang tidak jelas, serta keterasingan sosial,” tegas Maria Ulfah.
Dalam paparannya, Komnas Perempuan menyampaikan hasil pemetaan kronologi kasus ini yang dimulai sejak 1980-an, ketika anak-anak direkrut oleh OCI untuk tampil dalam pertunjukan sirkus. Dalam periode 1980 hingga 1990, mereka mengalami kecelakaan akrobatik dan kekerasan yang dilakukan oleh pihak OCI. Beberapa korban sempat melapor ke Komnas HAM dan Mabes Polri pada tahun 1997, namun tidak ada kelanjutan hukum yang memadai hingga kasus dinyatakan ditutup pada 2002.
Baru pada akhir 2024, para korban mulai membangun jejaring melalui media sosial dan mencoba mencari keadilan. Dua surat somasi yang dilayangkan kepada OCI dan Taman Safari Indonesia pada Agustus dan September 2024 tidak mendapat tanggapan. Pengaduan resmi baru diterima oleh Komnas Perempuan pada 16 Januari 2025, yang kemudian diperkuat oleh pengaduan enam korban yang datang bersama kuasa hukum mereka pada 30 Januari 2025.
Kesaksian para korban yang dihimpun oleh Komnas Perempuan menggambarkan penderitaan yang mendalam. Karena itu, Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada berbagai lembaga negara.
“Kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Komnas Perempuan mendorong program pemulihan psikososial dan pemberdayaan ekonomi bagi korban. Kepada Kementerian Ketenagakerjaan, disarankan dilakukan kajian atas kerugian kerja dan langkah-langkah penegakan hukum terhadap pihak terkait,” sebutnya.
“Kepada pemilik OCI, Jansen, Komnas Perempuan menuntut kompensasi dan ganti rugi yang dihitung secara adil dengan pendampingan dari para ahli. Sedangkan kepada Komisi XIII DPR RI, Komnas Perempuan mendesak dibentuknya Tim Pencari Fakta Independen untuk menyelidiki kasus ini secara tuntas, serta menjamin pertanggungjawaban baik individu maupun korporasi." (*)